[WAWANCARA]
Tamparan untuk Sikap Beragama Bangsa Indonesia---Anwar Holid
Arvan Pradiansyah menerbitkan
You Are Not Alone: 30 Renungan tentang Tuhan dan Kebahagiaan pada trimester akhir tahun 2010 dan memasuki trimester awal 2011 buku ini terus mendapat sambutan positif. Dalam sebulan, buku tersebut sudah cetak ulang, dan hingga kini masih bertahan di display utama banyak toko buku. Sebuah toko buku di Jakarta baru-baru ini masih menyertakan buku tersebut sebagai pilihan dalam "Recommend of the Month" sejak awal tahun 2011. Di media massa mainstream, resensi buku tersebut antara lain muncul di
Republika,
Seputar Indonesia,
Suara Mandiri (NTB), dan
Media Indonesia.
Di tengah rapuhnya sikap terhadap keragaman dan fanatisme beragama di Indonesia, buku ini tanpa ragu memprovokasi pembaca betapa kadar spiritualitas orang beragama bisa jadi justru kosong---itu sebabnya mereka suka merasa benar sendiri, intoleran, sampai akhirnya mengamuk dan bertindak brutal. Kita lihat kekerasan atas nama agama terus terjadi secara berlarut-larut, sementara upaya solusinya terasa sukar dipahami terutama oleh pihak-pihak yang bertikai. Lebih gawat lagi, kadang-kadang para pemuka agama tanpa malu menyebarkan kebencian kepada pemeluk agama lain di tempat ibadah, di sela-sela ibadah ritual.
Wawancara dilakukan via email, dijawab oleh Arvan di sela-sela kesibukannya sebagai konsultan sumber daya manusia untuk berbagai perusahaan, penulis, dan pembicara publik---terutama menjadi narasumber talkshow "Smart Happiness" di Smart FM setiap Jumat, pukul 07.00 - 08.00 WIB yang disiarkan ke-20 kota di Indonesia.
/***/
Anwar Holid (AH): Pada Jumat, 15 Oktober 2010 di episode JANGAN BUNUH DIRI acara Kick Andy membagi-bagikan 600 kopi You Are Not Alone kepada pemirsanya. Seperti apa perasaan Anda atas pilihan tersebut?
Arvan Pradiansyah (AP): Tentu saja saya merasa senang sekali. Acara Kick Andy itu kan disiapkan oleh tim yang sangat selektif. Kalau pada akhirnya mereka memilih You Are Not Alone sebagai buku pilihan, itu merupakan apresiasi yang luar biasa kepada saya. Selain itu, acara Kick Andy ini kan secara eksposure-nya kan cukup baik dan diminati oleh banyak pemirsa di Indonesia, jadi penampilan buku You Are Not Alone di Kick Andy mudah-mudahan bisa membuat buku ini makin dikenal, dan yang lebih penting lagi membuat pesan yang ingin saya sampaikan di buku ini dapat menjangkau lebih banyak lagi anggota masyarakat.
AH: Menurut Anda, seserius apa persoalan spiritualitas bagi bangsa Indonesia?
AP: Sangat serius. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat religius. Semua orang berduyun-duyun memenuhi rumah ibadah. Bahkan jamaah haji kita merupakan jamaah yang terbesar di dunia. Tapi ternyata menjadi religius tidak serta merta mengubah perilaku kita. Kita masih "juara" dalam hal korupsi, pornografi, dan bajak-membajak. Bahkan tidak ada satu lembaga hukum pun di negara kita yang bebas dari mafia. Ini kan luar biasa sekali. Artinya, ketaatan beribadah ternyata tidak berdampak pada perilaku kita. Kesalehan individu tidak berimbas pada kesalehan spiritual. Padahal inti spiritualitas itu sederhana sekali. Spiritualitas adalah mengenai bagaimana menjadi orang baik. Sangat sederhana bukan?
AH: Sebagian orang ateis juga bisa sangat mendalam membicarakan spiritualitas maupun ketuhanan, misalnya Andre Comte-Sponville dan Friedrich Nietzsche. Apa komentar Anda mengenai hal itu? Spiritualitas seperti apa yang mereka bicarakan? Adakah spiritualitas yang dibicarakan orang ateis itu sama atau berbeda dengan maksud orang beragama?
AP: Menurut hemat saya orang yang ateis itu sesungguhnya adalah orang yang melakukan pemberontakan terhadap organized religion. Penyebabnya bisa banyak hal, misalnya karena keinginan untuk hidup bebas dan tidak terikat. Bukankah agama seringkali (dipersepsikan) membatasi kemampuan berpikir manusia? Bukankah agama seringkali (dipersepsikan) menjejali manusia dengan segala macam dogma yang tidak masuk akal? Jadi pada diri orang yang ateis itu sesungguhnya ada pemberontakan terhadap kemapanan yang diwakili oleh agama, ada benturan antara keinginan untuk berpikir bebas dengan keharusan untuk patuh pada keyakinan dan nilai-nilai tertentu.
Namun jauh di lubuk hati mereka yang paling dalam sesungguhnya mereka percaya kepada Tuhan, paling tidak Tuhan dalam definisi mereka sendiri. Orang-orang seperti Andre Comte-Sponville misalnya, mengatakan bahwa manusia terdiri dari jasmani dan rohani. Nah, menyebutkan "rohani" saja sesungguhnya sudah menunjukkan indikasi bahwa dia percaya pada sesuatu yang tidak terlihat. Ini sesungguhnya sudah merupakan sedikit indikasi bahwa ia curiga bahwa Tuhan itu ada.
AH: Andre Comte-Sponville mengajukan argumen bahwa spiritualitas bisa dilakukan (dimaknai oleh orang) tanpa Tuhan. Apa komentar Anda?
AP: Memang benar bahwa spiritualitas bisa dimaknai tanpa Tuhan. Inti spiritualitas kan adalah menjadi orang yang baik. Dalam konteks bisnis, spiritualitas berarti melayani orang lain dengan sepenuh hati, dengan segenap jiwa dan raga. Ini tentu saja dapat dilakukan tanpa dikaitkan dengan Tuhan. Namun tanpa dikaitkan dengan Tuhan spiritualitas tidak akan maksimal dan tidak akan sempurna. Kenapa demikian? Karena sesungguhnya dasar dari segala kebaikan itu adalah Tuhan. Tuhan adalah asal muasalnya segala bentuk kebaikan. Bahkan kenapa kita harus melayani orang lain (dengan melakukan pekerjaan) sesungguhnya adalah karena kita meneruskan pelayanan yang diberikan Tuhan kepada kita secara gratis. Tuhan sudah melayani dengan memberikan kehidupan yang begitu indah dan luar biasa kepada kita. Pelayanan ini sulit untuk kita balas karena Tuhan tidak membutuhkan balasan apa pun dari kita. Bukankah dia Yang Maha Kaya? Jadi cara kita membalas pelayanan Tuhan adalah dengan cara melayani sesama manusia. Inilah yang dilakukan orang di dalam bisnis.
Nah, orang yang melakukan spiritualitas tanpa mengaitkannya dengan Tuhan tidak bisa melihat fenomena ini secara keseluruhan. Paradigmanya kurang lengkap, kurang paripurna. Ibaratnya dia hanya melihat perjalanan hidup ini dari A sampai M, bukan sampai Z.
AH: Menurut Anda, dengan cara apa manusia bisa berhubungan secara ideal dengan Tuhan? Apa lewat doa, menaati perintah Tuhan, atau memeluk agama?
AP: Tentu saja dengan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Tanpa menjalankan ibadah sesuai ajaran agama saya kira manusia tidak akan bisa berhubungan secara ideal dengan Tuhan.
Agama sesungguhnya mengandung dua unsur: Religiositas dan Spiritualitas. Religiositas menurut saya lebih pada tata cara untuk berhubungan dengan Tuhan, sementara Spiritualitas adalah pada "pertemuan" dengan Tuhan itu sendiri. Jadi inti dan hakikat setiap agama sesungguhnya adalah Spiriritualitas yaitu bagaimana berhubungan dan berkomunikasi langsung dengan Tuhan.
Banyak orang yang melakukan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya tapi tetap saja gagal "menjumpai" Tuhan. Mereka rajin beribadah tapi tidak pernah memahami apa maksudnya. Mereka sesungguhnya sedang menjalankan aktivitas ritual yang tidak bermakna lebih selain hanya sebagai menjalankan kewajiban. Mereka hanya takut pada Tuhan di rumah ibadah. Tapi begitu ke luar dari rumah ibadah mereka memasabodohkan Tuhan, menganggap Tuhan itu tidak ada dan tidak hadir dalam kehidupan mereka. Inilah orang yang religius tapi tidak spiritual.
Di lain pihak ada orang yang spiritual tapi tidak religius. Orang ini percaya pada Tuhan tapi tidak menganut ajaran agama apa pun. Mereka ini akan sulit berhubungan dengan Tuhan karena bagaimanapun kita membutuhkan cara dan sarana agar dapat berkomunikasi secara intensif dengan Tuhan. Cara inilah yang diatur oleh ajaran agama.
AH: Ini soal penggunaan istilah asing. Seorang pembaca menanggapi You Are Not Alone sebagai berikut: "Sayang, mirip Rhenald Kasali dan Hermawan Kartajaya, Arvan tidak mengajarkan pembacanya mencintai bahasa Indonesia. Semua judul bukunya berbahasa Inggris. Padahal sang penulis mengajarkan tentang cinta. Kenapa kita enggak pakai judul bahasa Indonesia saja? Misal, "Kita tak sendiri". Atau "7 kaidah kebahagiaan". Saya agak iritasi membaca buku bahasa Indonesia, dikarang oleh orang Indonesia, ditujukan untuk pembaca orang indonesia, tapi bahasanya asing, entah itu Arab, Inggris, atau Belanda." Ini seakan-akan menunjukkan bahwa penulis seperti Anda tidak cinta bahasa Indonesia. Bagaimana komentar Anda?
AP: Menurut saya penggunaan judul buku dengan menggunakan bahasa asing bukanlah persoalan cinta. Ini persoalan efektivitas. Setiap bahasa memiliki nilai rasa yang berbeda. Saya pernah membaca bahwa bahasa Arab memiliki nuansa dan nilai spiritual yang tinggi. Sementara bahasa Inggris lebih solid dalam menyampaikan suatu konsep. Jadi sebuah konsep yang diungkapkan dalam bahasa Inggris akan terdengar lebih padat, compact dan bermakna. Coba saja Anda lihat buku-buku saya. Coba Anda rasakan, mana yang lebih solid: Andalah Sang Pemimpin atau You Are A Leader? Menghargai Setiap Saat atau Cherish Every Moment? 7 Kaidah Kebahagiaan atau The 7 Laws of Happiness. Ini sekali lagi adalah masalah rasa bahasa.
Akan halnya You Are Not Alone, menurut saya bukan hanya masalah rasa bahasa, tetapi juga berkaitan dengan maknanya. Dalam bahasa Indonesia mungkin kita menerjemahkannya dengan "Anda Tidak Sendiri". Kata "sendiri" dalam bahasa Indonesia bermakna seorang diri, padahal kata "alone" tidak bermakna seorang diri tapi bisa juga berdua, bertiga, maupun dengan banyak orang.
Maksud saya begini, orang yang berselingkuh itu kan ketika sedang berselingkuh pasti berdua, tidak mungkin sendiri. Orang yang korupsi itu juga kan tidak mungkin sendirian, tapi berjamaah. Padahal pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa orang-orang yang selingkuh atau korupsi itu menyangka diri mereka tidak dilihat oleh Tuhan (bukan berarti bahwa mereka sedang sendirian, tapi bahwa mereka sedang jauh dari Tuhan). Karena itu kalimat yang lebih pas untuk menunjukkan hal ini adalah "You Are Not Alone", bukan "Anda Tidak Sendirian".
AH: Sebagian pembaca berhati-hati bahwa spiritualitas dikhawatirkan bisa mencampuradukkan atau mengotori keyakinan (iman) terhadap agama. Bagaimana membedakan agama dan spiritualitas? Bagaimana cara You Are Not Alone bisa memberi manfaat mengenai kebertuhanan yang hakiki?
AP: Berhati-hati tentu baik-baik saja. Yang tidak baik itu curiga, karena dalam curiga itu ada berbagai prasangka. Banyak orang menyalahpahami spiritualitas karena tidak memahami apa artinya. Seolah-olah spiritualitas adalah ajaran tanpa agama. Padahal sesungguhnya inti dari setiap ajaran agama itu adalah spiritualitas. Tidak ada agama tanpa spiritualitas. Apa itu spiritualitas? Bagi saya spiritualitas itu adalah rasa terhubung (sense of connection) dengan Tuhan. Masalahnya ada banyak orang yang setelah menjalankan ritual keagamaan masih merasa jauh dengan Tuhan. Indikasinya adalah ketika mereka masih melakukan berbagai kemaksiatan walaupun mereka rajin beribadah, seolah-olah ibadah yang mereka lakukan itu tidak ada bekasnya sama sekali dalam keseharian mereka.
Jadi agama itu selalu berkaitan dengan ajaran dan aktivitas ritual sementara spiritualitas itu adalah keterhubungan dengan Tuhan. Nah, pesan utama dan terpenting yang saya sampaikan dalam You Are Not Alone adalah sebagai manusia kita mempunyai kebutuhan untuk selalu dekat dan terhubung dengan Tuhan. Kita harus menyadari bahwa Tuhan bukanlah sosok yang jauh, yang ada diluar angkasa sana. Tuhan justru ada di dekat kita bahkan lebih dekat dari urat leher kita sendiri. Kalau kita menyadari hal ini maka kita akan selalu optimis, tak pernah merasa sendiri, dan tidak akan melakukan perbuatan yang tercela.
AH: Sejauh pengamatan Anda, adakah komentar negatif terhadap You Are Not Alone? Apa tanggapan mas Arvan terhadap review seperti itu?
AP: Sejauh ini tanggapan terhadap You Are Not Alone sangat positif. Beberapa perusahaan bahkan memesan buku ini dalam jumlah banyak untuk dibagikan kepada para karyawannya. Saya juga banyak mendapatkan tanggapan dari berbagai orang yang merasa tercerahkan setelah membaca buku ini.
Saya juga mendapatkan apresiasi dari teman-teman dari berbagai ajaran agama. Ini merupakan bukti bahwa Tuhan adalah sesuatu yang universal. Tuhan ada dalam diri setiap manusia. Orang bisa saja memanggil Tuhan dengan nama yang berbeda, tapi Tuhan yang dimaksud ya Dia Dia juga. Dialah Tuhan Yang Satu. Tuhan Yang Maha Kuasa.
AH: Terakhir: apa harapan utama Anda atas terbitnya You Are Not Alone?
AP: Saya berharap buku ini dapat mengubah paradigma masyarakat Indonesia tentang Tuhan. Tuhan itu dekat, bukan jauh. Tuhan ada di mana-mana, bukan hanya di tempat ibadah. Tuhan ada di kantor, di pabrik, di bursa, di instansi pemerintah, di pengadilan, di kejaksaan, di kepolisian, di mana saja kita berada.[]
Anwar Holid, penulis buku
Keep Your Hand Moving (GPU, 2010).
KONTAK: wartax@yahoo.com | http://halamanganjil.blogspot.com
Situs terkait:
http://www.ilm.co.id
http://www.elexmedia.co.id/buku/detail/9789792779189
Copyright © 2010 Anwar Holid