Tuesday, August 18, 2009


Menginstall Kemampuan Menulis
---Anwar Holid

Quantum Writer: Menulis dengan Mudah, Fun, dan Hasil Memuaskan
Judul Asli: Quantum Writer: Write Easily, Less Stress, Better Results
Penulis: Bobbi DePorter
Penerjemah: Lovely
Penerbit: Kaifa (Mizan Grup), 2009
Jumlah Halaman: 84
ISBN: 978-979-1284-25-7
Harga: Rp23.000.00


Semua penulis dan orang yang tertarik pada dunia penulisan selalu terpicu untuk menghasilkan karya terbaik. Mereka kerap berani mempertaruhkan apa pun agar hasrat menciptakan karya terbaik itu terwujud. Ada kala, mereka bahkan mau merangsang kreativitas secara ekstrem lewat cara yang justru membahayakan keselamatan jiwa. Dalam masa pencarian kreativitas itu energi dan pikiran mereka kerap terkuras, melakukan banyak coba-coba, gelisah, sekaligus merasa terancam karena tahu ada target yang harus selesai.

Pada masa "pengeraman" seperti itu, polah penulis bisa berubah jadi aneh. Bila merasa gagal menggerakkan jemari demi mendapatkan kata dan kalimat yang tepat, mereka berusaha terus memburunya. Entah dengan mondar-mandir, merokok, melamun, corat-coret, atau juga minum kopi dan mengobrol. Mereka seakan-akan sedang ada dalam panci mendidih, penuh bahaya, siap meledak.

Bobbi DePorter mengajukan cara yang lebih kreatif, masuk akal sekaligus bebas stres dan menyenangkan untuk menghasilkan tulisan yang mengesankan. Dia menggagas metode Quantum Writing (Menulis Kuantum); orang yang mempraktikkannya disebut Quantum Writer (Penulis Kuantum).

Quantum Writer menggunakan metode bernama PAK!, singkatan dari Pusatkan Pikiran, Atur, Karang, dan Hebat (berupa tanda seru.) Keempat metode ini memiliki rincian lagi yang bila sudah dipahami justru akan memudahkan penulis dalam menyelesaikan pekerjaan. Dalam Pusatkan Pikiran, tugas utama penulis ialah melakukan curah gagasan atas ide yang hendak ditulis. Intinya penulis mengumpulkan ide, gambar, dan perasaan yang terlintas. Hasil dari tahap ini ialah berupa gugusan bintang pointer yang harus segera disusun menjadi draft.

Draft merupakan tulisan awal yang selesai cepat, kuncinya tentu saja menulis cepat. Di sini Bobbi membangkitkan semangat dan keberanian agar penulis terus jalan secara mengalir apa saja yang dianggap relevan, mengabaikan aturan menulis, bahkan melupakan kira-kira hasil akhirnya akan seperti apa. Begitu draft sudah jadi, langkah berikutnya ialah mengatur. Saran utama Bobbi untuk mengatur tulisan ialah menggunakan Peta Pikiran yang nanti akan mengelompokkan draft sebagai ide utama, detail pendukung, contoh, kesimpulan, maupun usulan dan argumen penulis.

Selesai tahap atur, penulis kemungkinan besar sudah mampu menemukan bayang-bayang isi tulisannya akan seperti apa. Draft tersebut sudah jauh lebih tertata dari corat-coret, sebab penulis sudah tahu subjek utamanya ataupun kaitan antar paragraf. Di sini, mulailah penulis belajar untuk memoles draft, tujuannya menghasilkan tulisan yang tertib, alamiah, kuat, akurat, memiliki keterbacaan tinggi. Nah, begitu penulis selesai memoles karya sendiri, tinggal selangkah lagi untuk menghasilkan tulisan yang hebat, yaitu mengoptimalkannya secara kreatif dan kritis.

Baru pada tahap terakhir ini Bobbi malah menyemangati penulis agar jangan puas dengan hasil kerja pertama. Ada berbagai cara agar tulisan semakin memuaskan maksud penulis sekaligus memenuhi keinginan pembaca. Secara langsung dia menyebut berbagai elemen kenapa tulisan bisa hebat, bagaimana penulis pada tahap akhir ini harus sangat kritis dan cermat pada pekerjaannya sendiri. Sebelum menyerahkan kepada pembaca (baik publik secara keseluruhan atau untuk keperluan tertentu), penulis wajib memeriksa kembali tulisannya secara detail, kali ini memeriksa apakah ejaan, tanda baca, kata sambung, tata bahasa, juga akurasi pada tulisan itu ada yang salah. Ini serupa dengan kontrol kualitas terhadap karya.

Sebagai teknik menulis, Quantum Writer rasanya sempurna. Teknik ini bukan saja menyemangati orang untuk berani mengeluarkan ide segila apa pun, melainkan juga menawarkan cara tertentu yang unik, misalnya membaca dari belakang untuk menemukan salah tulis, persis karena penulis bisa memperhatikan setiap kata tanpa mengaitkan maknanya. Sekali lagi, di ujung pemeriksaan Bobbi menegaskan pentingnya menguasai tata bahasa, mengakrabi rujukan, dan benar-benar memaksimalkan pemeriksaan sendiri.

Desain yang menarik juga menjadi keunggulan tersendiri buku ini. Bobbi merancang tahap Quantum Writer ini seperti sedang menginstall program, jadi proses kemajuannya terasa. Meski pembaca sasaran utama buku ini ialah remaja dan orang yang baru akan mau mempelajari kepenulisan, ia inspiratif dan memancarkan semangat positif. Buku ini tipis, fokus, mudah dibaca, dan berdaya dobrak tinggi.

Kelemahan Quantum Writer justru terletak pada aturan dan istilah penerapan metodenya sendiri. Ia menggunakan banyak jembatan keledai---terutama singkatan---yang malah suka bikin ribet. Selain PAK!, pembaca nanti akan menemukan istilah Ge La, UPAK, AMBak, juga TARGET yang boleh jadi mula-mula terdengar aneh dan lucu, sebelum akhirnya terbiasa dan menyenangkan. Bila sudah paham, lama-lama pembaca akan terbiasa pada istilah tersebut dan akan teringat dengan sendirinya.

Quantum Writer merupakan satu dari empat Quantum Series yang diterbitkan Kaifa (edisi Inggrisnya terdiri dari enam jilid). Tiga judul lainnya ialah Quantum Learner, Quantum Thinker, dan Quantum Note-Taker. Semuanya merupakan "anak-anak" baru karya Bobbi DePorter, yang di Indonesia sejak 1999 sukses menerbitkan buku Quantum Learning, Quantum Business, dan Quantum Teaching. Di Indonesia, setidaknya Hernowo dan Farid Gaban yang telah menguasai dan mempraktikkan teknik ini. Hernowo menulis buku berjudul Quantum Writing, sementara Farid Gaban mengenalkan metode ini dalam kelas pelatihan jurnalistiknya.[]

Anwar Holid, bekerja sebagai editor, penulis, & publisis; eksponen TEXTOUR, Rumah Buku Bandung, blogger @ http://halamanganjil.blogspot.com.

Alamat: Jalan Kapten Abdul Hamid, Panorama II No. 26 B Bandung 40141
Telepon: 2037348 | 085721511193 | E-mail: wartax@yahoo.com

Pat Metheny, Mahadewa Gitar yang Pernah Ada
---Anwar Holid


KARENA TERBIASA DENGAR MUSIK ROCK DAN SEJENISNYA, dulu aku cukup yakin bahwa Brian May, Eddie van Halen, Joe Satriani, atau Steve Vai merupakan gitaris paling hebat sedunia. Tapi semakin banyak jenis musik yang aku dengar, tambah yakinlah bahwa keyakinan itu bisa dibantah, dan akhirnya rontok perlahan-lahan. Perubahan itu semakin drastik ketika makin banyak album Pat Metheny yang aku dengar.

Aku pertama kali dengar Pat Metheny dari KLCBS, stasiun radio jazz di kotaku, Bandung. Tentu awalnya aku belum tahu bahwa itu karya gitaris berambut bak surai singa itu. KLCBS menggunakan satu atau dua karya Metheny sebagai musik latar untuk informasi mereka, sampai sekarang. Sebagian lagi mereka putar per lagu. Penyiar KLCBS, entah karena kebijakan apa, jarang menyebut musisi atau judul lagu yang mereka putar. Tapi kadang-kadang mereka menyebutkannya juga. Lama-lama aku tahu bahwa lagu yang mereka gunakan ialah "Last Train Home" dan "Phase Dance."

Minatku pada Pat Metheny tambah besar ketika aku makin sering dan intens dengar jazz. Suatu hari seorang temanku meminjami aku vcd konser Pat Metheny, Secret Story, yang menurutku jauh lebih subtil daripada konser gitaris rock atau heavy metal. Tampaknya gitaris rock cenderung heboh sendiri atau narsis bila sedang manggung, apalagi ketika sedang melakukan solo gitar; sementara gitaris jazz justru cenderung lebih mementingkan musik apalagi bila sedang melakukan solo. Mereka mungkin jarang kelihatan bergaya, tapi malah memperlihatkan performa hebat secara keseluruhan.

Kira-kita tahun 1996, aku beli album Pat Metheny yang terdengar sangat ajaib dari Yuliani Liputo, judulnya Zero Tolerance for Silence. Album itu sepertinya terdengar hanya berisi distorsi gitar. Selama mendengar, keherananku hanya begini: "Kok kepikiran sih bikin album seperti ini?" Album itu membuyarkan bayanganku bahwa karya-karya dia senantiasa agung dan diciptakan dengan ketelitian hebat. Tapi rupanya album itu menyimpan kontroversi dengan cerita sendiri. Setelah itu dengar Beyond the Missouri Sky (Short Stories) yang nuansanya mengawang-awang, seakan-akan mengetengahkan semesta nan luas.

Baru waktu Rumah Buku menyediakan sejumlah album Pat Metheny, kepenasaranku pada musik dia makin terpenuhi. Di sana tersedia Still Life (Talking), Letter from Home, The Road to You, We Live Here, Imaginary Day, juga Beyond the Missouri Sky, Pat Metheny Trio, I Can See Your House from Here, dan One Quiet Night, album solo terbarunya.

I Can See Your House from Here merupakan album duet bersama John Scofield, seorang dewa gitar lain yang mungkin juga terabaikan dari scene gitaris umum---yang biasanya memang lebih peduli pada gitaris rock. Album ini ternyata sangat hebat. Judulnya saja sangat kena, seakan-akan bilang mereka tahu rahasia dapur masing-masing. HIGHLY RECOMENDED.

Kerja sama Metheny/Scofield bukan sekadar pertemuan dua mahadewa gitar atau datang untuk bersahut-sahutan, melainkan saling isi dan menjalin. Seakan-akan berusaha saling paham, berkomunikasi. Rasanya belum pernah aku dengar album gitar sehebat ini, bahkan hasil pertemuan gitaris rock sekalipun. Terlintas nama Cacophony (Marty Friedman & Jason Becker) untuk diadukan, tapi menurutku Cacophony monoton dan lebih ngotot untuk kebut-kebutan. Mungkin lebih menarik membayangkan Tom Morello dan Steve Vai bikin album yang betul-betul senyawa, bukan sekadar pamer aksi memainkan efek dan kecepatan. Menurutku, nuansa I Can See Your House from Here ini lebih condong ke rock daripada jazz.

PATRICK BRUCE METHENY lahir pada 12 Agustus 1954 di Lee's Summit, Missouri, Amerika Serikat. Dia memutuskan total main musik setelah ke luar dari University of Miami, yang hanya dia masuki satu semester. Namanya mulai muncul di ranah jazz pada 1975, ketika dia gabung dengan band Gary Burton dan merekam sebuah album trio bersama Jaco Pastorius (bass) and Bob Moses (drum) berjudul Bright Size Life. Pada 1977 Metheny merilis Watercolors, yang menampilkan Lyle Mays (piano, keyboards). Kerja sama dengan Mays ini secara resmi dia kukuhkan sebagai Pat Metheny Group (PMG), yang pada 1978 menghasilkan album perdana menggunakan nama tersebut.

Dengan PMG boleh dibilang Metheny mencapai puncak kreativitas dan popularitas, meski dia terus bertualang mencari berbagai alternatif terhadap batasan-batasan musik. Dia bisa berkolaborasi baik sebagai duet, trio, pemain tamu, menghasilkan album etnik, belum lagi solo. Maka gayanya sulit dijelaskan, tapi yang jelas merupakan unsur dari progressive jazz dan jazz kontemporer, post-Bop, jazz-rock fusion, and folk-jazz. Salah satu contohnya ialah pada tahun 1998 PMG memenangi dua Grammy Award kategori Rock Instrumental Performance untuk "The Roots Of Coincidence" dari album Imaginary Day, sekaligus Contemporary Jazz Performance untuk album tersebut. Ke mana saja tuh gitaris rock pada tahun itu?

Di album Pat Metheny Trio-->Live (2000), aku berspekulasi, kalau penggemar rock/metal dengar, mereka mungkin akan malu bilang bahwa John Petrucci, Yngwie J. Malmsteen, atau Vernon Reid sebagai dewa gitar. Ini tentu pendapat berlebihan untuk menonjolkan betapa gila daya jelajah Metheny. Di album itu ada lagu "Faith Healer" (19 menit), yang mungkin tak pernah terbayang bakal tercipta bahkan oleh gitaris metal terhebat yang pernah ada.

PMG juga termasuk band jazz besar yang awet. Selain dua pendirinya, anggota lain yang paling bertahan ialah Steve Rodby (Bass) dan Paul Wertico (drums). Meski begitu mereka kerap menampilkan musisi tamu, yang lama-lama jadi bagian utuh grup tersebut, terutama ketika tur, misalnya Mark Ledford (vocals, trumpet, gitar), Armando Marçal (perkusi), dan Nana Vasconcelos (perkusi dan suara mulut). Dengan PMG juga Metheny memenangi belasan Grammy Award. Tapi entah kenapa, setelah menghasilkan The Way Up (2005) yang ambisius, grup ini istirahat. Metheny kemudian malah terlibat dengan Brad Mehldau, sesama pianis seperti Mays, untuk menghasilkan dua album. Hanya saja Mehldau lebih tampak sebagai pianis tradisional daripada Mays yang memberi nuansa begitu kaya dalam latar musik mereka.

The Way Up merupakan album konsep yang terdiri dari satu lagu sepanjang 68 menit, namun dipecah jadi empat bagian, semata-mata untuk kepentingan navigasi cd dan keperluan komersial. Pembukanya (Opening) merupakan intro sepanjang lima menit yang amat luar biasa dan sempurna sebelum masuk ke wilayah musik yang kompleks, meliuk-liuk, mengawang-awang, menegangkan, namun juga amat terampil, dinamik, dan memperlihatkan improviasasi dan permaian solo hebat. Metheny menyatakan bahwa album itu merupakan reaksi terhadap kecenderungan musik sekarang yang biasanya menuntut perhatian singkat-singkat namun kekurangan nuansa dan detail. Argumen yang sangat wajar. Ganjarannya, pada 2006 album ini memenangi Grammy Award untuk Best Contemporary Jazz Album.

Dengan puluhan album yang telah dia hasilkan, mendengarkan Pat Metheny seperti merupakan petualangan menjelajahi musik yang tiada habis. Aku sendiri belum mendengar SEMUA karya dia. Namun, apalagi yang ingin aku dengar dari karyanya, kecuali sejumlah album yang mungkin sulit aku dapat, misalnya Upojenie (2002) albumnya bersama Anna Maria Jopek dan The Falcon and the Snowman (1985), sebuah soundtrack dari film berjudul sama, di sana mereka bekerja sama dengan David Bowie---teman main Setiawan Djody. Aku sendiri bergantung pada Rumah Buku dan Satia Nugraha untuk mendapatkan banyak diskografi Metheny.

Moral utama yang aku dapat dari mendengar karya-karya Metheny ialah totalitas dan kualitas. Jika kamu seorang gitaris, jadilah gitaris hebat, produktif, inovatif, membuka seluruh kemungkinan. Jika kamu penulis, tulislah sebaik-baiknya, sebanyak mungkin, totallah di sana. Semangat seperti itu tentu baru sedikit saja bisa aku lakoni, itu pun dengan kualitas yang boleh dipertanyakan. Tapi seperti daya dobrak Metheny yang hebat, inspirasinya selalu kuat. Bukankah hebat ketika kita dengar musik, ternyata di sana juga ada semangat dan dinamika hidup?[]

Anwar Holid, sayangnya, tidak bisa main gitar. Apa ini termasuk ganjil? Dia bekerja sebagai editor dan penulis, blogger @ http://halamanganjil.blogspot.com.

KONTAK: wartax@yahoo.com | Tel.: (022) 2037348 | HP: 085721511193 | Panorama II No. 26 B Bandung 40141

Untuk pinjam CD album Pat Metheny, silakan hubungi http://www.rukukineruku.com