HIDUP SEPERTI APAKAH YANG AKAN ENGKAU IKUTI
---Himawijaya
Ada beberapa kisah ketika seorang yang tadinya biasa menjadi luar biasa hanya dipicu oleh pengalaman atau mimpi yang kuat.
Carl Gustav Jung, seorang pendiri psikologi analitis, memutuskan ke luar dari jalur Freudian, dan mendirikan psikologi yang lebih spiritual, setelah sebelumnya mengalami pengalaman mimpi yang demikian kuat dan nyata. Enam bulan sebelum kejadian PD II, dia bermimpi benua Eropa mengalami musim salju yang ngak pernah berhenti. Setelah itu dia mengalami mimpi lagi, Benua Eropa dilanda banjir besar, dan banyak korban di sana. Mimpi yang demikian nyata ini, membuat dia sadar, bahwa mimpi bukan sekadar manifestasi traumatis, ada pesan di sana. Sebuah pesan yang bersifat spiritual, dan dia percaya bahwa setiap manusia bersumber pada sebuah kesadaran yang sama... yang juga bersifat spiritual, sampai akhirnya dia menggalinya dan merumuskan psikologi yang berusmber pada tradisi spiritual.
Demikian juga dengan Descartes. Rene Descartes, mengalami mimpi yang menguncang sesaat sebelum merumuskan landasan filosofisnya yang bertahan sekian abad. Dia bermimpi ada di sebuah gereja, yang kemudian ada angin puting beliung yang membuatnya terlempar dari gereja dan jatuh di tengah kerumunan orang, dan anehnya orang-orang tidak ngeh dengan angin putingbeliung tersebut. Mimpi kedua, adalah dia disambar petir yang cahanya sangat kuat, dan betul-betul membuatnya terperangah. Mimpi yang ketiga adalah lanjutan dari mimpi yang kedua di mana tiba-tiba di tangannya ada kertas bertuliskan "QUAD VITAE SEKTABOR ITER", HIDUP SEPETI APAKAH YANG AKAN ENGKAU IKUTI?
Dari pertanyaan di mimpi itu, dia lantas merumuskan landasan filosofis dalam pencarian kebenaran dan pengetahuan. Atas pertanyaan itu, dia jawab dengan lantang, "CORGITU ERGO SUM"---aku berpikir maka aku ada. Dia menjawab, bahwa kekuatan manusia adalah pikrirannya, Ego-nya, yang bisa menjangkau dan menaklukan dunia.
Demikian juga dengan Rasul Paulus, sebuah visi "kehadiran Yesus" yang membawanya kepada jalan pertobatan. Dan saya pikir banyak lagi pengalaman di mana visi atau mimpi yang kuat, membuat kita sejenak lepas dari ikatan keseharian jasadiah.
Jika hari ini, kita disodori kalimat "Quad vitae sektabor iter?" jawaban apa yang kita berikan? Tinggal pilih saja, apa akan menjawab Cogito Ergo Sum, yakni kitamengagungkan nalar dan kekuatan logika, kekukuhan ego, yang bermanifestai seharusnya begini, seharusnya begitu, kurang ini atau itu, mengagungkan "progresivitas", kemajuan (seperti lahirnya ciri Renaissance). Atau kita akan menjawab "SUM QUIAE EST ESSE"---aku ada karena Wujud itu ada. Sebuah jalan fana, jalan peniadaan diri, penghancuran ego. Sebuah diri yang sering tertatih dan gamang menapaki hidup, dan bermohon diberi petunjuk-Nya. Sebuah jalan di mana diri merasa tidak mampu kecuali atas pertolongan-Nya. Sebuah diri, yang berucap syukur dan sabar atas apa yang dijalaninya. Sebuah diri yang melihat bahwa semuanya, apa pun yang nampak berada dalamgenggaman-Nya dan desain besar-Nya.[]
Himawijaya, penulis buku Mengenal Al Ghazali (DAR!Mizan)
2 comments:
Lalu apa kata Kiegaard tentang "aku"?
Wah... kurang tahu tuh. nanti aku selisik dulu ya. :)
Makasih sudah baca mas. Salam kenal ya.
Wasalam,
Wartax
Post a Comment