Keroncong Lama, Baru Dengar Sekarang
Songs From Old Djakarta In Krontjong Beat
Various artists
Produser: Jajasan Seni Tetap Segar, Djakarta
Label: Evergreen
Format: Vinyl
Genre: Kroncong, folk
Tahun rilis: -
Durasi: 28 menit (12 tracks)
Mendengar keroncong selalu mengingatkan aku pada seorang uwakku yang tinggal di Tasikmalaya dan Kuningan. Dia punya cukup banyak kaset keroncong, bahkan ketika VCD sudah umum, setahuku dia juga tampak suka beli.
Meski kami beda selera, toh dulu setiap kali berlibur ke rumahnya aku tetap suka buka-buka sleeve kaset atau vcd keroncong. Apa menariknya keroncong? Penyanyi perempuannya pakai kebaya, musisinya sering kelihatan sudah paro baya, terkesan tidak dinamis. Yang juga suka membuatku kurang terkesan ialah karena barangkali di zamanku lagu-lagu "asli" keroncong sudah cenderung stagnan. Pasarnya hanyalah ceruk kecil dalam industri musik Indonesia. Sebagian keroncong yang aku dengar adalah cover version dari lagu-lagu pop cengeng tahun 1980-an. Kebayang kan, sudah liriknya bikin enggak tahan, iramanya keroncong lagi! Tapi sisi baiknya minimal aku dengar seperti apa Gesang, Sundari Sukotjo, Waldjinah, Toto Salmon, termasuk virtuositas Idris Sardi.
Seiring meluasnya selera musikku, termasuk pada musik daerah dan tradisional, rasanya aku makin bisa menghargai genre musik Indonesia yang sejarahnya sudah amat lama. Karena itu aku senang dulu sesekali mendengar keroncong dari koleksi uwakku. Kita harus bangga dan sadar, keroncong adalah salah satu kekayaan bangsa Indonesia yang sangat berharga---sebelum terlambat nanti bisa-bisa diklaim oleh Malaysia. :D
Songs From Old Djakarta In Krontjong Beat aku dengar dari koleksi vinyl Budi Warsito, seorang audiophile di Kineruku, Bandung. Ini album kompilasi, artinya musisinya beragam, diiringi sebuah orkes keroncong di bawah pimpinan Brigadir Jenderal R. Pirngadie. Beliau pula yang mengaransemen musik sekalian jadi dirigen. Dalam prosesnya, rekaman ini mendapat bantuan teknis dari Tan Eng Liem.
Musik keroncong yang awalnya konon dimainkan para musisi tidak terlatih (amatir), di tangan Brigadir Jenderal R. Pirngadie dan dimainkan para musisi terlatih menjadi sangat asyik, melodinya menonjol, sementara ritemnya mengiringi dan mengisi ruang nada menjadi penuh. Seksi string dan brass, terutama biola dan flute, memainkan peran amat menonjol di setiap lagu. Permainannya sangat dinamik dan meliuk-liuk seiring dendang para vokalis yang kerap terdengar manja, main-main, sampai terkesan effortless. Backing vokal dan koornya memberi kesan kuat dan sangat padu, contoh terbaiknya barangkali ada di "Djali-Djali" (track 3) dan "Gambang Semarang" (track 7). Mereka menimpali lead vokal dengan amat merdu dan bersahut-sahutan.
Jelas mengejutkan sekaligus menyenangkan mendapati bahwa di tangan seorang tentara kita bisa mendengar keroncong yang bisa dibilang terbaik. Dari judul, kita tahu album ini merupakan cover version dari lagu-lagu rakyat Jakarta yang penciptanya anonim, namun sebenarnya menunjukkan lagu-lagu tersebut sudah begitu populer dan mengakar, contoh "Djali-Djali" dan “Surilang”. Bahkan “Dajung Sampan” (track 1), menurut Ariani Darmawan---sutradara Anak Naga Beranak Naga---saking populernya dulu pernah diadaptasi jadi sebuah lagu pop di Cina. Lirik-lirik lagunya pun terasa sungguh familiar, mudah diikuti untuk sing along, dan kerap bikin senyum berkat isinya jenaka, sebagian tentang hal sehari-hari (onde-onde, kopi susu, serabi, juga menahan rindu), disampaikan secara berpantun dan berima. Di lagu "Lain Dulu Lain Sekarang" ada lirik begini: yang lucu yang lebih gemukan, kalau dansa kayak gajah piaraan, sementara di "Kopi Susu" terdengar nyanyian:
kopi susu, kopi susu gulanya pasir
badan lesu terlalu banyak pelesir
kopi susu, kopi susu gulanya batu
hati rindu sudah lama tidak bertemu
Lagu rakyat Jakarta lama memperlihatkan adanya pengaruh kuat dari musik Arab dan Cina. Pilihan nada-nada tinggi para vokalis dan biola yang meliuk-liuk di album ini sangat terasa berasal dari gaya gambang kromong.
Dengan total durasi hanya 28 menit (hampir setiap lagu berdurasi di bawah 3 menit), rasanya terlalu singkat dan cepat habis bila kita hanya mendengar tiga kali. Kita mau mendengar lagi dan lagi. Namun karena ini vinyl lama, suara gemeseknya ikut terdengar cukup kentara, hingga bagi orang yang belum terbiasa, barangkali sedikit mengganggu. Namun kata Budi, "Gemeresek itu bukan gangguan, tapi karakter."[]
Anwar Holid, kontributor Kineruku.com dan jakartabeat.net.
Link terkait:
http://garasiopa.wordpress.com
http://www.jakartabeat.net/musik/kanal-musik/ulasan/item/696-bahkan-keroncong-pun-pernah-muda-dan-romantis.html