Matabaca, Vol. 4/no.9/Mei 2006
Bestseller: Kemunculan dan Beragam Versi
----------------------------------------
>> Anwar Holid
Anthony Lane, kritikus di The New Yorker sejak 1993, pernah menulis dua esai tentang sepuluh besar buku daftar bestseller versi New York Times Book Review (TBR) dari dua periode. Kesimpulan dia: Kebanyakan dari sepuluh besar itu sudah lenyap ditelan laut. Salah satu faktanya A Lion Is in The Street (Adria Locke Langley), bestseller no. 1 pada 1 Juli 1945 diketahui tak pernah dipinjam orang dari sebuah perpustakaan di New York sejak 1948. Temuan ini tampak makin menguatkan konotasi negatif bahwa buku yang masuk daftar bestseller menandakan sekadar menarik minat banyak orang dan berkualitas sastra lebih rendah. Kondisi seperti ini sebenarnya sangat dilematik buat banyak pihak. Kebanyakan penerbit besar mempertaruhkan segala-galanya demi mampu mencetak bestseller, tapi setelah berhasil reputasi buku itu bisa merosot dengan cepat, dan orang tetap cenderung kembali memfavoritkan buku bagus sesuai selera pribadi.
Ada buku bestseller yang dengan segera jadi sampah, dan ada judul yang awalnya asing namun perlahan-lahan jadi kecintaan ribuan pembaca, kemudian jadi sebuah karya yang abadi. Contoh untuk kasus seperti ini misalnya Tuesdays with Morrie (Mitch Albom). Dia nyaris putus asa karena novel pertama dia ini hampir-hampir tidak dikenal orang ketika pertama kali terbit, tapi musim-musim selanjutnya merajai daftar bestseller beberapa tahun ke depan, sampai kenyataan itu membuat dirinya terguncang.
Menurut Merriam-Webster's Encyclopedia of Literature, daftar bestseller dimulai pada 1895, ketika Bookman---sebuah majalah sastra Amerika---memulai penerbitannya; daftar dihimpun dari laporan penjualan di toko buku dari penjuru negeri itu. Tradisi itu terus berlanjut, berkembang, dan kriterianya berbeda-beda. Versi bestseller yang diakui paling terkemuka hingga kini ialah TBR, yang pertama kali keluar pada 9 April 1942, dipuncaki oleh The Last Time I Saw Paris (Elliot Paul). Di Inggris, daftar paling otoritatif ialah keluaran The Sunday Times. Kini saingan TBR banyak, baik dikeluarkan oleh media massa ataupun toko buku, antara lain versi Publisher's Weekly, Kirkus Reviews, Powell's City of Books (Powell.com), dan Amazon.com.
Semua versi berusaha memperlihatkan keunggulan dan keakurasian. Powells.com dan Associated Press misalnya, mengeluarkan daftar tanpa membedakan jenis buku (fiksi atau nonfiksi), melainkan berdasar jumlah penjualan, padahal lazimnya daftar dikategorikan berdasar jenis buku. Kategori klasik terdiri dari (1) hardcover fiksi, (2) hardcover nonfiksi, (3) paperback fiksi, dan (4) paperback nonfiksi. Kategori ini berkembang, berlain-lainan, dinamik, sesuai maksud penyusun. TBR misalnya, pada 2001 menciptakan kategori penjualan buku kanak-kanak; ternyata hal itu dibuat guna menyingkirkan serial Harry Potter (J.K. Rowling) agar pindah ke bagian lain, dan dengan demikian judul lain mampu masuk ke dalam daftar. Seiring perkembangan teknologi informasi, pendataan, dan kalkulasi, gencarnya penjualan dan promosi, masing-masing kategori tersebut punya keunggulan, kekhususan, sekaligus kelemahan. Bestseller biasanya mengabaikan penjualan direct-mail dan klub buku.
Kalangan industri penerbitan kerap obsesif menciptakan bestseller; mereka mengerahkan editor, promosi, pemasaran, penjualan, dan produksi agar mampu mengendus kehadirannya seawal mungkin. Faktor penentu biasanya saling berkaitan, mulai dari reputasi penulis, kegencaran promosi, strategi marketing, dan isi naskah sendiri. Tapi keajaiban senantiasa terjadi; kemudian melahirkan anggapan bahwa fenomena bestseller senantiasa unik karena ada faktor X yang di luar kemampuan siapa pun untuk mengontrolnya, antara lain kekuatan saran dari mulut ke mulut. Bestseller kerap kondisional, dan kejadiannya hanya terjadi sekali saja.
Sekilas mari perhatikan kondisi bestseller Amerika pada 2004-6. Era ini dikejutkan oleh The Kite Runner (Khaled Hosseini) yang berhasil dua kali memuncaki TBR pada 2004 dan seluruh 2005, bertahan lebih dari 75 minggu (kira-kira 1,5 tahun), dan kini terjual lebih dari 3 juta kopi. Padahal ketika pertama terbit, novel itu 'hanya' dicetak 50 ribu kopi---standar bagi penulis bukan siapa-siapa. Menurut prasangka banyak orang, buku tersebut jadi bestseller karena keberuntungan, yaitu persis ketika sentimen warga AS terhadap Afghanistan---yang dibombardir AS demi mencari Osama Bin Laden---sedang sangat tinggi. Novel itu hadir sempurna sesuai waktu, dan kini demamnya sedikit menjalar ke Indonesia, karena ada edisi terbitan Qanita. Tapi bisakah di sini sampai mampu mengalahkan minat pembaca pada The Da Vinci Code (Dan Brown) tentu harus dibuktikan.[]
Kontak: Jalan Kapten Abdul Hamid, Panorama II No. 26 B Bandung 40141 Telepon: (022) 2037348 HP: 08156-140621 Email: wartax@yahoo.com
No comments:
Post a Comment