Sunday, July 02, 2006

[HALAMAN GANJIL]

Yang diberikan kepadaku adalah inti
-----------------------------------
>> Anwar Holid


Aku terjepit di antara keinginan untuk menulis sesuatu yang betul-betul aku inginkan, dan berharap memuaskan ekspresi dan maksud tertentu, dengan menyelesaikan tulisan yang aku harapkan bisa jadi layak muat dan karena itu mendatangkan honor. Di satu sisi, kebutuhanku untuk menulis segala yang aku alami, keinginan, dan maksud tertentu sekarang ini begitu banyak---setidak-tidaknya untuk menulis rasa syukur dan mengucapkan terima kasih atas kebaikan yang terus aku terima; dengan kebutuhan harus mengumpulkan uang dan pendapatan sebanyak-banyaknya karena memang sekarang aku persis membutuhkan uang secukupnya untuk membayar semua yang sedang aku bangun, beli, dan dapatkan. Aku sudah mendapat kebaikan pinjaman dari banyak orang---lembaga tertentu, saudara, keluarga, teman---tetapi ternyata semua itu masih saja belum cukup untuk menyelesaikan renovasi total rumah kecil yang kami tinggali. Dan sekarang aku belum memutuskan mencari-cari lagi siapa yang akan kami ketuk pintunya dan kami mohon kerelaannya.

Mungkin cara paling bagus adalah menulis yang paling menyenangkan, memenuhi standar kepuasan pribadi, namun sekaligus layak muat. Tapi kerap dua hal itu sulit bertemu, sebab standar masing-masing jenis tulisan itu juga berbeda. Tapi baiklah, sejak renovasi rumah dijalankan, aku sudah merencanakan lebih giat bekerja, menulis untuk media massa lebih rajin, dan tambah fokus 'memburu dolar'---sebuah ungkapan yang aku ambil dari jargon hiasan becak. Tapi memang hasilnya belum kentara; tapi setidaknya aku bertekad keras menyelesaikan order-order lama yang terbengkalai agar bisa diuangkan. Padahal pesona luar yang amat menggoda pikiran dan gagasan yang aku ketahui begitu besar. Baiklah, semua aku abaikan dulu. Sekarang kamu harus fokus pada kebutuhan nafkah dulu, baru nanti boleh bersenang-senang dengan debat dan 'perang intelektualisme' itu. Sekarang waktunya kamu harus mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya karena belanja dan kebutuhanmu juga sedang sangat banyak; semua sudah sesuai rencana dan perhitungan kemampuan. Sekarang adalah masa ketika kamu harus belajar membayar prioritas yang ada di depan mata, lupakan dulu kebutuhan terlalu ingin memperhatikan diri, sebab rasanya selama ini kamu toh sudah cukup memperhatikan kesenangan dan egoisitas. Lain kali dipenuhi lagi. Atau, harus diakui, ternyata kesenangan itu terus terjadi sepanjang masa, bahkan ketika kamu ada di tengah-tengah kesulitan. Kau selalu bisa mencuri kesenangan, karena pangkalnya kesenangan itu tersedia di mana-mana, dan kerap berharga murah.

Meski persis saat ini aku punya utang cukup besar dan harus menahan malu lagi mencari utang tambahan, faktanya aku sendiri masih bisa menikmati lagu-lagu Pink Floyd dengan intensitas cukup dalam, tahu persis betapa sampah yang ditumpuk berminggg-minggu bisa menimbulkan bau busuk luar biasa memualkan, dan di sisi lain masih bisa menikmati lelucon-lelucon kiriman teman dari seberang. Memang aku sudah lama sekali nggak pernah nonton pertunjukan musik, yang gratis sekalipun, beli kaset atau cd album yang betul-betul aku inginkan, atau menyaksikan pameran lukisan yang dulu sangat kerap aku lakukan; tapi aku masih bisa mendapat pengetahuan nyaris gratis dari wikipedia yang luar biasa, bisa mendapat bajakan album-album baru dari Pearl Jam, Tool, A Perfect Circle, Opeth, Nitin Sawhney, Chris Robinson, kejar-kejaran gitar antara Pat Metheny dan John Scofield, piano Chick Corea, termasuk diskografi lengkap album Living Colour, belum ditambah jazz dan world music lain, mendengarkan Takk dari Sigur Ros. Aku juga masih bisa menyeruput kopi Aroma, sesekali pesan espresso, atau secara mengejutkan dihadiahi sesuatu, dimudahkan dalam hal tertentu. Masih berani merencanakan ini-itu, meski dengan spekulasi tertentu. Berani membayangkan kebahagiaan di masa depan, meski siapa tahu bencana mendahului. Ah, gila... semua masih aku nikmati dengan baik. Setiap hari aku naik angkot dengan selamat sampai tujuan, belum ditambah bonus pemandangan perempuan berbaju seksi, yang setiap kali bergerak, apa pun yang mereka lakukan, senantiasa memperlihatkan bagian terbuka tubuhnya, karena baju dia bisa terlalu pendek atau ketat membungkus tubuh. Aku terlalu sering menikmati semua dengan kenikmatan diam-diam, sendirian. Aku berani bilang bahwa mulai pada 2005-an ini perempuan kota Indonesia tampaknya mengalami perubahan cara berpakaian; mereka memang masih malu-malu memperlihatkan tubuh dengan polos sampai kulit, tapi mereka pintar menonjolkan ketertarikan tubuhnya, baik dengan model yang amat rendah atau dengan sempurna membayangkan bentuk tubuh aslinya. Cara seperti itu sudah cukup bagi lelaki seperti aku tahu seperti apa di balik kain itu---entah lebih dahsyat atau malah mengejutkan.

Jadi ternyata semua masih aku dapat, aku rasakan, aku alami. Aku baik-baik saja, setidaknya dari permukaan dan kedalaman yang masih bisa dikira-kira. Aku dipersilakan mengalami segala sesuatu, diajak mengalami hal baru yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. 'Wartax, kamu belum pernah punya utang sebesar ini sebelumnya, jadi coba kamu alami dan nikmati; periksalah, apa kamu tabah dengan segala yang terjadi.' 'Wartax, dulu kamu malas sekali membayangkan punya anak, sekarang aku akan tambah satu lagi. Coba, apa kamu baik-baik saja nanti menjalani hidup rutin sehari-hari.' 'Wartax, ternyata gaji kamu langsung habis buat biaya sehari-hari; apa bisa kamu cari tambahan buat memenuhi kewajiban lainnya.' 'Wartax, mungkin kamu akhirnya akan mengaku, Tuhan menjadikan hidupmu per hari ini agar tambah bergantung pada Dia. Dia ingin menguji kamu apa teguh menjalani keimanan atau justru akan makin dimain-mainkan oleh syahwat.' 'Kamu menyaksikan banyak peristiwa besar di luar dirimu, tsunami, gempa di Jogja, banjir, bencana besar lain, apa kamu memikirkan kenapa hidupmu masih dijaga baik-baik saja? Kamu sempat dipatahkan oleh harapan, ditolak oleh orang lain, kalah oleh kenyataan; apa realitas yang kamu alami akan kamu syukuri atau akan kamu sia-siakan?' 'Kamu masih sangat kurang belajar banyak hal; dan ternyata belum saja mulai menimba lebih dalam...' Kata orang, peristiwa, ujian, adalah cara Tuhan menyapa makhluk-Nya. Begitu... mari, silakan masuk, Tuan.

Renovasi rumah ini memungkinkan aku tahu persis sesuatu, antara lain: betapa profesi pertukangan (kayu, tembok, alat lain) ternyata sangat berat dan melelahkan, dilihat dari kacamataku. Aku sempat bantu-bantu sedikit, dan bisa mengalami sendiri betapa kerja seperti ini betul-betul menguras tenaga dan membuat tubuh cepat kehabisan keringat. Aku sempat ikut angkut pasir beberapa karung, hasilnya, keesokan hari aku demam. Aku sempat ikut menatah tembok, hasilnya tanganku pegal-pegal seharian. Para tukang itu juga berencana dengan baik, mengira-ngira, menjaga profesionalisme, punya etos. Dari dulu aku takut sekali berprasangka buruk terhadap profesi yang bukan pilihan atau kemampuanku, apalagi yang dari permukaan langsung terlihat lebih kasar dan rendah; dan sekarang kembali kenyataan itu persis terjadi di depan mata. Aku sudah pasrah, aku hanya bisa mengusahakan membayar mereka sesuai kesepakatan, dengan utang sekalipun, dan aku melihat orang lain pun bangga dengan yang mereka lakukan. Aku sama sekali tak punya hak mengklaim punya hidup atau profesi lebih mulia, atau kalangan status sosial lebih bagus, sebab dalam banyak hal, ternyata aku terbukti nol. Aku tak bisa nembok, tak bisa dagang, tak bisa jadi pengusaha, takut berspekulasi, takut jadi tukang pulung, khawatir jadi tukang ojek... dan aku langsung sadar betapa Tuhan memang menciptakan makhluknya sesuai kapasitas masing-masing. Di sebuah buku aku pernah baca, 'Kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan mereka tidak dianiaya.' Aku dulu merasa bahwa pernyataan itu mirip sebuah penghiburan, tapi sekarang aku merasa itu sejenis pembebasan. Yang bisa aku lakukan begitu kecil di dunia ini, tapi itu pun masih harus dilakukan. Aku diciptakan untuk melakukan hal tertentu, memberi buah dari kemampuan itu, menyempurnakannya kalau bisa. Sebab kalau tidak, siapa lagi?
Kalau suka aku perhatikan dari sejumlah kesan dan prasangka buruk atau pandangan merendah-rendahkan profesi fisikal dibandingkan profesi yang konon lebih 'intelektual' dan halus, 'menak', jenis profesi seperti yang aku lakoni ini terasa sama saja hina dan kotornya. Maksudku: setiap profesi punya kemuliaan dan keistimewaan sendiri. Itu yang harus aku sadari terus. Maka jadinya kadang-kadang aku bisa luar biasa jengkel bila ada kendaraan pribadi dengan gusar mengklaksoni angkot di depannya agar cepat-cepat menyingkir, seolah-solah angkot itu adalah bangkai yang harus disingkirkan. Aku selalu ingin ke luar menghampiri pengklakson gelisah itu, bilang, 'Tuan, sopir ini sedang cari nafkah loh, buat dirinya dan keluarga. Menghidupi anak-istri. Tolong hormati dikit, coba lebih sabar...' Kalau tidak, ingin langsung aku hajar kaca jendela mobilnya. Andai kalau aku bisa mengganti kerusakan dengan mudah. Tapi syukur hasrat buas itu belum pernah terjadi. Alangkah mengerikan kalau terjadi.
Dibandingkan kekhawatiran atas himpitan utang dan kekaburan keinginan mendapat penghasilan lebih besar, jelas sekali hidup yang persis aku alami ini luar biasa rasanya. Aku sudah dibantu besar-besaran baik oleh saudara dan kawan-kawan, baik yang lama dan baru; diberi kesempatan menikmati sejumlah hal, entah pahit dan manis; dikasih pengalaman baru, entah emosional dan fisikal; diberi banyak barang gratisan, entah karena tak ternilai atau tak terjangkau; diberi kesempatan, kemampuan, keberanian, kemudahan... Aku lebih suka melanjutkan hidup beserta kandungan rahasia di dalamnya. Setidaknya aku menikmati hari ini yang luar biasa, dengan segala dinamikanya, termasuk gangguan yang terjadi. Aku berharap gangguan itu membuat aku belajar dan tahu sesuatu. Kali ini, setiap kali ke balkon loteng, meski belum beres, belum bisa ditempati, aku bisa mendengarkan kembali aliran selokan yang gemericik, jernih, berdenting-denting, seolah butir kaca digoyang-goyang; padahal aku tahu persis itu adalah aliran selokan tempat pembuangan kotoran manusia. Menakjubkan. Betapa imajinasiku dipenuhi ketenangan, keindahan, dan bukan sebaliknya. Betapa yang diberikan kepadaku, yang diperdengarkan pada telingaku, yang dicerap oleh indraku, adalah inti, esens, dan kotorannya lenyap. Ini pasti merupakan momen indah dalam hidupku---kurang-lebih dikurangi dosa.

Di samping itu, ada banyak hal yang masih aku tunggu dengan cadangan kesabaran cukup. Aku menunggu apa kesebelasan Inggris masih bisa membuat adrenalinku bergolak di Piala Dunia 2006 ini, kalau tidak mungkin ada yang salah kenapa selalu memfavoritkan mereka. Aku masih sabar menunggu bukuku terbit. Aku dengan santai menikmati bacaan yang bagus. Aku berusaha wajar menunggu kelahiran anak kedua, berharap kandungan istriku baik dan calon bayi kami sehat. Aku dengan tenang menikmati perbincangan teman-teman satu kalangan. Ada banyak lagu yang belum didengarkan, ada dvd yang dari dulu ingin ditonton ternyata belum sempat juga, ada posting yang cukup menarik direspons, ada gagasan yang mungkin patut diolah dan dijadikan artikel layak muat. Ada pengetahuan baru yang pantas disimak. Ada ajaran yang semoga bisa menyelamatkan aku sekeluarga dari siksa api neraka, ada orang baik yang pantas diteladani, mungkin ada aib yang disembunyikan dari dari kami dan diperlihatkan terjadi pada orang lain. Tentu akan ada kejutan baru dalam hidup ini, dan tepat pada saatnya niscaya terjadi pada kami. Semua dirahasiakan waktu dan peristiwa. Aku harap bisa menjalani sebaik mungkin, kalau diberi kesempatan. Akankah baik-baik saja; katakanlah secara spiritual? Hm... Tuan, untuk urusan ini hanya aku, Tuhan, dan pesuruhnya yang tahu. Aku sudah menisbatkan yang terjadi dalam diriku, fisikal atau spiritual, sebagai satu kesatuan, yang meski belum terpecahkan misterinya, tapi aku coba pahami sedikit demi sedikit---tentu disertai ralat oleh pengatahuan baru.

Aku sudah diberi bekal; bersyukur atas segala peristiwa, mari lanjutkan perjalanan.[] 23:14 20/06/06

Anwar Holid adalah eksponen TEXTOUR, Rumah Buku Bandung.

Kontak: Jalan Kapten Abdul Hamid, Panorama II No. 26 B, Bandung 40141, Telp. (022) 2037348

2 comments:

Adilla said...

Salam Bung Anwar...boleh saya link blognya? Terima kasih :).

Adilla said...

Salam Bung Anwar...boleh saya link blognya? Terima kasih :).