Thursday, November 10, 2005

Idul Fitri 1426 H/2005 M (Semua Dimaafkan)
-------------------------------------------

>> Anwar Holid


Lebaran kali ini aku sekeluarga dapat banyak sekali sms, e-mail, dan juga kartu Lebaran. Rasanya kali ini adalah yang terbanyak; dari kawan dekat, orang asing, kenalan baru, bahkan dari kawan-kawan non-Muslim. Dari teman-teman non-Muslim ini aku hanya bisa tersenyum dan bersyukur menghargai kebaikan, toleransi, dan keikhlasan mereka berhubungan dengan orang Muslim. Aku hanya bisa dengan ikhlas menerima kebaikan dari semua orang yang digerakkan oleh sebuah energi positif (kebaikan) yang tengah melanda sebuah kesempatan---kesempatan terbaik bagi orang untuk berhubungan dengan sesamanya.

Hanya dari Tuhan kami tak mendapat sms atau kartu Lebaran. Mungkin Dia tidak menyimpan no. HP kami atau terlalu sibuk, lupa, kehabisan pulsa, atau memang diabaikan dari daftar penerima ucapan selamat Lebaran. Ini menggelitik, padahal HP kami dicatat oleh Presiden SBY---untuk sesekali dikirimi salam peringatan dan propaganda. Tapi, jangan-jangan aku memang tak pantas menerima sms dari Tuhan. :(

Baik-baik saja. Kami tak kecewa nggak mendapat sms dari Tuhan. Karena manusia adalah citra-Nya, aku sudah syukur mendapat banyak pantulan keagungan dan kebaikan yang tecermin dari seluruh makhluk-Nya. Untuk seorang individu yang cukup kotor seperti aku, kebaikan, keramahan, ketulusan orang-orang itu sebenarnya terasa sudah berlebihan. Terlalu baik buat aku. Terus-terang, kalau ditimbang-timbang aku sebenarnya nggak pantas menerima semua itu---tapi ternyata kebaikan Tuhan itu mengalahkan segala-galanya. Bila sudah dikehendaki, semua pasti terjadi. Lebaran kali ini bahkan menyambung hubunganku dengan keluarga jauh yang rasanya telah putus cukup lama karena kehilangan kontak; selain itu memberi aku sekeluarga berkenalan dengan orang-orang mengesankan; bertubi-tubi menerima kebaikan. Itu semua sudah cukup ajaib buat aku. Puji Tuhan.

Mengingat puasa Ramadhan (shaum), sebenarnya yang baru aku dapat hanya haus dan lapar. Itu adalah hasil paling buruk (minimal) dari seseorang yang puasa. Aku menyesal untuk hal ini. Aku tentu sedih dengan wanprestasi ini, tapi aku belum mampu memuasakan seluruh binatang yang hidup dalam diriku. Aku terbukti gagal berperang dengan diri sendiri. Orang-orang di dekatku bisa dijadikan saksi. Aku nggak akan membela diri. Pasrah menerima dakwaan tentang keburukanku. Tapi aku berdoa semoga kembali diberi kesempatan untuk menggembalakan binatang-binatang itu, agar tahu persis sebenarnya aku seperti apa.

Yang paling menarik dalam Lebaran kali ini adalah munculnya kesadaran Ilalang tentang konsep 'shaum' atau 'puasa' dan 'Ramadhan.' Ia juga mulai kenal kosakata 'sahur', 'buka', 'shalat tarawih', 'baju lebaran', 'batal'---dan aspek-aspek sejenisnya. Di TK dia sudah diminta puasa selama ada di sekolah (± 2,5 jam); dia dibelikan baju koko yang dengan sangat semangat digunakan untuk berangkat shalat tarawih. Tapi begitu ikut shalat dia gelisah dan kecapean, 'Bosen ah! Gitu-gitu aja. Diulang-ulang terus!' Tapi esoknya dia kembali semangat mengajak aku tarawihan.

Usia dia sekarang lima tahun lebih. Mulai ngerti ini-itu meski naif. Cerewetnya kadang-kadang terasa terlalu. Namanya kanak-kanak. Begitu siang-siang di bulan Ramadhan lihat kawan kami merokok atau makan, dia protes, 'Kok Om nggak puasa? Nggak kayak ibu dan ayah? Kok tetap ngorokok? Kok makan sih? Malu dong!' Ucapannya masih cadel-cadel. Alah, padahal yang dia omongi itu kawan kami yang Nasrani. Tahun depan mungkin giliran dia marah-marah dan kesulitan belajar shaum, atau di tahun-tahun mendatang setelahnya dia belajar buka sembunyi-sembunyi. Jadi ingat sindiran sebuah iklan: 'Sekalinya ditutup, langsung pada buka.' Atau seperti aku: rasanya memang puasa, tapi jiwanya belum bisa ditaklukkan, masih liar dan jelalatan.

Aku sekeluarga juga belajar zakat dan sedekah, meski tahu persis zakat itu tak bakal bikin penerimanya bebas dari kemiskinan. Itu hanyalah sedikit upaya penyucian, sebagaimana aku dulu disucikan oleh orangtua yang menzakatkan anak-anaknya. Apalah arti sedekah itu dibandingkan harapan kebaikan yang ingin aku dapatkan. Bagi orang lain, kebaikan bahkan selalu kurang. Bahkan orang lain kadang-kadang mendapat celaan atau tuduhan (fitnah) justru setelah berbuat baik. Dibanding berkah dan kebaikan yang kami dapat, zakat dan sedekah itu pasti juga timpang timbangannya; tapi setidaknya kami berusaha melatih agar indra kebaikan tetap rutin terasah. Karena kebaikan itu terus-terusan aku terima, bahkan di saat paling buruk sekalipun. Tanpa kebaikan, berkah, bantuan, orang lain dan seluruh aspek yang berpengaruh dalam hidupku, aku kosong. Aku menerima kebaikan dari segala arah, dari siapa saja: dari keluarga, tempat kerja, rekanan, saudara, handai tolan, orang lain, orang asing, kenalan baru, siapa saja tanpa pernah terduga sebelumnya.

Lepas dari sejumlah keinginan gagal terpenuhi, aku ternyata mendapat banyak sekali hal sampai jumlahnya mustahil terhitung. 'Kalau yang kamu inginkan tidak terjadi, syukurilah yang kamu dapatkan.' Pelajaran moral sederhana yang ingin aku hayati sebaik-baiknya. Hidup telah memberi aku nyaris semua---tak terkata hal yang sudah semestinya dan paling dasar. Dengan caranya sendiri hidup mengajari aku banyak hal---meski aku masih bodoh, bandel, bebal, sulit menerima pelajaran. Dunia adalah kelas tempat aku mengaji segala hal, termasuk dengan kesalahan dan kemalasan.

Karena banyak sekali disalami dan disapa oleh orang dan kalangan, tentu wajar bila aku merasa jiwa Idul Fitri 1426 H/2005 M ini adalah 'damai'---yang tentu saja segera kontradiktif dengan banyak peristiwa di luar sana, di dunia nyata yang kadang-kadang tega berwajah kejam, tanpa sedikit pun peduli waktu dan kesempatan: seorang gadis berusia 7 tahun diperkosa, kerusuhan menjalar di kota-kota di Prancis, seseorang terbunuh, kecelakaan terjadi, orang lain jadi buron, kesewenang-wenangan terus berlangsung, politik terus penuh dengan dagang kuasa. Maaf dan damai seolah-olah langsung kehilangan makna. Semua terjadi, semua dibolehkan. Tapi semua juga dimaafkan.

Izinkan aku mengubah syair Kurt Cobain:
Apa lagi yang harus kutulis
Aku tak punya hak
Aku harus apa lagi
Semua dimaafkan.


Tapi hidup sampai waktunya. Peristiwa terus terjadi juga untuk urusan-urusan lucu dan sebenarnya tak perlu. Karena itu manusia menjaga riak-riaknya terus gelisah, memecah kesunyian, mempertaruhkan keyakinan, melayani orang, menanam kebaikan, mencari kesempatan, mengisi peluang. Manusia diberi kesempatan maksimal untuk mengisi dunia sampai waktu memberhentikannya. Kita dipersilakan melakukan apa saja, termasuk ketika terpaksa harus menerima keadaan.

Setiap orang hidup dalam dunianya, sendirian, dengan mimpi dan kesulitan, dengan jatah bahagia dan malapetaka. Tapi dalam dunia itu juga terbuka celah interaksi, tempat orang lain masuk, saling membagi, memberi pengaruh, menaruh peran, menjadi utusan.

Dan damailah di Bumi...[]6 November 2005 Tel. (022) 2037348

2 comments:

Unknown said...

Clicking Here hop over to this website have a peek at this site useful link visit the website check it out

thealey said...

j2o35u4k09 b6a23h4g51 w2k74j2h21 p5r17p3a65 b7p02w8b49 c1n30w8o28