Pengantar Terbaik Mendengar
The Rolling Stones
--Anwar Holid
Big Hits (High Tide and Green Grass)
Album kompilasi karya The Rolling Stones
Label: ABKCO Records
Durasi: 36:29
Rilis: 1966
Produser: Andrew Loog Oldham
Genre: Rock, rock 'n' roll, blues rock
Big Hits (High Tide and Green Grass) adalah semacam album "greatest hits" dan merupakan kompilasi resmi pertama yang dirilis The Rolling Stones. Album ini secara brilian menempatkan lagu "(I Can't Get No) Satisfaction" sebagai track pertama. Inilah lagu kebangsaan yang bisa membuat ribuan penggemar The Stones seperti kesurupan kalau nyanyi bareng. Benar-benar anthemic dan memabukkan.
Sejak di awal karirnya The Rolling Stones kerap dibandingkan dan dianggap sebagai rival The Beatles. Bila The Beatles terkesan tertib dan sopan, The Rolling Stones jauh sangat terlihat urakan, bengal, memberontak, dan dianggap lebih mewakili kegelisahan kaum remaja zaman flower generation. Predikat sebagai pembawa sex, drugs, and rock 'n' roll jelas terwakili dengan sempurna dan bertahan hingga anggota band ini pada menua jadi kakek-kakek. Namun dalam kehidupan sehari-hari The Rolling Stones dan The Beatles sebenarnya bersahabat, terbukti pada tahun 1963 The Stones pernah membawakan lagu "I Wanna Be Your Man" ciptaan Lennon-McCartney yang sukses menjadi hit.
Big Hits menandai solidnya kerja sama Mick Jagger dan Keith Richards sebagai pencipta lagu utama The Stones, mengungguli usaha Brian Jones untuk mengontrol band ini, meski secara de facto dialah yang mendirikannya. Album ini juga menyertakan lagu-lagu hits awal mereka yang diciptakan orang lain, antara lain "It's All Over Now" (Bobby Womack dan Shirley Jean Womack), "Not Fade Away" (Norman Petty dan Charles Hardin), "Time Is on My Side" (Norman Meade), sementara untuk edisi Amerika Serikat album ini menyertakan "Come On" karya Chuck Berry dan "Little Red Rooster" (Willie Dixon). Pilihan itu memperlihatkan pengaruh blues yang sangat kental dalam musikalitas The Stones.
Setelah rentang karir yang amat lama, konsisten, juga pencapaian mencengangkan, kita sekarang tahu betapa legendaris dan berpengaruhnya The Rolling Stones pada musik rock. Nah, Big Hits (High Tide and Green Grass) merupakan album yang secara luas diakui sebagai "pengantar" awal terbaik untuk mendengar seperti apa akar musik The Rolling Stones.[]
Ilustrasi dari Internet.
Big Hits (High Tide and Green Grass) bisa disewa di Kineruku, Bandung.
Anwar Holid, penggemar Queen.
Friday, May 31, 2013
Thursday, May 30, 2013
Bintang yang Terlalu Cepat Menghilang
--Anwar Holid
Grace Around The World Musisi: Jeff Buckley
Jenis: DVD musik
Rilis: 2 Juni 2009
Rekaman: November 1994 - Juli 1995
Genre: Rock, Alternatif Rock, Folk Rock
Label: Columbia
Produser: Mary Guibert, Tony Faske
Menyaksikan musisi yang mati muda di awal karir dan baru terkenal setelahnya kerap membuat kita merasa antara miris dan nelangsa, sebab seolah-olah kreativitas, kehebatan kinerja, dan pencapaian itu jadi sia-sia, tidak bisa dinikmati keberhasilannya oleh diri sendiri, melainkan oleh ahli warisnya atau publik secara luas. Apa kondisi ini patut disayangkan?
Meski dipuji habis-habisan dan mendapat penghargaan baik dari banyak media musik dan media massa umum, satu-satunya album studio Jeff Buckley---Grace (1995)---sebenarnya hanya sedikit terjual waktu dirilis dan itu membuat lagu-lagunya terbatas pula mendapat kesempatan diudarakan di banyak radio. Tapi barangkali kualitas memang tidak bohong dan media pelan-pelan akhirnya berhasil mempengaruhi jutaan massa di luar sana bahwa album itu memang benar-benar "sesuatu." Hasilnya? Banyak orang menyesal kenapa mereka dulu lolos melewatkan begitu saja album ini sejak pertama kali kelar. Di sisi lain, para pendengar jadi begitu penasaran seperti apa penampilannya di konser selama promosi dan tur album tersebut.
Grace Around The World merupakan DVD berisi penampilan live dan dokumentasi Jeff Buckley bersama band semasa mempromosikan Grace. Sebagai musisi muda yang albumnya tidak meledak, Jeff Buckley masih cukup beruntung mendapat kesempatan serta dukungan label dan promotor untuk tur di berbagai belahan dunia, terutama Eropa. Wajar bila di awal-awal DVD ini, Jeff dan kawan-kawan tampil di cafe kecil yang penontonnya pun bahkan masih bisa memesan minuman, karena sama sekali tidak penuh. Dia hanya diperhatikan sejumlah penonton muda yang tampak khusuk menyimak nada-nada tinggi dari gitar dan vokal Jeff. Tapi satu hal, Jeff dan tiga kawannya: Michael Tighe (gitar), Mick Grondahl (bass), dan Matt Johnson (drums) tetap bermain dengan pol. Ini sungguh mengharukan, betapa dirinya memperlihatkan etos sebagai musisi yang berdedikasi dan disiplin, meski peralatannya standar dan krunya tak kelihatan. Soundnya jernih dan rapi, bahkan iringan rhythm bass dan drumsnya pun terdengar bergelora. Mereka main penuh perasaan, bertenaga, tak peduli penonton sedikit. Penampilannya di konser besar ialah gig bersama yang diselenggarakan MTV dan VH1.
Di antara konser ke konser, DVD diselipi dokumentasi obrolan dengan seorang host wanita terutama mengenai isi lagu-lagunya dan pandangan artistik dan spiritualnya, juga keseharian tur. Jeff berkali-kali menyatakan bahwa dirinya tidak mau berpura-pura, baik dalam kehidupan sehari-hari dan di panggung. Mungkin itu membuat penampilannya tidak mencolok berubah ketika di panggung. Sebagai musisi yang masuk kategori genre "alternatif rock", penampilannya sangat mencerminkan semangat zaman tersebut, yaitu pakaian casual dan bersahaja. Yang membedakan Jeff Buckley mungkin rujukan musikalnya. Dia cukup terpengaruh musik Qawwali (musik puji-pujian Islam dari Pakistan) dan penggemar berat Nusrat Fateh Ali Khan. Itu yang menyebabkan dia mengeksplorasi lolongan ekspresi vokal yang bisa dibilang jarang dilakukan musisi sealirannya. Penampilan dalam "Mojo Pin" dengan baik memperlihatkan itu, bahkan durasinya pun dibuat lebih lama dari versi aslinya. Bisa jadi lagu cover dia yang begitu legendaris dan brilian, "Hallelujah", diaransemen sangat hening dan "dalam" karena terpengaruh musik religius seperti itu.
Menonton Grace Around The World ialah seperti menyaksikan seorang bintang yang sinarnya redup karena terlalu cepat menghilang. Jadinya mengharukan. Kita sadar dia belum terkenal, namun tahu bahwa dirinya telah jadi legenda. DVD ini memperlihatkan betapa bakat dan pencapaian Jeff Buckley yang belum berkembang maksimal sesungguhnya sudah mulai mekar berkat eksplorasi dan disiplin yang dilatih setiap hari, baik dalam hidup sehari-hari maupun penampilan rutin di cafe tempat mangkalnya, Cafe Sin-é.[]
Ilustrasi dari Internet.
DVD Grace Around The World bisa ditonton atau disewa di Kineruku, Bandung.
Anwar Holid, bekerja sebagai editor, penulis, dan publisis.
--Anwar Holid
Grace Around The World Musisi: Jeff Buckley
Jenis: DVD musik
Rilis: 2 Juni 2009
Rekaman: November 1994 - Juli 1995
Genre: Rock, Alternatif Rock, Folk Rock
Label: Columbia
Produser: Mary Guibert, Tony Faske
Menyaksikan musisi yang mati muda di awal karir dan baru terkenal setelahnya kerap membuat kita merasa antara miris dan nelangsa, sebab seolah-olah kreativitas, kehebatan kinerja, dan pencapaian itu jadi sia-sia, tidak bisa dinikmati keberhasilannya oleh diri sendiri, melainkan oleh ahli warisnya atau publik secara luas. Apa kondisi ini patut disayangkan?
Meski dipuji habis-habisan dan mendapat penghargaan baik dari banyak media musik dan media massa umum, satu-satunya album studio Jeff Buckley---Grace (1995)---sebenarnya hanya sedikit terjual waktu dirilis dan itu membuat lagu-lagunya terbatas pula mendapat kesempatan diudarakan di banyak radio. Tapi barangkali kualitas memang tidak bohong dan media pelan-pelan akhirnya berhasil mempengaruhi jutaan massa di luar sana bahwa album itu memang benar-benar "sesuatu." Hasilnya? Banyak orang menyesal kenapa mereka dulu lolos melewatkan begitu saja album ini sejak pertama kali kelar. Di sisi lain, para pendengar jadi begitu penasaran seperti apa penampilannya di konser selama promosi dan tur album tersebut.
Grace Around The World merupakan DVD berisi penampilan live dan dokumentasi Jeff Buckley bersama band semasa mempromosikan Grace. Sebagai musisi muda yang albumnya tidak meledak, Jeff Buckley masih cukup beruntung mendapat kesempatan serta dukungan label dan promotor untuk tur di berbagai belahan dunia, terutama Eropa. Wajar bila di awal-awal DVD ini, Jeff dan kawan-kawan tampil di cafe kecil yang penontonnya pun bahkan masih bisa memesan minuman, karena sama sekali tidak penuh. Dia hanya diperhatikan sejumlah penonton muda yang tampak khusuk menyimak nada-nada tinggi dari gitar dan vokal Jeff. Tapi satu hal, Jeff dan tiga kawannya: Michael Tighe (gitar), Mick Grondahl (bass), dan Matt Johnson (drums) tetap bermain dengan pol. Ini sungguh mengharukan, betapa dirinya memperlihatkan etos sebagai musisi yang berdedikasi dan disiplin, meski peralatannya standar dan krunya tak kelihatan. Soundnya jernih dan rapi, bahkan iringan rhythm bass dan drumsnya pun terdengar bergelora. Mereka main penuh perasaan, bertenaga, tak peduli penonton sedikit. Penampilannya di konser besar ialah gig bersama yang diselenggarakan MTV dan VH1.
Di antara konser ke konser, DVD diselipi dokumentasi obrolan dengan seorang host wanita terutama mengenai isi lagu-lagunya dan pandangan artistik dan spiritualnya, juga keseharian tur. Jeff berkali-kali menyatakan bahwa dirinya tidak mau berpura-pura, baik dalam kehidupan sehari-hari dan di panggung. Mungkin itu membuat penampilannya tidak mencolok berubah ketika di panggung. Sebagai musisi yang masuk kategori genre "alternatif rock", penampilannya sangat mencerminkan semangat zaman tersebut, yaitu pakaian casual dan bersahaja. Yang membedakan Jeff Buckley mungkin rujukan musikalnya. Dia cukup terpengaruh musik Qawwali (musik puji-pujian Islam dari Pakistan) dan penggemar berat Nusrat Fateh Ali Khan. Itu yang menyebabkan dia mengeksplorasi lolongan ekspresi vokal yang bisa dibilang jarang dilakukan musisi sealirannya. Penampilan dalam "Mojo Pin" dengan baik memperlihatkan itu, bahkan durasinya pun dibuat lebih lama dari versi aslinya. Bisa jadi lagu cover dia yang begitu legendaris dan brilian, "Hallelujah", diaransemen sangat hening dan "dalam" karena terpengaruh musik religius seperti itu.
Menonton Grace Around The World ialah seperti menyaksikan seorang bintang yang sinarnya redup karena terlalu cepat menghilang. Jadinya mengharukan. Kita sadar dia belum terkenal, namun tahu bahwa dirinya telah jadi legenda. DVD ini memperlihatkan betapa bakat dan pencapaian Jeff Buckley yang belum berkembang maksimal sesungguhnya sudah mulai mekar berkat eksplorasi dan disiplin yang dilatih setiap hari, baik dalam hidup sehari-hari maupun penampilan rutin di cafe tempat mangkalnya, Cafe Sin-é.[]
Ilustrasi dari Internet.
DVD Grace Around The World bisa ditonton atau disewa di Kineruku, Bandung.
Anwar Holid, bekerja sebagai editor, penulis, dan publisis.
Tuesday, May 28, 2013
Korupsi dan Diri Sendiri
--Anwar Holid
Mendengar hasil korupsi banyak orang, jumlah nominal yang mereka keruk, harta-benda yang berhasil disita petugas antikorupsi, uang dan barang hasil korupsi yang dikembalikan ke petugas negara, jumlah kerugian negara atau harta dalam sengketa, kita akan segera sadar betapa nilainya terlalu luar biasa untuk dibayangkan seberapa besar sebenarnya kekayaan yang sia-sia. Contoh korupsi Luthfi Hasan Ishaaq berbentuk mobil mewah, rumah mewah, juga uang berjumlah sangat mewah. Mobil itu sekarang nganggur, rumahnya kosong ditinggalkan, dan uangnya (entah di bank atau di suatu tempat) teronggok jadi cuman lembaran kertas. Enggak bernilai karena enggak kepakai. Bukankah uang baru berguna kalau dibelanjakan, termasuk untuk belanja seks?
Kalau organisasi seperti Partai Keadilan Sejahtera meradang bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi tebang pilih, kita bisa balik membantah bahwa para koruptor bukan Robin Hood. Bahkan mereka lain dari mafia yang punya pandangan berbeda tentang cara usaha dan kode etik. Robin Hood jantan mengaku bahwa dia merampok dan berbuat jahat terhadap orang yang jauh lebih kejam dengan cara sistematik dan dilegalkan. Robin Hood sedikit menyulitkan kita berpendapat dia baik atau jahat karena membagikan hasil rampokannya pada orang miskin tanpa pandang bulu. Sementara orang seperti Ahmad Fathanah cuma mendistribusikan hasil kejahatannya kepada perempuan yang bisa melampiaskan kepuasan hasrat seksualnya dan pada laki-laki tertentu yang dinilai menguntungkan posisi dan bisa diajak kerja sama. Padahal karena dia tahu ajaran Islam, ada dalam lingkaran orang berpendidikan, disebut pengusaha-politisi-ulama, pasti dia tahu siapa yang harusnya dimakmurkan. Coba kalau dia menebar uang untuk rakyat jelata yang tertindas dan tak bisa berbuat apa-apa, menghapus kemiskinan, mengurangi besar-besaran orang yang jualan di pinggir jalan semrawut di lapak-lapak jelek, mungkin banyak yang mendukungnya. Ini enggak. Dia berbuat sebaliknya. Wajar banyak orang sinis atas kelakuan dan sikap mereka, persis karena perbuatannya lain dengan jargon dan image yang mereka bangun. Bukannya minta maaf atau mengakui skandal yang mereka perbuat dan menyilakan aparat negara membuktikan di mana letak kesalahan mereka.
Dipikir-pikir, alangkah sia-sia hasil korupsi. Bayangkan aja, Luthfi Hasan Ishaaq kan seorang Muslim, terdidik, mantan presiden Partai Keadilan Sejahtera pula. Tentu dia khatam Al-Quran, tahu ajaran moral Islam, hapal ayat mana untuk sedekah, kewajiban berbuat baik kepada kaum miskin, kekurangan, pengangguran, berderma, menyantuni anak yatim, memakmurkan kaum dan bangsanya. Kenapa dia malah seperti itu? Dengan pencapaian dan prestasinya, dia malah menumpuk, mengolah, dan mengantongi kekayaan untuk diri sendiri dan konco-konconya. Hidup bermewah-mewahan, berlebih-lebihan. Boro-boro kepikiran hidup sederhana seperti nabi-nabi agamanya.
Tapi ya... sederhana itu apa sih? Aku nanya nelangsa. Aku terkadang merasa terkelabui oleh niat hidup sederhana, apa lagi kalau dibandingin dengan kesulitan finansial, masih suka dibantu orang lain, dan mereka pun tampak iba padaku, juga dengan keinginan atau target yang mau aku capai. Pertolongan dari teman-temanku saja suka membuat aku nangis dan sungkan.
Beberapa minggu lalu aku ditanya seorang psikolog: Apa keinginanmu yang belum tercapai? Aku jawab: Aku belum bisa bikin asuransi pendidikan untuk anak bungsuku (6 th.) juga bikin asuransi jiwa untuk seluruh keluarga batihku. Padahal di dalam hatiku sebenarnya mau teriak berbagai keinginan yang sejak awal 2013 aku catat di notes:
Anjrittttt!!!! Empat keinginan itu saja enggak ada sederhananya sama sekali! Semua kontras dengan idealisme kesederhanaan dalam diriku. Apa lagi kalau dibandingkan orang yang bekerja kepayahan di bawah terik matahari, tanpa perlindungan, tanpa ruang kerja nyaman, badannya bau tengik, mencari nafkah di pinggir tumpukan sampah yang busuk, bareng tikus, kucing, dan anjing liar, tanpa jaminan sosial, tanpa jaminan pertemanan dengan orang hebat, keren, dan berada semacam Angelina Sondakh, Susno Duadji, atau Anas Urbaningrum. Begitu banyak orang yang bekerja jauh lebih keras, tapi bernasib lebih buruk, hidup lebih miskin dan sederhana daripada aku, cari nafkah enggak jelas dan lebih sedikit hasilnya. Kita tahu, ada pekerjaan sangat berat yang dibayar begitu murah, sementara ada pekerjaan yang tampak ringan malah dibayar edan-edanan. Itulah orang sederhana sebenarnya. Mereka bukan pilihan buat cuci uang dari orang kaya, berkuasa, dan enggak punya pengaman jaring sosial seperti para koruptor. Apa sederhana cuma cocok buat orang awam dan bodoh?
Yah, orang bisa langsung menangkis, SEDERHANA TIDAK IDENTIK DENGAN MISKIN! Baik. Sederhana itu tricky. Tapi lapar itu nyata. Orang bisa menghabiskan uang untuk kawinan 913 juta rupiah dan masih bisa bilang itu sederhana, sementara ada orang nyaris putus asa menagih 1,9 juta rupiah atas kerja kerasnya sampai lebih dari enam bulan. Bagi orang insensitif, barangkali sederhana tampak menipu, padahal ia sublim.
Tapi ya, coba aku yang korupsi dan melakukan skandal itu. Aku mungkin akan berbuat serupa: membela diri, ngotot, menyembunyikan atau malah membuang bukti, berusaha berkelit, membantah, marah, balik menuduh, menyalahkan orang dan pihak lain, atau sekalian menyeret dan menghancurkan sesama tertuduh.
Katakanlah suatu hari aku ketahuan korupsi atau tertangkap basah berzina. Aku digerebek dan mereka menggertak, "Heh, kamu korupsi ya?"
"Enggak! Enak aja kamu nuduh."
"Lha ini ada uang buktinya apa!?"
"Itu bukan punyaku."
"Kok ada di sini?"
"Itu lupa dibawa tamuku tadi."
"Halah, kamu juga lagi zina ya?"
"Enggak! Jangan sembarangan kamu bilang!"
"Kok ada perempuan lagi telanjang di sini?"
"Dia lagi coba baju kurung sutera pemberianku!"
Anjrittttt!!!!
Terbayang kalau aku adalah bagian sosialita para koruptor dan penguasa yang memegang, mengelola dana dan anggaran luar biasa berlimpah uang, mungkin aku juga akan berperilaku serupa. Segala keyakinan soal sederhana, iman, spiritualitas, agama, Tuhan, barangkali jadi tai kucing. Asam seperti busa ludah anyir. Padahal ada adagium: orang hebat membicarakan ide. Sekarang lihat kelakuan orang hebat dengan ide mereka soal kesejahteraan, keadilan, kewarganegaraan, dan kesetaraan hukum. Mungkin aku cuma akan menganggap harta itu sebagai prestasi, hasil kelihaian, paduan antara leadership, jago negosiasi dan lobi, ditambah karisma yang membuat orang lain grogi. Dengar kesaksikan orang di sekitar mereka, betapa baik koruptor itu. Mereka suka memberi secara mengejutkan, menyumbang besar-besaran, memberi hadiah barang mewah, membekali cek milyaran, mengirim bonus tanpa diduga. Sementara penerimanya terpana, senang, bersyukur, bangga menerima, menganggap itu rezeki dari Tuhan. Padahal itu semua hasil kejahatan. Tanyalah pada diri sendiri, sebelum kembali berprasangka pada perempuan maupun laki-laki yang dihadiahi barang-barang mewah dan berharga oleh para koruptor.
Ah, kayaknya notes ini gagal fokus, tapi mungkin bisa jelas melampiaskan apa.[]
Anwar Holid, kerja sebagai editor/penulis/publisis.
Ilustrasi dari Internet.
Link terkait:
Sederhana Seperti Apa?
--Anwar Holid
Mendengar hasil korupsi banyak orang, jumlah nominal yang mereka keruk, harta-benda yang berhasil disita petugas antikorupsi, uang dan barang hasil korupsi yang dikembalikan ke petugas negara, jumlah kerugian negara atau harta dalam sengketa, kita akan segera sadar betapa nilainya terlalu luar biasa untuk dibayangkan seberapa besar sebenarnya kekayaan yang sia-sia. Contoh korupsi Luthfi Hasan Ishaaq berbentuk mobil mewah, rumah mewah, juga uang berjumlah sangat mewah. Mobil itu sekarang nganggur, rumahnya kosong ditinggalkan, dan uangnya (entah di bank atau di suatu tempat) teronggok jadi cuman lembaran kertas. Enggak bernilai karena enggak kepakai. Bukankah uang baru berguna kalau dibelanjakan, termasuk untuk belanja seks?
Kalau organisasi seperti Partai Keadilan Sejahtera meradang bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi tebang pilih, kita bisa balik membantah bahwa para koruptor bukan Robin Hood. Bahkan mereka lain dari mafia yang punya pandangan berbeda tentang cara usaha dan kode etik. Robin Hood jantan mengaku bahwa dia merampok dan berbuat jahat terhadap orang yang jauh lebih kejam dengan cara sistematik dan dilegalkan. Robin Hood sedikit menyulitkan kita berpendapat dia baik atau jahat karena membagikan hasil rampokannya pada orang miskin tanpa pandang bulu. Sementara orang seperti Ahmad Fathanah cuma mendistribusikan hasil kejahatannya kepada perempuan yang bisa melampiaskan kepuasan hasrat seksualnya dan pada laki-laki tertentu yang dinilai menguntungkan posisi dan bisa diajak kerja sama. Padahal karena dia tahu ajaran Islam, ada dalam lingkaran orang berpendidikan, disebut pengusaha-politisi-ulama, pasti dia tahu siapa yang harusnya dimakmurkan. Coba kalau dia menebar uang untuk rakyat jelata yang tertindas dan tak bisa berbuat apa-apa, menghapus kemiskinan, mengurangi besar-besaran orang yang jualan di pinggir jalan semrawut di lapak-lapak jelek, mungkin banyak yang mendukungnya. Ini enggak. Dia berbuat sebaliknya. Wajar banyak orang sinis atas kelakuan dan sikap mereka, persis karena perbuatannya lain dengan jargon dan image yang mereka bangun. Bukannya minta maaf atau mengakui skandal yang mereka perbuat dan menyilakan aparat negara membuktikan di mana letak kesalahan mereka.
Dipikir-pikir, alangkah sia-sia hasil korupsi. Bayangkan aja, Luthfi Hasan Ishaaq kan seorang Muslim, terdidik, mantan presiden Partai Keadilan Sejahtera pula. Tentu dia khatam Al-Quran, tahu ajaran moral Islam, hapal ayat mana untuk sedekah, kewajiban berbuat baik kepada kaum miskin, kekurangan, pengangguran, berderma, menyantuni anak yatim, memakmurkan kaum dan bangsanya. Kenapa dia malah seperti itu? Dengan pencapaian dan prestasinya, dia malah menumpuk, mengolah, dan mengantongi kekayaan untuk diri sendiri dan konco-konconya. Hidup bermewah-mewahan, berlebih-lebihan. Boro-boro kepikiran hidup sederhana seperti nabi-nabi agamanya.
Tapi ya... sederhana itu apa sih? Aku nanya nelangsa. Aku terkadang merasa terkelabui oleh niat hidup sederhana, apa lagi kalau dibandingin dengan kesulitan finansial, masih suka dibantu orang lain, dan mereka pun tampak iba padaku, juga dengan keinginan atau target yang mau aku capai. Pertolongan dari teman-temanku saja suka membuat aku nangis dan sungkan.
Beberapa minggu lalu aku ditanya seorang psikolog: Apa keinginanmu yang belum tercapai? Aku jawab: Aku belum bisa bikin asuransi pendidikan untuk anak bungsuku (6 th.) juga bikin asuransi jiwa untuk seluruh keluarga batihku. Padahal di dalam hatiku sebenarnya mau teriak berbagai keinginan yang sejak awal 2013 aku catat di notes:
- Aku mau netbook dengan performa tinggi.
- Aku mau punya kamera dslr.
- Aku mau sepeda yang keren.
- Aku mau beli emas perkawinan sebagai ganti yang dulu digadai dan gagal ditebus.
Anjrittttt!!!! Empat keinginan itu saja enggak ada sederhananya sama sekali! Semua kontras dengan idealisme kesederhanaan dalam diriku. Apa lagi kalau dibandingkan orang yang bekerja kepayahan di bawah terik matahari, tanpa perlindungan, tanpa ruang kerja nyaman, badannya bau tengik, mencari nafkah di pinggir tumpukan sampah yang busuk, bareng tikus, kucing, dan anjing liar, tanpa jaminan sosial, tanpa jaminan pertemanan dengan orang hebat, keren, dan berada semacam Angelina Sondakh, Susno Duadji, atau Anas Urbaningrum. Begitu banyak orang yang bekerja jauh lebih keras, tapi bernasib lebih buruk, hidup lebih miskin dan sederhana daripada aku, cari nafkah enggak jelas dan lebih sedikit hasilnya. Kita tahu, ada pekerjaan sangat berat yang dibayar begitu murah, sementara ada pekerjaan yang tampak ringan malah dibayar edan-edanan. Itulah orang sederhana sebenarnya. Mereka bukan pilihan buat cuci uang dari orang kaya, berkuasa, dan enggak punya pengaman jaring sosial seperti para koruptor. Apa sederhana cuma cocok buat orang awam dan bodoh?
Yah, orang bisa langsung menangkis, SEDERHANA TIDAK IDENTIK DENGAN MISKIN! Baik. Sederhana itu tricky. Tapi lapar itu nyata. Orang bisa menghabiskan uang untuk kawinan 913 juta rupiah dan masih bisa bilang itu sederhana, sementara ada orang nyaris putus asa menagih 1,9 juta rupiah atas kerja kerasnya sampai lebih dari enam bulan. Bagi orang insensitif, barangkali sederhana tampak menipu, padahal ia sublim.
Tapi ya, coba aku yang korupsi dan melakukan skandal itu. Aku mungkin akan berbuat serupa: membela diri, ngotot, menyembunyikan atau malah membuang bukti, berusaha berkelit, membantah, marah, balik menuduh, menyalahkan orang dan pihak lain, atau sekalian menyeret dan menghancurkan sesama tertuduh.
Katakanlah suatu hari aku ketahuan korupsi atau tertangkap basah berzina. Aku digerebek dan mereka menggertak, "Heh, kamu korupsi ya?"
"Enggak! Enak aja kamu nuduh."
"Lha ini ada uang buktinya apa!?"
"Itu bukan punyaku."
"Kok ada di sini?"
"Itu lupa dibawa tamuku tadi."
"Halah, kamu juga lagi zina ya?"
"Enggak! Jangan sembarangan kamu bilang!"
"Kok ada perempuan lagi telanjang di sini?"
"Dia lagi coba baju kurung sutera pemberianku!"
Anjrittttt!!!!
Terbayang kalau aku adalah bagian sosialita para koruptor dan penguasa yang memegang, mengelola dana dan anggaran luar biasa berlimpah uang, mungkin aku juga akan berperilaku serupa. Segala keyakinan soal sederhana, iman, spiritualitas, agama, Tuhan, barangkali jadi tai kucing. Asam seperti busa ludah anyir. Padahal ada adagium: orang hebat membicarakan ide. Sekarang lihat kelakuan orang hebat dengan ide mereka soal kesejahteraan, keadilan, kewarganegaraan, dan kesetaraan hukum. Mungkin aku cuma akan menganggap harta itu sebagai prestasi, hasil kelihaian, paduan antara leadership, jago negosiasi dan lobi, ditambah karisma yang membuat orang lain grogi. Dengar kesaksikan orang di sekitar mereka, betapa baik koruptor itu. Mereka suka memberi secara mengejutkan, menyumbang besar-besaran, memberi hadiah barang mewah, membekali cek milyaran, mengirim bonus tanpa diduga. Sementara penerimanya terpana, senang, bersyukur, bangga menerima, menganggap itu rezeki dari Tuhan. Padahal itu semua hasil kejahatan. Tanyalah pada diri sendiri, sebelum kembali berprasangka pada perempuan maupun laki-laki yang dihadiahi barang-barang mewah dan berharga oleh para koruptor.
Ah, kayaknya notes ini gagal fokus, tapi mungkin bisa jelas melampiaskan apa.[]
Anwar Holid, kerja sebagai editor/penulis/publisis.
Ilustrasi dari Internet.
Link terkait:
Sederhana Seperti Apa?
Wednesday, May 22, 2013
[Halaman Ganjil]
Moyes, Ferguson, Guardiola, dan Mourinho--Anwar Holid
Ketika pada 2008 Josep Guardiola dipilih menggantikan Frank Rijkaard sebagai manajer Barcelona, semua analis sepakbola menyangsikan kemampuannya. Umur Pep masih muda, nol pengalaman melatih klub senior, dan minim bekal kompetisi sebagai manajer. Bekal utama beliau hanya dianggap pemain legendaris di klub dan loyalitas penuh pada Barca. Hasilnya, dia membungkam semua kritik dengan prestasi mencengangkan. Di tahun pertama kepemimpinannya ia meraih treble: juara La Liga, meraih Copa del Rey, dan memenangi Champions League. Sebuah prestasi yang belum pernah diraih klub sepakbola Spanyol manapun dan cuma disamai oleh Manchester United di Premier League tahun 1999.
Tahun 2013 David Moyes dipilih menggantikan Alex Ferguson menjadi manajer Manchester United. Nyaris semua analis sepakbola pun menyangsikan Moyes, bahkan membuat saham klub tersebut langsung merosot. Hampir semua orang berharap Manchester United ditangani oleh manajer high-profile seperti Jose Mourinho. Hanya 1-2 opini yang menyemangati Moyes, terutama karena karakter dia mirip Ferguson. Mereka sama-sama menggugah, keras, loyal, dengan integritas terjaga. Kualitas itu tampak tipikal. Semua orang bisa seperti itu. Tapi bedanya juga jelas: Ferguson telah bergelimang piala, sementara Moyes belum punya apa-apa.
Sebagai penikmat siaran langsung pertandingan sepakbola, aku berharap-harap cemas pada Moyes. Salah satu pujian utama pada Moyes ialah karena beliau mampu menemukan dan memberi kepercayaan pada talenta muda, seperti pada Wayne Rooney dan Marouane Fellaini. Ini persis dilakukan Ferguson seperti pada Ryan Giggs dan Phil Jones.
Sebelas tahun bersama Everton jelas bukti loyalitas Moyes pada sebuah institusi. Meski tidak fenomenal, loyalitas ternyata sudah merupakan sebuah prestasi sendiri---apa lagi bagi klub "sekelas" Everton. Orang selalu respek pada seseorang yang loyal dan institusi yang solid. Kesetiaan, meskipun bukan segala-galanya, merupakan ikatan yang sangat berharga dalam lembaga apa pun. Belajarlah dari pernikahan dan kitab suci tentang hal itu. Karakter ini sangat kontras pada Jose Mourinho. Dia hanya loyal pada dua hal, yaitu menang dan juara. Kalau enggak, lebih baik kabooor!
Dengan segala dukungan dan fasilitas, barangkali Moyes bisa menjadi manajer high-profile, mencapai puncak nan gemilang, melanggengkan prestasi dan bisnis Manchester United. Tapi mampukah ia bersaing dengan Guardiola yang tahun ini menangani Bayern Munich? Guardiola dua kali menaklukkan strategi Ferguson di final Champions League dan Manchester United selalu kalah oleh manajer berkarakter seperti Mourinho.
Jelas tugas Moyes berat. Apa karakter dan kemampuannya mampu makin menguatkan karir, loyalitas, dan prestasinya? Apa pemain, ofisial, dan fans mau "mengerti dan sabar" (aih, Islami banget istilahnya!) bila di tahun pertama dia gagal meraih piala satu pun? Mari kita saksikan di awal dan akhir musim, kalau mau dari pertandingan ke pertandingan lain.
Tapi seperti pada politik, analisis sepakbola juga kerap prematur. Orang terlalu lihai lebih dulu berubah sebelum gejala mereka terbaca dan jadi kenyataan. Aku mau di depan kaca saja memperhatikan para manajer berteriak, merengut, memerintah, atau marah-marah di pinggir lapangan, seolah-olah menggenapi pemain jadi dua belas orang.[]
Anwar Holid hanya berpengalaman di Championship Manager dan Winning Eleven.
Monday, May 20, 2013
Membuyarkan Mindset Usang tentang Bisnis dan Tuhan
--Anwar Holid
Entrepreneurship Hukum Langit - Sedekah Bukan Keajaiban
Penulis: Abu Marlo
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2013
Halaman: 238 halaman
Kategori: Nonfiksi, pengembangan diri, kiat sukses
ISBN: 978-979-22-9278-7
Harga: Rp.58.000,-
Abu Marlo punya beberapa image karakter dan entah bagaimana ia mampu mengelola karakter itu sebagai personal brand yang utuh, kuat, laku dijual. Berprofesi sebagai magic performer/illusionist (magician, pesulap), dia ternyata juga dikenal sebagai seorang dai (penceramah) dan entrepreneur (wirausahawan). Tapi tampaknya dia lebih suka menganggap dirinya sebagai "rockstar master."
Sebagai seorang magic performer (pesulap) nama Abu Marlo sudah cukup familiar baik di kalangan pengusaha dan mahasiswa. Dia sudah kerap tampil sebagai bintang tamu di berbagai program sejumlah stasiun televisi. Pada tahun 2007 dia meraih 2nd Best Close Up Magic Winner di Bandung Magic Competition, lantas menjadi runner up acara The Master di RCTI. Banyak perusahaan telah memanfaatkan kemampuannya sebagai seorang magic performer, terutama untuk acara launching produk, brand awareness, marketing, maupun entertainment, bahkan sampai ke negara tetangga. Dalam profesinya sebagai magic performer dia tentu sangat memanfaatkan mental magic dan ilusi.
Bagaimana dengan bukunya?
Sungguh mencengangkan ada anak muda berpenampilan persis seorang rockstar dengan kesan rada gothic, dunia sehari-harinya dekat dengan budaya pop, urban, hiburan, maupun kapitalisme, bisa menulis sebuah risalah tentang entrepreneurship (kewirausahaan) murni berdasar Al-Quran---salah satu buku yang paling banyak dibaca dan ditelaah oleh manusia di Bumi ini. Abu Marlo tidak menilai Al-Quran sebagai kitab suci eksklusif bagi orang Islam, tapi perlu dibaca oleh siapapun. Kenapa? Karena Al-Quran adalah manual book hidup manusia (hal. 38). Kalau kita beli produk merek tertentu, produk itu tentu disertai manual book merek bersangkutan agar dapat digunakan maksimal oleh penggunanya. Mustahil manual book-nya dari merek lain, karena sistem, komponen, dan cara penggunaannya pun beda. Tuhan menitipkan manual book berupa Al-Quran karena manusia adalah produk kasih sayang-Nya. Al-Quran bisa dibuka dan dirujuk kapan saja, ayat-ayatnya pun saling menerangkan.
Wow! Pikiran atas Al-Quran ini lebih dari out of the box. Ini jelas merupakan BIG BANG luar biasa yang boleh kita cermati seberapa jauh tingkat keberhasilannya. Karena itu dengan tegas menamai konsep bisnisnya sebagai "Entrepreneurship Hukum Langit." Ajaib dan berani banget.
Mungkin kita tidak perlu tahu bagaimana Abu Marlo bisa mendalami Al-Quran kemudian memadukan basis ilmu manajemen, ekonomi, bisnis modern, serta pengalamannya untuk melahirkan sebuah konsep solid mengenai entrepreneurship berdasarkan Al-Quran. Dia dengan tangkas dan kukuh menerangkan keyakinannya sehingga membentuk paradigma yang menyentak dan segar tentang apa makna berbisnis dan memiliki etos kerja. Contoh, pantaskah seorang pengusaha memberi pengemis atau menyantuni anak yatim dengan harapan dapat balasan dan meminta mereka mendoakan agar dia dan bisnisnya lebih sukses lagi?
Secara simpel namun sulit dibantah Abu Marlo menumbangkan common sense maupun keyakinan klise kita terhadap usaha, tugas, perilaku bisnis, dan tentu saja isu fundamental dunia usaha seperti meraih kesuksesan dan mencapai kebahagiaan.
Di buku Abu Marlo memang memprovokasi orang untuk menjadi "Entrepreneur Pilihan" bagi bangsa Indonesia, tapi ini bukan jenis buku motivasional untuk sukses secara instan atau tips and tricks mujarab membangun kerajaan bisnis dalam waktu 30 hari. Dia nyatakan "do with your own risk." Bahkan ia bilang, "Buku ini bukan untuk Anda yang tergesa-gesa ingin mengkhatamkannya dan tidak untuk secepat-cepatnya selesai dibaca." Didesain sangat apik untuk merangsang orang membaca atau minimal membuka-bukanya, isi buku ini sungguh terasa menyentak.[]
Anwar Holid, pekerja penerbitan yang kesulitan membangun bisnis sendiri.
Link terkait:
www.abumarlo.com
Twitter: @abumarlo
https://twitter.com/Hukum_Langit
Video: http://www.youtube.com/watch?v=zv2udcyocTc
--Anwar Holid
Entrepreneurship Hukum Langit - Sedekah Bukan Keajaiban
Penulis: Abu Marlo
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2013
Halaman: 238 halaman
Kategori: Nonfiksi, pengembangan diri, kiat sukses
ISBN: 978-979-22-9278-7
Harga: Rp.58.000,-
Abu Marlo punya beberapa image karakter dan entah bagaimana ia mampu mengelola karakter itu sebagai personal brand yang utuh, kuat, laku dijual. Berprofesi sebagai magic performer/illusionist (magician, pesulap), dia ternyata juga dikenal sebagai seorang dai (penceramah) dan entrepreneur (wirausahawan). Tapi tampaknya dia lebih suka menganggap dirinya sebagai "rockstar master."
Sebagai seorang magic performer (pesulap) nama Abu Marlo sudah cukup familiar baik di kalangan pengusaha dan mahasiswa. Dia sudah kerap tampil sebagai bintang tamu di berbagai program sejumlah stasiun televisi. Pada tahun 2007 dia meraih 2nd Best Close Up Magic Winner di Bandung Magic Competition, lantas menjadi runner up acara The Master di RCTI. Banyak perusahaan telah memanfaatkan kemampuannya sebagai seorang magic performer, terutama untuk acara launching produk, brand awareness, marketing, maupun entertainment, bahkan sampai ke negara tetangga. Dalam profesinya sebagai magic performer dia tentu sangat memanfaatkan mental magic dan ilusi.
Bagaimana dengan bukunya?
Sungguh mencengangkan ada anak muda berpenampilan persis seorang rockstar dengan kesan rada gothic, dunia sehari-harinya dekat dengan budaya pop, urban, hiburan, maupun kapitalisme, bisa menulis sebuah risalah tentang entrepreneurship (kewirausahaan) murni berdasar Al-Quran---salah satu buku yang paling banyak dibaca dan ditelaah oleh manusia di Bumi ini. Abu Marlo tidak menilai Al-Quran sebagai kitab suci eksklusif bagi orang Islam, tapi perlu dibaca oleh siapapun. Kenapa? Karena Al-Quran adalah manual book hidup manusia (hal. 38). Kalau kita beli produk merek tertentu, produk itu tentu disertai manual book merek bersangkutan agar dapat digunakan maksimal oleh penggunanya. Mustahil manual book-nya dari merek lain, karena sistem, komponen, dan cara penggunaannya pun beda. Tuhan menitipkan manual book berupa Al-Quran karena manusia adalah produk kasih sayang-Nya. Al-Quran bisa dibuka dan dirujuk kapan saja, ayat-ayatnya pun saling menerangkan.
Wow! Pikiran atas Al-Quran ini lebih dari out of the box. Ini jelas merupakan BIG BANG luar biasa yang boleh kita cermati seberapa jauh tingkat keberhasilannya. Karena itu dengan tegas menamai konsep bisnisnya sebagai "Entrepreneurship Hukum Langit." Ajaib dan berani banget.
Mungkin kita tidak perlu tahu bagaimana Abu Marlo bisa mendalami Al-Quran kemudian memadukan basis ilmu manajemen, ekonomi, bisnis modern, serta pengalamannya untuk melahirkan sebuah konsep solid mengenai entrepreneurship berdasarkan Al-Quran. Dia dengan tangkas dan kukuh menerangkan keyakinannya sehingga membentuk paradigma yang menyentak dan segar tentang apa makna berbisnis dan memiliki etos kerja. Contoh, pantaskah seorang pengusaha memberi pengemis atau menyantuni anak yatim dengan harapan dapat balasan dan meminta mereka mendoakan agar dia dan bisnisnya lebih sukses lagi?
Secara simpel namun sulit dibantah Abu Marlo menumbangkan common sense maupun keyakinan klise kita terhadap usaha, tugas, perilaku bisnis, dan tentu saja isu fundamental dunia usaha seperti meraih kesuksesan dan mencapai kebahagiaan.
Di buku Abu Marlo memang memprovokasi orang untuk menjadi "Entrepreneur Pilihan" bagi bangsa Indonesia, tapi ini bukan jenis buku motivasional untuk sukses secara instan atau tips and tricks mujarab membangun kerajaan bisnis dalam waktu 30 hari. Dia nyatakan "do with your own risk." Bahkan ia bilang, "Buku ini bukan untuk Anda yang tergesa-gesa ingin mengkhatamkannya dan tidak untuk secepat-cepatnya selesai dibaca." Didesain sangat apik untuk merangsang orang membaca atau minimal membuka-bukanya, isi buku ini sungguh terasa menyentak.[]
Anwar Holid, pekerja penerbitan yang kesulitan membangun bisnis sendiri.
Link terkait:
www.abumarlo.com
Twitter: @abumarlo
https://twitter.com/Hukum_Langit
Video: http://www.youtube.com/watch?v=zv2udcyocTc
Sunday, May 19, 2013
Rosda: Contoh bagi Penerbitan Indonesia
--Anwar Holid"Saya bangga pada Rosda. Karena itu banggalah pada Rosda, karena pemimpinnya adalah seorang tokoh penerbitan Indonesia," kata senior Ikapi (Ikatan Penerbit Indonesia) Setia Darma Madjid memberi kesaksian di syukuran dan ulang tahun ke 52 penerbit Remaja Rosdakarya, gedung Wahana Bakti Pos, Bandung pada 18 Mei 2013. Setia Darma merujuk pada Rozali Usman, pendiri Rosda, yang pernah menjadi Ketua Ikapi Pusat selama dua periode. Rozali Usman mendirikan Rosda pada 15 Mei 1961. Dalam ucapan selamatnya, Ketua Ikapi Pusat Lucya Andam Dewi menegaskan, "Rosda menjadi contoh untuk usaha sejenis di Indonesia."
Hari itu juga menandai kesiapan penerbit Rosda memasuki zaman digital. Rosda meluncurkan e-Rosda, layanan toko buku dan penerbitan digital (ebook store mobile apps). E-Rosda memungkinkan penerbit ini menjangkau siapapun yang terkoneksi, menerbitkan lebih banyak buku, termasuk buku yang sudah tidak terbit, dan memberi peluang kerja sama lebih besar kepada penulis dan penerbit lain yang mau menjual maupun mendistribusikan bukunya secara digital.
Wakil Direktur Utama Rosda Rosidayati Rozalina tampak antusias dengan langkah itu. Rosda menggandeng Techbator untuk memastikan keamanan, keterjangkauan, dan kemudahan layanan e-Rosda. Platformnya disesuaikan dengan kondisi teknologi dan ketersediaan gadget di Indonesia. "Kami berkomitmen melindungi penerbit, penulis, dan industrinya," kata Erlan Primansyah dari Techbator. Layanan ini diharapkan bisa menumbuhkan ekosistem industri buku berbasis teknologi terdepan. "Industri buku adalah tulang punggung perkembangan dan kemajuan bangsa Indonesia."
Berawal dari buku pelajaran dan sekolah, penerbit Rosda menonjol di pangsa pasar buku pendidikan dan perguruan tinggi, terutama komunikasi, agama Islam, bahasa, dan sosial-politik. Dengan mayoritas bukunya ditulis oleh para guru besar, dosen, dan pakar di bidangnya, kalangan dunia akademik dan pendidik merupakan pelanggan utama buku Rosda, begitu juga mahasiwa. Mahasiswa merupakan pengguna Internet yang aktif, akrab dengan gadget, tapi sukanya belanja dengan harga murah.
Layanan e-Rosda memungkinkan pelanggan bisa membeli buku per bab, diupdate bila naskah direvisi penerbit, bahkan kalau mau menyewa isinya. Langkah ini dianggap sebagai solusi segar menghadapi pembajakan. Ada puluhan judul buku Rosda dibajak dan bersama sejumlah penerbit lain hingga kini kesulitan menyetop kejahatan tersebut karena terhalang kompleksitas masalahnya.
Lewat berbagai tanggapannya, sejumlah penulis yang langgeng bekerja sama dengan Rosda mengamini dan mendukung langkah baru Rosda tersebut. Bung Smas, penulis novel anak-anak kawakan, mengungkapkan punya banyak kisah dan mendalam dengan Rosda, sampai susah disebut satu per satu. "Rosda adalah tempat saya bekerja sama paling lama dengan sebuah penerbit," katanya. Bahrudin Supardi, penulis buku biografi dan cerita anak-anak, menilai e-Rosda merupakan solusi praktis untuk mengembalikan minat baca generasi muda.[]
Anwar Holid bekerja sebagai editor, penulis, juga publisis.
Link terkait:
www.rosda.co.id
www.twitter.com/remajarosdakarya
Monday, May 06, 2013
Dari ki-ka: Erlan Primansyah, Rosidayati Rozalina, Zamzami |
Mengembangkan Ekosistem Industri Buku Indonesia
---Anwar Holid
Bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional, pada 2 Mei 2013 penerbit Remaja Rosdakarya melakukan sosialisasi e-book untuk penulis sekaligus melakukan rilis ebook di Google Play. Mayoritas dihadiri rekanan penerbit yang sudah berusia 52 tahun itu, para penulis dalam berbagai tanggapannya menyambut antusias rencana tersebut. Bukan saja karena mereka berpeluang mendapat tambahan royalti dari penjualan ebook, melainkan karena dunia ebook membuka banyak kesempatan, termasuk menghidupkan lagi buku yang "mati", out of print, maupun mendapatkan kembali buku penting yang dibutuhkan.
Direktur Utama Rosdakarya Rosidayati Rozalina menyatakan bahwa ebook tak terhindarkan bagi penerbit. Tiap tahun pasar ebook membuktikan gejala terus meningkat, teknologi informasi semakin canggih, dan jumlah penggunanya membuka pangsa pasar yang terus membesar. Karena itu pada 2013 ini Rosda memutuskan memasuki babak baru, yaitu menerbitkan dan membuka toko buku digital lewat layanan e-Rosda. Layanan ini akan secara resmi diluncurkan pada 18 Mei 2013 saat penerbit Rosda merayakan ulang tahun ke-52.
Ebook tidak butuh kertas, tapi tetap butuh biaya untuk mendevelopnya, termasukjasa tambahan lain seperti membuat enkripsi, animasi, survey, dan metadata. Keamanan ebook, dari isi hingga proses jual-belinya, menjadi faktor sangat penting baik bagi penerbit dan pembaca, apa lagi di Indonesia yang tingkat pembajakannya tinggi, termasuk di dunia cyber.
Erlan Primansyah dari Techbator yang menjadi mitra utama Rosda dalam bisnis ini menjelaskan pihaknya ingin mengembangkan ekosistem perbukuan, mau diapakan ebook ini, keterjangkauan, kemudahan, serta bagaimana membangun industrinya agar sesuai dengan platform dan kondisi teknologi di Indonesia yang tergolong belum sangat maju bila dibandingkan banyak negara lain. Dia yakin ke depan para penerbit Indonesia yang masuk dunia ebook bukan berebut market share, melainkan membesarkannya, karena pasar dan penggunanya terus tumbuh. Sejumlah penerbit umum dan perguruan tinggi disebut-sebut juga telah siap memasuki kancah ini. Berdasar survey, Erlan menegaskan ebook bukanlah substitusi, melainkan komplementer untuk print book.
Direktur Penerbitan Rosda Zamzami Djahuri menginformasikan bahwa ebook bisa membuka pasar internasional bagi penulis Indonesia. Dia menyebut ada 80.000 perpustakaan di dunia yang tertarik membeli ebook, kalau menarik. Belum lagi kemungkinan terjadi jual-beli copyrights. Fakta ini diamini Aan Merdeka Permana, seorang penulis fiksi-sejarah asal Bandung. Beliau menyebutkan buku-bukunya suka dibeli oleh perpustakaan luar negeri, terutama Belanda. Sementara dia juga berniat menerbitkan lagi karya-karyanya yang sudah kembali hak ciptanya dan suka dicari-cari orang karena tidak tersedia lagi di toko buku biasa.
Pasar ebook memang tampak masih labil. Tipikalnya harga ebook bisa 30 % lebih murah dari print book. Tapi banyak pula pembaca yang suka gratis dulu, baru setelah yakin menarik, mereka mau beli. Namun dalam kasus tertentu ketika tidak ada versi print booknya, harga ebook malah bisa lebih mahal. Fakta membuktikan begitu sebuah judul ebook laris, versi printnya pasti dicari-cari pembaca dan segera akan muncul, baik lewat penerbitan biasa maupuan print on demand (POD). Untuk penulis, pihak Rosda menawarkan royalti antara 14 - 19 %, lebih besar dari royalti biasa antara 8 - 10 %.
Didirikan oleh Rozali Usman pada tahun 1961, penerbit Rosda menonjol di dunia buku pendidikan dan perguruan tinggi, terutama komunikasi, agama Islam, bahasa, dan sosial-politik. Mayoritas bukunya ditulis oleh guru besar dan terkemuka di bidangnya, antar lain Jalaluddin Rakhmat, Deddy Mulyana, A. Chaedar Alwasilah, dan Ahmad Tafsir.[]
Link terkait:
www.rosda.co.id
Subscribe to:
Posts (Atom)