Pencuri Gokil,
Penulis Spektakuler
Pencuri Anggrek
Judul Asli: The Orchid Thief
Penulis: Susan Orlean
Penerjemah: Arief Ash Shiddiq
Penerbit: Banana Publishing, Juli 2007
Tebal: 367 halaman
ISBN: 979-1079-00-5
Pencuri Anggrek (Susan Orlean) merupakan buku yang mencengangkan! Asyik banget. Ini salah satu nonfiksi favoritku sepanjang waktu. Sejak baca di halaman awal aku ketawa-ketawa karena buku itu ternyata lucu abis! Ini buku non-fiksi paling lucu yang pernah aku baca. Entah karena karakter Laroche yang edan atau cara Orlean menulis. Orlean betul-betul menulis dengan cara spektakuler dan blak-blakan. Dan Yusi Pareanom sendiri berhasil menyunting buku itu dengan sangat bagus (ini dibandingkan dengan suntingan dia lainnya, antara lain The Catcher in the Rye dan Vernon God Little.)
Buku ini sangat menarik, bukan saja karena kisah tentang para pencuri anggrek langka dan penggila anggrek kelas dunia, melainkan juga tentang pertumbuhan kota Florida, dan bagaimana upaya sebuah negara memajukan salah satu bagiannya. Tentu ini bukan pujian buat AS, melainkan teladan yang bisa diikuti oleh pemerintahan di Indonesia kalau mau. Mereka susah payah membangun negara bagian paling tenggara itu. Susan Orlean lebih dari bertindak sebagai detektif yang dengan canggih mengolah dan menceritakan penelusurannya terhadap tanaman langka, suku Indian, dan budidaya anggrek; dia sendiri terlibat melakukan investigasi.
Bab-bab awalnya memikat karena teliti dan berwawasan luas, sayang setelah itu misalnya bab 'Demam Anggrek' dan 'Pekerjaan Mematikan' kering. Bab seperti itu jelas sulit bisa bikin ketawa. Tapi setelahnya kejenialan Orlean muncul lagi, sampai tamat. Aku bersemangat sekali membaca buku ini.
Cuma sejak awal aku membatin, tentu sulit sekali melakukan positioning untuk buku ini agar bisa menarik pembaca sebesar mungkin. Bagaimana mempromosikan agar buku ini laku atau dikenal, bahwa buku ini sangat memikat dan bukan saja pantas dibaca, melainkan membuat pembacanya kaya batin. Mungkin sulit menimbulkan sentimen 'anggrek' pada pembaca umum. Mungkin harus menjaring dulu para floris atau penggiat hobi anggrek, bilang ini ada buku gila tentang diri mereka sendiri. Istriku dulu nanam anggrek tapi selalu mati. Mertuaku cukup sukses nanam anggrek; banyak banget anggrek di rumahnya sana, di Serang. Rasanya 'anggrek' sudah sangat biasa, umum, nggak heroik maupun menakutkan. Bagaimana membangkitkan calon pembaca agar tahu bahwa buku ini menarik sekali? Mungkin sentimen pada 'Anthurium' yang harganya sekarang selangit bisa dicoba, meski sekarang Anthurium juga sudah usang. Tapi bisa jadi keinginan untuk kaya karena bunga, entah Anthurium atau anggrek hantu atau anggrek apa lagi, bisa dikuak.
Aku kesulitan mencari konteks penerbitan buku ini dalam masyarakat Indonesia. Di sini, anggrek bukan bunga eksotis. Anggrek sudah biasa karena ia telah terkenal sejak lama. Ia bukan bunga langka karena setiap floris menjual dan mengembangkannya. Apa dengan baca buku ini orang bakal maju selangkah bila memelihara anggrek? Atau tergerak untuk jadi pemburu anggrek? Apa anggrek paling langka dan paling mahal di dunia bisa membuat orang terjangkiti demam anggrek? Kegilaan pada sesuatu mungkin masih sulit diandalkan untuk menarik orang agar beli buku ini. Kayaknya kegilaan pada anggrek masih mirip kegilaan orang pada buku, kopi, teh, maupun kaset keluaran 'Yess.'
Pencuri Anggrek juga tambah terkemuka berkat upaya Charlie dan Donald Kaufman mengadaptasinya jadi skenario film, namun gagal. Kegagalan ini membuahkan skenario yang unik dan cukup lain, yakni kisah tentang kerja keras penulis skenario sekaligus tentang upaya seorang jurnalis menulis feature tentang pencuri anggrek di sungai penampungan kaum Indian. Lahirlah Adaptation, sebuah film yang sangat artistik dan segar. Film ini mengaburkan batas antara yang real dan fiktif; semua di bolak-balik, bahkan hingga ke proses pembuatan filmnya. Dari film ini aku mendapat verbatin sangat kuat dari Charlie Kaufman: Writing is journey to the unknown.
Beberapa minggu setelah Pencuri Anggrek terbit, buku ini didiskusikan di MP Book Point, termasuk menghadirkan seorang penulis dan penggila anggrek.
Pencuri Anggrek merupakan bukti unggulan bahwa nonfiksi juga bisa sangat memikat, dan Indonesia sebenarnya punya materi berlimpah-limpah soal itu. Persoalannya mungkin dalam hal investigasi dan cara ungkap. Seorang jurnalis nonfiksi juga bisa meliuk-liuk dalam menerangkan sesuatu, mengangkat sebuah subjek yang boleh jadi biasa, namun juga begitu atraktif dan hidup waktu menggambarkan karakter seseorang. Siapa sangka, berita kriminal umum tentang pencurian anggrek ternyata mengandung segudang cerita yang begitu menarik untuk diikuti dari awal hingga tamat.
Di sisi lain, buku Annie Dillard juga menarik, karena subjek tulisan dia indah banget, universal, menyentuh. Mungkin ini lebih kontekstual di zaman kampanye "global warming." Annie Dillard mengajak kita lebih mencintai alam dan hidup selaras dengannya. Konon, yang dia lakukan mirip yang dilakukan Henry David Thoreau dulu.[]
Resensi oleh Anwar Holid
No comments:
Post a Comment