Friday, December 25, 2009



[BUKU INCARAN]

10 BUKU INDONESIA 2009 LAYAK PERHATIAN
---Anwar Holid

Judul disusun berdasarkan urutan alfabet.

1/ 9 dari Nadira (Leila S. Chudori; KPG, 270 hal.)
Buku ini hadir setelah penulisnya absen menerbitkan buku lebih dari dua dasawarsa lalu, persisnya setelah Malam Terakhir (1988) mendapat respons positif dari berbagai kalangan karena kepekatan ceritanya dengan sosial-politik dan gaya berceritanya yang amat kuat dan bisa jadi tanpa tedeng aling-aling terhadap berbagai kemunafikan.

9 dari Nadira cukup berbeda dari Malam Terakhir, ia lebih merupakan cerita cukup panjang saling terkait yang berpusar pada tokoh utama perempuan bernama  Nadira. Hidup normal Nadira sendiri terganggun oleh kisah dalam diari peninggalan ibunya yang mati bunuh diri, masa  kecilnya yang bandel, luka terlalu dalam dengan kakak sulung perempuannya, hubungannya dengan ayahnya yang  mengalami post power syndrome, kakak lelakinya yang bujang lapuk, karirnya sebagai wartawati, wawancaranya dengan seorang psikopat pelaku pembunuhan berantai, rekan kerja yang mencintainya tapi dia abaikan,  perkawinannya yang bermasalah. Meski realis, Leila masih bisa mengelaborasi mitos, agama, beban psikologi,  trauma, kekecewaan, dan misteri batin manusia jadi jalinan kisah yang memikat.

2/ Akar Berpilin (Gus tf; GPU, 70 hal.)
Kumpulan 38 sajak yang imajinatif dan kaya nuansa, kebanyakan menelisik sifat manusia dan bertanya siapa  sebenarnya makhluk bernyawa penuh gejolak yang terbalut daging dan tulang ini. Memang buku ini tak akan  memuaskan dalam sekali baca, namun ia akan tetap menarik untuk dibolak-balik. Puisi Gus tf menantang untuk kita  baca berulang-ulang karena mengandung permainan bahasa dan makna yang lumayan sulit, tapi tidak sampai  membuat puisi itu jatuh jadi gelap. Ungkapan-ungkapannya eksploratif.

3/ Jangan Main-Main dengan Tuhan (Bambang Joko Susilo; Republika, 156 hal.)
Lebih terkenal sebagai penulis cerita kanak-kanak dan remaja, Bambang Joko Susilo juga tetap berusaha  memperlihatkan kinerjanya di dunia sastra dewasa. Tema kumpulan cerpen ini fokus pada tema maut dan peristiwa  kematian, hampir semua menggunakan sudut pandang orang pertama, sebagian besar setting terjadi di tempat yang terkesan sebagai pinggiran kota, sehingga mengesankan cerpen-cerpen di dalamnya secara longgar memiliki keterkaitan.

Kisah dalam cerpen Bambang Joko Susilo bersahaja, memprihatinkan, sekaligus mampu memaksa pembaca mengakui  kejujuran dan pandangannya yang tanpa kompromi terhadap berbagai kemunafikan. Biasanya si protagonis jujur, teguh memegang prinsip dan moralitas, membuat ekspresi dan emosi karakter terungkap dengan baik---meskipun ada juga cerpen dengan tokoh frustrasi yang akhirnya kalap padahal sebelumnya mati-matian menahan diri terhadap gempuran yang mengikis mentalnya.

4/ Membongkar Manipulasi Sejarah (Asvi Warman Adam, Penerbit Kompas, 257 hal.)
Buku sejarah yang renyah, kaya informasi, dan mengoreksi banyak salah anggapan terhadap berbagai peristiwa  sosial-politik yang terjadi di Indonesia. Setengah dari isi buku ini menelusuri perhatian utama Asvi pada kontroversi  pendapat mengenai peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang memang mengubah perjalanan bangsa Indonesia.  Asvi dengan tegas menolak istilah "G30S/PKI" (versi pemerintah Orde Baru) atau "Gestapu" (versi pers militer) karena menilai bahwa dalang dari peristiwa tersebut berbeda-beda, masih terasa sebagai konspirasi, dan masih merupakan misteri yang belum terpecahkan secara definitif.

Asvi sering menimbang berbagai simpang-siur terhadap suatu peristiwa sejarah dengan secara jeli dan tegas. Misal,  dia kukuh mengingatkan bahwa Susilo Bambang Yudhoyono ialah presiden Indonesia ke-8, bukan ke-6 sebagaimana  keyakinan pers dan anggapan masyarakat umum selama ini. Kenapa kekeliruan anggapan itu sulit diubah? Dia juga mendukung berbagai alternatif temuan baru dan kemungkinan bahwa peristiwa sejarah bisa berlangsung di luar  dugaan pihak resmi, dan mengusahakan agar tesis maupun fakta itu terus dikaji kebenarannya, bukan malah ditutup-tutupi. Selama ini pendapat bahwa para Wali Songo ada kemungkinan berasal dari Cina dihalang-halangi, Asvi mencoba mengangkatnya berdasarkan berbagai arsip lama yang selama ini terabaikan.

5/ Menuju Jurnalisme Berkualitas (Ignatius Haryanto, ed.; KPG, 424 hal.)
Buku ini merupakan kumpulan karya finalis dan pemenang Mochtar Lubis Award 2008, terdiri dari lima kategori, yaitu pelayanan publik, tulisan feature, pelaporan investigasi, foto jurnalistik, dan liputan mendalam jurnalisme televisi.

Hal paling berharga dari buku ini ialah kita bisa membaca dan belajar tentang tulisan bermutu, sekaligus tahu alasan kenapa karya tersebut memang benar-benar mantap. Ini memberi kepastian bahwa karya yang bagus itu memang bisa diukur, ada faktor dan kriterianya. Menurut penyuntingnya: aneka contoh (karya ini) akan sangat berguna bagi para pembaca dan membuat mereka bisa mencecap langsung seperti apa karya jurnalistik yang baik itu.

Buku ini terutama berharga sekali bagi mahasiswa jurnalistik dan siapapun yang tertarik dengan kepenulisan, orang yang ingin menekuni citizen journalist, termasuk blogger. Kita bisa membaca baik tulisan pendek yang berisi, maupun tulisan amat panjang yang benar-benar memikat. Secara tersirat buku ini juga menguatkan kaitan antara industri pers yang sehat, berkembang baik, dengan kualitas karya jurnalistik yang juga hebat---meskipun ini bukan sesuatu yang mutlak.


6/ Miracle of the Brain (Tingka Adiati; GPU, 207 hal.)
Setelah bangkit dari koma, suami Tingka Adiati kembali hanya untuk diurus sebagai pasien selama lebih dari satu tahun  lamanya. Apa yang bisa dilakukan istri dalam keadaan seperti itu? Tingka segera memutuskan dirinya akan total  mendampingi suaminya, menjalani drama amat mengharukan yang bisa dibayangkan oleh pasangan suami-istri atau  orang-orang yang merasa siap berkorban nyawa bagi kekasihnya.

Selama bulan-bulan yang mengguncangkan itu Tingka mengalami turning point---suatu titik balik yang menandai  perubahan kehidupan seseorang menjadi lebih baik dan baru sama sekali. Saat itulah dia membuktikan makna cinta  dan kasih sayang kepada suami, anak-anak, dan keluarga. Dia juga mendapatkan visi baru tentang iman, hubungan  yang lebih intim dengan Tuhan, dan spirit dalam menghadapi kehidupan. Dalam buku memoar inilah semua luapan emosi seorang istri dalam merawat suami yang terkena stroke selama lima belas bulan kemudian terekam secara  menggetarkan. Selain menulis cukup detil cara merawat pasien stroke, memenuhi kebutuhan terapi untuk suaminya, Tingka merefleksikan hidup dan perjalanan perkawinannya. Periode itu berlangsung amat drastik dan dramatik.

Tingka sepenuhnya menghayati pemulihan penderita stroke sebagai fase manusia dewasa balik lagi ke tahap bayi,  tanpa daya, bergantung orang lain, dan kebutuhannya harus langsung terpenuhi---sebab kalau tidak bisa berakibat  fatal. Dia berkali-kali menghadapi situasi amat buruk, namun kekuatannya bisa kembali pulih untuk membuktikan  betapa seorang istri bisa begitu setia, sayang, tegar, sekaligus berbakti pada keluarga. Pantas bila Budiarto Shambazy amat salut kepada Tingka. Katanya, "Tingka telah menjadi manusia ikhlas dengan  merawat suaminya, sejak sakit sampai wafat dan membesarkan tiga anak tanpa berkeluh  kesah---jauh melebihi  kemampuan sebagian dari kita, manusia biasa."

7/ Nyi Vinon (Vinondini Indriati; Daun Buku, 398 hal.)
Vinondini menulis tentang dirinya, trah keluarga, orang-orang terdekat, pikiran, keyakinan, juga nilai yang berhadap-hadapan  dengan keyakinannya sebagai individu. Dia menunjukkan betapa individu itu bisa sangat unik. Betapa orang  kebanyakan---apalagi "bukan siapa-siapa"---bisa memiliki idealisme yang amat kuat, mengejutkan, juga memiliki  komentar amat jeli tentang agama, politik, pendidikan, masyarakat, sosial, termasuk pengamatan diri yang jernih.

Membaca autobiografi Vinon bisa membuat orang terkesima, "Ternyata ada orang seperti ini!" Meski kadang-kadang  kepribadiannya tampak aneh, Vinon membuktikan bahwa seorang individu itu khas, merdeka, unik sama sekali. Berkat  orisinalitas dan keunggulannya, Nyi Vinon berpeluang menjadi buku standar dalam genre autobiografi di Indonesia.

8/ Salamatahari # 2 (Sundea; Pikiran Kecil, 62 hal.)
Dalam buku tipis-mungil ini, semua benda jadi bernyawa, dekat, punya pikiran, dan bermain-main dengan penulisnya.  Menulis secara naif---dengan ejaan yang sengaja mengabaikan kaidah EYD dan informal---Sundea berhasil  menghidupkan peristiwa sehari-hari jadi pengalaman mistik dengan benda-benda. Mengagetkan betapa sesuatu yang  tampak sangat remeh mendadak mungkin saja bisa menjadi sesuatu yang ajaib. Kadang-kadang pikiran Sundea  tampak aneh sekali dalam memandang benda. Sekilas, pembaca umum akan menganggap buku ini akan mudah  dipahami karena bercerita dengan bahasa kanak-kanak, tapi pikiran dewasa penulisnya kerap menyelinapkan  persoalan subtil seperti kematian, kondisi jiwa manusia, dan bagaimana biar kita bisa setiap menghargai kehidupan  hingga ke hal sekecil-kecilnya.

9/ Seribu Tahun Cahaya (Mad Soleh; Pustaka Bimasakti, 245 hal.)
Novel humor tentang Indonesia pada tahun 2100. Dunia dan segala sejarahnya sudah begitu banyak berubah. Tahun itu Indonesia menjadi negara adidaya yang memelopori penjelajahan luar angkasa di luar sistem tatasurya dan menjadi pusat pertemuan ilmuwan dari berbagai belahan dunia. 
Indonesia menjadi negara federal, ibu kotanya pindah ke Lamongan yang lebih segar, sebab Jakarta tetap macet dan gagal diperbaiki. Presidennya seorang visioner bijak bestari bernama Notonegoro---meskipun dia dahulu sempat mengidap skizofrenia, tapi sudah sembuh total.

Cerita dalam Seribu Tahun Cahaya melibatkan sains dan teknologi luar angkasa yang pelik, namun juga mempersoalkan sifat-sifat dasar dan abadi dalam diri manusia, seperti kasih sayang, persaingan, dan kegaiban  masalah hati. Semua berlangsung secara nalar dan terkendali. Humor-humornya bisa melontarkan kita pada  kesumpekan persoalan hari ini, membuat kita lebih optimistik bahwa Indonesia bisa menjadi negara yang hebat juga. Penulisnya, seorang sarjana ilmu farmasi dari Universitas Airlangga, Surabaya, sungguh-sungguh menciptakan dunia bualan secara meyakinkan. Secara fantastik dia kembali mengenalkan khazanah musik lama mulai dari The Beatles, Pink Floyd, dan Benyamin S., termasuk kuliner tradisional Indonesia yang abadi digemari orang dari berbagai negeri.

10/ Simply Amazing (J. Sumardianta; GPU, 188 hal.)
J. Sumardianta membongkar naskah ini sedemikian rupa hingga menjadi buku berisi pergumulan manusia dengan drama kehidupannya, terutama demi memuliakan diri dan menemukan nilai yang paling berharga,  yaitu spiritualitas. Singkatnya, buku ini berisi kontemplasi perihal masalah sederhana yang berdampak luar bisa dalam  hidup tokoh-tokohnya.

Sumardianta berhasil dengan jeli memastikan kenapa dan kapan momen-momen spiritualitas seseorang bisa tumbuh (mengalami epifani), lantas membentuk karakter orang tersebut secara permanen. Pengalaman spiritual bukan hanya monopoli orang beragama, melainkan bisa juga terjadi pada orang yang awalnya ateis, atau beralih iman. Spiritualitas itu berbeda sedikit dengan religiositas (keagamaan), ia membutuhkan intensitas penghayatan yang lebih besar dengan kehidupan manusia dan Tuhan.

Keunggulan lain buku ini ialah memperlihatkan betapa pemahaman J. Sumardianta terhadap iman lain---terutama  Islam---bagus. Dia mampu menyelami kedalaman spiritual agama Islam, Buddhisme, maupun Hindu, dan itu cukup  mengagetkan bagi seorang guru kolese, yang bukan saja begitu akrab dengan spiritualitas Katolik, melainkan juga  sangat jelas komitmen imannya. Lewat pancaran spiritualitasnya, di buku ini Sumardianta mengajari kita soal toleransi  dan kebajikan yang amat penting agar terhindar dari bahaya SARA.[]

ANWAR HOLID bekerja sebagai editor, penulis, publisis. Eksponen TEXTOUR, Rumah Buku, Bandung. Blogger @  http://halamanganjil.blogspot.com.

KONTAK: wartax@yahoo.com | HP: 085721511193 | Panorama II No. 26 B Bandung 40141

CATATAN: Tulisan ini awalnya muncul di http://www.jakartabeat.net

No comments: