Tuesday, February 27, 2024

Keutamaan The Message Of The Quran

Oleh: Anwar Holid

 

Foto: Wartax.


Pada awal Januari 2024 aku baru sempat mulai baca buku The Message Of The Quran karya Muhammad Asad (Leopold Weiss) seiring aku meneruskan ngaji Al-Qur’an masuk ke juz dua puluhan dan kini mulai baca juz 26. The Message Of The Quran merupakan salah satu buku paling tebal (1396 hal.) dan paling mahal yang pernah aku beli — itu pun aku pesan lewat ordal Mizan. Meski dulu waktu menerima semangat membuka-buka dan sempat membaca review Ulil Abshar Abdalla atas buku ini, ternyata buku ini akhirnya cukup lama cuma jadi pajangan yang jarang ditelisik dalam-dalam.

 

Waktu mulai cukup intens membaca The Message Of The Quran, aku langsung kagum dengan kejernihan dan kekuatan makna tafsir Al-Qur’an yang diungkapkan penulis. Terjemahan Al-Qur’an di buku ini memberi dimensi dan pencerahan baru dari pengetahuan yang selama ini aku baca dari terjemahan Al-Qur’an standar Departemen Agama, baik berupa tafsir terjemahan di samping ayat bahasa Arabnya maupun terjemahan kata per kata. Tentu pemahaman baru tersebut muncul berkat kualitas terjemahan yang tersampaikan dengan baik dan memuaskan. Sering Muhammad Asad menggabungkan beberapa ayat jadi satu paragraf, sehingga membuat pesan Al-Qur’an menjadi terasa lebih utuh dan lebih jelas dipahami bagi pembaca awam. Ini berbeda dengan penyajian Al-Qur'an standar Departemen Agama yang menampilkan terjemahan ayat demi ayat, sehingga kadang-kadang muncul pikiran bahwa isi ayat Al-Qur'an bisa sangat sendiri-sendiri dan terpisah dari inti surat secara keseluruhan.

 

Yang sangat menakjubkan dari Muhammad Asad ialah keluasan wawasan ilmu, pengetahuan, pertimbangan (moderasi), termasuk kedalaman bahasanya. Kualitas Asad ini tecermin dengan sempurna dari catatan kaki bukunya. Di catatan kaki ini beliau mengungkapkan secara luas sekali khazanah keilmuan, baik dari segi sejarah, kejelian memilih makna, serta komentar dan memberi  informasi berharga untuk memahami setiap ayat Al-Qur'an. Secara khusus dia melampirkan dan membahas empat hal pelik yang selama ini sangat penting untuk dipahami setiap pembaca Al-Qur'an, yaitu simbolisme dan alegori (majasi) dalam Al-Qur'an, al-muqaththa'at (huruf-huruf terpisah, seperti alif lam mim), istilah dan konsep jin, terakhir mengenai isra' mi'raj.

 

**

Seorang teman di WAG mengomentari The Message Of The Quran: Ini juga terjemahan favorit saya. Tapi, belakangan setelah lebih banyak belajar, saya mulai agak kritis membaca terjemahan Muhammad Asad ini. Yang perlu diingat adalah bahwa Muhammad Asad menafsirkan, bukan sekadar menerjemahkan. Sebagian besar terjemahan ayatnya sudah melalui proses penafsiran.

 

Untuk yang terbiasa dengan bacaan “sekuler”, terjemahan Asad ini sangat nyaman dibaca karena banyak bagian-bagian Al-Qur’an yang sifatnya di luar nalar diterjemahkan menjadi lebih rasional. Misalnya Al-Mulk ayat 5 yang umumnya diterjemahkan sebagai bercerita tentang bintang-bintang sebagai pelempar setan, oleh Asad ditafsirkan sebagai bintang-bintang sebagai bahan tebakan/ramalan oleh pengikut setan (ahli nujum).

 

Sebaliknya, terjemahan Asad ini mungkin tidak cocok bagi pengikut tasawuf. Setelah membaca-baca Futuhat al Makkiyah, saya baru paham bahwa Ibnu Arabi menerjemahkan ayat-ayat Al-Qur'an secara literal, tapi dengan takwil yang masuk entah ke akal atau ke hati.

 

**

Sekadar komentar, banyak pasase di The Message Of The Quran merupakan rangkaian panjang kalimat yang beranak-pinak dan berkoma-koma, sehingga berisiko bisa melelahkan pembacaan. memang dengan pembacaan yang hati-hati kalimat sangat panjang itu tidak membingungkan atau terasa janggal, hanya saja terasa kurang efektif.

 

Mungkin aku tidak akan bisa segera menamatkan buku ini, namun aku merasa bisa menikmatinya secara optimal tiap kali membacanya.

**
Note:

Sekilas tentang Muhammad Asad (Leopold Weiss): Muhammad Asad lahir pada 2 Juli 1900 di Galicia,  sekarang bagian dari kota Lviv, Ukraina — dulu bagian dari Kekaisaran Austro-Hongaria). Dia studi di bidang filsafat dan sejarah seni, sempat menjadi asisten perintis film (Dr. Murnau) dan genius teater (Max Reinhardt), di Berlin. Pada 1922, Asad menjadi reporter harian Frankfurter Allgemeine Zeitung, kemudian menjadi koresponden untuk negara Timur Dekat. Berkat kesan mendalam dari pengembaraannya di negara-negara Islam Timur Tengah dan Asia Tengah, dia memeluk Islam pada usia 26 tahun. Pada 1952, Asad ditunjuk mewakili Republik Islam Pakistan di Markas Besar PBB di New York sebagai Duta Besar Berkuasa Penuh. Asad wafat pada usia 92 tahun di Granada, Spanyol. Ketika menulis The Message of the Quran, dia sampai perlu tinggal bertahun-tahun dengan suku Badui Arabia demi memperoleh wawasan unik tentang semantik bahasa Al-Qur'an. Orang-orang Arab Badui memang masih banyak menggunakan bahasa Arab seperti yang dipergunakan dalam Al-Qur'an. Beberapa karyanya yang lain: The Road to Mecca, Islam at the Crossroads, The Principles of State and Government in Islam, dan Shahih Al-Bukhârî: The Early Years of Islam. Sumber: Mizanstore.[]