Saturday, October 15, 2005

'BUKU YANG AKAN AKU BACA'

1/
Dogwalker
Arthur Bradford


2001
144 pages, US$ 20.00
Product Details

ISBN: 0375412328
Editor: Jordan Pavlin
Publisher: Alfred A. Knopf
Subject: Fiction, Short stories, single author, Humorous stories, American, Eccentrics and eccentricities
Binding: Hardcover
Language: English
Dimensions: 8.66x5.86x.74 in.

2/
The War against Cliché: Essays and Reviews, 1971-2000
Martin Amis


Genre: Non-fiction
2001
Jonathan Cape, 506 pp, £20.00

3/
Ketika Hati Harus Memilih
Erico Verissimo


Penerjemah: Masri Maris
Penerbit: GPU, 1990
ISBN: 979-403-867-9

___________________

Subjek 'Buku yang akan aku baca' ingin aku gunakan setelah aku diperlihatkan tulisan semacam resensi oleh Nick Hornby (penulis About A Boy) di sebuah majalah khusus. Seingatku, subjek Nick Hornby kira-kira 'Buku yang Baru Aku Beli' atau semacamnya. Aku pikir subjek itu jujur dan sangat terus-terus. Aku ingin menulis hal serupa dengan intensitas yang mungkin mirip, bahwa ternyata aku sudah beberapa kali beli buku, memilikinya, tapi ternyata belum aku baca.

Buku terakhir yang aku beli (14/10/05) adalah Dogwalker (Arthur Bradford) yang aku beli di Supermurahan Omuniuum. Sebenarnya aku ingin beli Bee Season (Myla Goldberg) atau buku penulis Iran, tapi entah kenapa tiba-tiba aku memutuskan beli ini. Barangkali karena aku ingin baca fiksi kontemporer Amerika karya penulis muda. Atau aku tertarik karena endorsement David Foster Wallace, Zadie Smith, dan Matthew Klam, David Sedaris, dan Dave Eggers. Buku itu sendiri hardcover, dan harganya terjangkau. Malamnya aku langsung browse tentang dia dan save sejumlah file tentang dia.

Aku nggak tahu kapan akan meluangkan waktu untuk membaca buku ini. (Aku takut ini adalah semacam kesia-siaan sebenarnya, tapi semoga tidak).

***

Pada saat yang sama aku pinjam War Against The Cliche (Martin Amis) dari Budi Warsito---seorang pembaca setia Amis. Untuk itu aku sebenarnya lebih semangat, karena isinya resensi. Hal utama yang membuat aku semangat adalah ini kumpulan resensi dia selama kurang-lebih 30 tahun jadi kritik. Aku yakin ini luar biasa. Aku ingin punya etos menulis yang giat seperti itu, ingin belajar tentang bagaimana menulis dengan semangat tinggi dan tekad melawan klise, alias kesia-siaan.

Dalam dunia baca bacaku yang masih sempit, rasanya Budi adalah satu-satunya orang yang aku tahu sangat intens membaca karya Amis. Di rumah, aku juga sedang pinjam fiksi Amis yang kata Budi paling mudah dibaca, Night Train, tapi hingga kini cuma aku buka-buka.
Aku sudah minta izin untuk memfoto kopi buku itu. (Tapi nggak tahu kapan bisa menganggarkannya).

Sambil minjam buku tebal itu, kami ngobrol di Rumah Buku, yang rasanya lama banget nggak aku datangi karena sekarang kantorku rasanya jauh banget dari sana. Sebenarnya aku ingin minjam Nitin Sawhney, tapi ternyata urung. Tentu lain kali akan aku belain. Baru-baru ini aku nge-rip Nigel Kennedy dan Charlie Parker, dapat dua album lebih mp3 Porcupine Tree, dan sejumlah prog rock dari Hakim (Ultimus), dan semuanya masih aku dengarkan. Di RUmah Buku sendiri ada banyak CD baru, antara lain Miles Davis dan Wes Montgomery.

Dia cerita beberapa hal, salah satunya ketemu dan ngobrol dengan Akmal Nasery Basral (penulis Imperia, wartawan Tempo, penulis artikel musik).'Kenapa kamu nggak datang ke QB?' tanya Budi. Waktu itu aku ada acara dengan HABITAT, yang tentu saja haram kami tinggalkan, soalnya sudah duluan direncanakan, dan dalam kasusku, itu lebih penting buat dibelain.

***

Yang sebenarnya mengejutkan, tiba-tiba aku terserap baca sebuah novel terbitan GPU tahun 1990, yang aku dapat di pasar loak. Judulnya Ketika Hati Harus Memilih (Erico Verissimo), seorang penulis Brasil---sama dengan Paulo Coelho yang beberapa bukunya sudah diterbitkan GPU dan beberapa penerbit lain, dan sangat digemari di sini sekarang ini. Buku ini diterjemahkan Masri Maris.

Mengejutkan bahwa aku bisa menemukan buku bagus tanpa pernah memikirkannya.

Begitu mulai baca, aku nggak bisa lepas. Sangat mempesona. Aku sudah baca 141-an halaman, dan sejauh ini terus asyik. Ceritanya tentang anak pintar yang lahir dalam keluarga miskin, ayahnya seorang penjahit, tapi dia bahkan nggak bisa menyediakan celana yang layak buat anakya. Waktu SD celananya bolong-bolong dan dia dicemooh oleh seluruh teman sekelasnya. Untung dia pintar, sampai akhirnya dia bisa jadi dokter. Tapi kemiskinan yang begitu traumatik membuatnya curiga terus, jangan-jangan dia nggak bisa melampaui itu suatu ketika. Sebenarnya yang dia cari adalah makna kebahagiaan; tapi ternyata kemiskinan mengikis habis rasa percaya dirinya, sampai-sampai menurutku itu membuat dia paranoia. Justru kemiskinan membuat dia mudah curiga pada orang yang misalnya baik kepadanya. Apa mereka baik padanya karena kasihan, karena dia miskin? Dia merasa tak patut dikasihani. Sejauh yang aku baca, kemiskinan malah memenjarakan pikiran dan mentalnya. Sangat menyedihkan.

Saking miskin dan malu, pernah waktu dia kumpul bareng teman kuliahnya, dan tampak ayahnya di seberang jalan, dia sampai malu akan menyapa ayahnya karena khawatir oleh pandangan teman-temannya. Dia merasa bersalah sendiri; kenapa aku harus malu, toh dia adalah ayahku, yang sangat baik, yang banting tulang menyekolahkan dia. Akhirnya dia kejar ayahnya, tapi ternyata ayahnya sudah menghilang di balik gang. Sementara itu keluarganya masih saja miskin dan dia masih gagal mengangkat mereka ke luar dari kandang babi itu. Adiknya penjahat kelas coro dan kerap membuatnya malu---meskipun harus diakui, dia baik padanya dan terus membelanya. Aku tahu seorang anak ternyata sangat mudah kecewa dengan kenyataan orangtuanya sendiri. Aku ragu, apa ini tipikal? Padahal orangtuanya jelas-jelas baik, jelas-jelas tidak menganiaya, meninggalkan, atau menelantarkannya.

Anak-anak kadang-kadang memang naif dan sembrono.

Barangkali buku ini akan sentimental terus; tapi aku cukup yakin akan bagus.

Yang aku sesalkan, ternyata tujuh halaman buku ini kosong. Untuk ini aku nggak bisa apa-apa. Buku lama, aku beli bekas, dan waktu beli nggak aku periksa. Nggak ada celah untuk mengeluh. Aku berusaha tak pada tempatnya mengeluh. Kata teman sekantorku, 'Wah, ini buku cacat ya?' Memang, barangkali. Tapi mau apa lagi? Aku harus mau menerima hal ini sebagai biasa saja. Aku nggak akan rewel hanya untuk hal ini. Aku akan lanjutkan baca.

***

Di sisi lain, ada tulisan yang belum aku selesaikan.... [] 15/10/05

No comments: