Thursday, March 07, 2013


Alternatif Bacaan Seru Ketika Jumat
--Anwar Holid 

#kotbahtimeline
Penulis: @pergijauh (Abdul Gofar Hilman)
Penerbit: Plotpoint Kreatif Publishing, 2012
Halaman: 232 halaman
ISBN: 9786029481082


Banyak orang sangsi atas kualitas buku yang lahir dari cericipan di Twitter. Barangkali karena ada anggapan bawah sadar bahwa tweet kebanyakan berisi gerutuan massa anonim, menyatakan keluhan yang tidak bisa diteriakkan secara frontal di tempat formal. Tapi barangkali bagi sebagian orang lain tweet adalah media latihan untuk menulis lebih baik dan jujur, sebab sejumlah tweet lahir dari niat yang serius atau minimal berhasil mengungkapkan maksud dengan jelas.

Buku #kotbahtimeline ini aku pikir lahir dari upaya serius untuk memopulerkan agama (Islam) lewat salah satu cirinya yang paling menonjol, yaitu shalat Jumat. Shalat Jumat setara dengan misa seminggu sekali ke gereja bagi umat Katolik/Kristen. Bahkan shalat Jumat bagi sebagian umat Islam jadi ukuran iman: kalau kamu masih shalat Jumat, kamu masih aman jadi seorang Muslim, meski barangkali sehari-hari shalat lima waktumu kacau. Jangan sampai seorang Muslim lalai Jumatan, sebab ada mitos dia bisa dianggap tidak jadi seorang Muslim bila sudah lebih dari tiga kali berturut-turut tidak shalat Jumat. Paling parah kalau seorang Muslim cuma shalat Idul Fitri, apalagi shalatnya tidak didului dengan puasa ramadan sebulan penuh.

Sebagai anak yang lahir dari keluarga santri, @pergijauh (Abdul Gofar Hilman) terbiasa melihat kakek dan ayahnya berceramah (berkotbah), sampai membuat dirinya ingin jadi seperti mereka. @pergijauh menganggap berceramah di depan massa, sendirian, mengungkapkan ide secara monolog itu keren, sama dengan menulis tweet yang nendang, witty. Karena itu dia mencoba jadi pengkotbah (khatib) di depan follower-nya yang banyak. Karena ada mitos mendebat khatib berceramah itu tabu, seolah-olah menutup budaya egaliter dalam Islam, kotbah di Twitter langsung boleh disamber kalau tidak setuju atau ditambah dan disundul.

Tanpa dilengkapi (daftar) isi buku, buku ini bisa dibaca dari mana saja, sebab isinya pun acak dan sembarangan, mulai dari agama, hubungan personal (pacaran, berkawan, dan lain-lain), politik, budaya urban, lelucon dan ledekan bersifat politis. Ini sejenis buku “jump-in-anywhere” yang bisa dibolak-balik seenaknya, namun hal itu tidak lantas membuatnya jadi sekali baca langsung buang. Memang tautan utamanya ialah shalat Jumat, agama Islam, dan tampaknya ada upaya khusus dari sang penulis untuk selalu mengembalikan kegilaannya berpendapat pada religiositas, tapi pembaca juga boleh mengira, apa upaya itu lahir dari keinginan untuk menelusupkan agama atau malah meledeknya. Hanya Tuhan dan penulis yang tahu.

Satu hal sih, buku ini lucu. Orang-orang yang aku tanya soal buku ini selalu bilang bahwa buku ini lucu dan gila. Dari sisi itu saja, aku pikir itu sudah juara. Niat banget memang buatnya. Contoh soal pakai sarung. @pergijauh bilang: ketika shalat Jumat, pastikan Anda memakai dengan benar, jangan sampai salah, disertai dua foto dirinya mengenakan sarung yang benar dan yang salah. Di sepanjang 52 minggu kotbahnya, dia menemukan ada saja orang yang salah memakai sarung dengan berbagai macam fashion, mulai dari bentuk pocong, Wiro Sableng, Rhoma Irama, Pak Raden, bahkan wayang. Kreativitasnya terhadap sarung mungkin pantas membuatnya dinobatkan jadi duta sarung Indonesia, biar nanti enggak kecolongan diklaim lagi sama Malaysia.

Tweet-nya juga berani dan nendang. Contoh: sesungguhnya sasaran tempat untuk melempar jumroh yang terbaik adalah ke gedung DPR. Bagi yang kurang akrab, dalam ritual agama Islam sewaktu naik haji, melempar jumroh adalah simbol memerangi Iblis dan angkara murka. Atau ini: sesungguhnya lebaran adalah saat yang paling tepat untuk cipika-cipiki dengan gadis komplek pujaan Anda.

@pergijauh akrab dengan rock dan budaya urban. Tubuhnya banyak tato. Banyak tweet-nya terkait hal itu. Contoh: Allah tak suka dengan umat yang berlebihan, maka ketika melantangkan 'amin' janganlah kamu memakai teknik growl atau scream. Atau ini: sesungguhnya mengonsumsi pil biru ketika sahur tidaklah menjamin Anda jadi kuat puasa.

Seperti pengakuannya, intinya dalam buku ini @pergijauh mencoba berbagi sesuatu yang mesti dibagi. Apa itu? Apa saja yang dianggapnya mengusik. Mungkin buku ini tidak membuat kita ngakak entah karena ada batasan 140 karakter atau isinya memang memelintir masalah serius (otoritas, agama, Tuhan, ancaman neraka, akhirat walaubagaimanapun adalah hal yang bikin gentar), tapi ia bisa membuat kita senyum, teringatkan, dan sesak karena merasa tertonjok dari depan.[]

Wednesday, March 06, 2013

 
[halaman ganjil]
dapat hadiah ujian pahit dari tuhan

kemarin aku dengar cerita dari seorang kawan, ada suami yang "membiarkan" istrinya tetap perawan meski perkawinan mereka sudah 14 tahun, karena ternyata dia seorang homoseksual. lebih kurang ajar lagi dia suka jelalatan kalo lihat pria, meski sedang jalan-jalan sama istrinya, sampai membuat sang istri antara bingung marah dan malu. "kamu ini lagi jalan sama istrimu lho!" dengusnya.

tentu aku bingung dan kehilangan kata mendengar cerita seperti itu. soal kenapa mereka bisa sampai menikah, itu saja sudah bikin pertanyaan besar yang menggemaskan. mereka menikah karena dijodohkan, karena keluarga si istri merasa berutang budi pada keluarga suami, karena si suami dan keluarganya baik, dan karena-karena lain sampai pernikahan absurd itu terjadi.

dari cerita lain, aku dengar ada perkawinan lain yang agak mirip, tapi mungkin sedikit lebih baik. ada seorang suami homoseksual yang menikahi perempuan untuk menutupi orientasi seksualnya, tapi malangnya si suami ini cuma mau berhubungan seksual sekali setahun! aku langsung teriak waktu dengar cerita ini, "setahun sekali? MANA TAHAAANNN!!!" tapi mungkin perkawinan itu masih beruntung, si suami masih memperlakukan istrinya dengan cukup baik dan sopan. kehidupan sehari-harinya terpenuhi, kebutuhan duniawinya tidak kekurangan, dan dia tidak disiksa secara fisik. (tapi menurutku wanita ini disiksa oleh deraan hasrat seksual.) karena suami-istri ini cuma berhubungan seks setahun sekali, mungkin wajar mereka tidak punya anak, dan itu melahirkan badai pertanyaan bagi banyak orang dan kerabatnya. cerita ini membuat aku inget, martin amis pernah menulis "let me count the times", sebuah cerpen tentang seorang suami yang melakukan anal seks setahun sekali dengan istrinya sebagai hadiah dirinya ulang tahun.

lain kasus dan cerita lagi, ada seorang wanita yang sejak kecil bingung oleh orientasi seksualnya, karena dia hanya tertarik pada sesama jenis. dia merasa abnormal, berusaha menghilangkan kecenderungan itu, sampai ketika waktunya, dia menikah dengan seorang pria tentu saja, yang dinilai cocok untuk dirinya, salah satunya sebagai usaha agar kecenderungan seksualnya normal dan sembuh. tapi perkawinan itu mungkin tidak menolong, karena dia tetap tersiksa dan sulit menikmati setiap kali berhubungan seksual dengan suaminya. perkawinan semacam itu sebaiknya diapakan?

dari masa lebih lama lagi, aku pernah dengan tercekat mendengar cerita ada suami-istri yang belum bisa berhubungan seks meski mereka sama-sama normal, sehat, karena sang istri punya kelainan dengan badannya atau trauma yang belum sembuh. tapi meski disikat oleh persoalan mendasar itu, mereka tetap berusaha baik-baik menjadi suami-istri, minimal itulah yang terlihat di antara kawannya. di ujung cerita lain, ada juga tipikal pria yang suka mencecerkan sperma ke mana saja, entah kepada sembarang wanita, suka kawin-cerai, bertualang dengan banyak wanita, atau poligami dengan dua, tiga, empat, bahkan belasan wanita. di tingkat ekstrem, misalnya di dunia islam, ada seorang muslim yang berani dan terbuka mengaku dirinya gay/lesbian, bangga atas identitas itu, dan berkampanye agar mayoritas umat Islam toleran terhadap pilihan atau identitas itu. sebagian perempuan tampak ada yang memilih hidup sendiri tanpa pernah dibelai laki-laki, sementara lainnya memilih punya anak tanpa perlu menikah, jadi single parent sekalian hinggap ke sana-kemari sesukanya pada laki-laki yang satu ke yang lainnya, dan ada pasangan homoseksual mengadopsi anak entah bagaimana caranya dan dapat dari mana. persoalan seperti itu bikin aku mumet kalo memikirkannya, persis karena aku bodoh, buta, dan gagal menjawab.

aku lemas mendengar cerita-cerita seperti itu, terutama tentang upaya orang yang kepayahan bergelut dengan problem seksualnya masing-masing, entah karena menyimpang, tertekan, atau malah terlalu membludak dan luber ke mana-mana.

kata temanku, problem seks kerap merupakan ujian tingkat lanjut yang berat dari tuhan kepada seseorang. mungkin orang itu tidak menerima ujian dalam hal sandang-pangan-papan (kebutuhan primernya sudah terpenuhi), tapi dia menerima ujian yang lebih tinggi dan rumit, entah lewat persoalan seks, sakit jiwa, kepribadian terbelah, dan lain-lain. baru-baru ini kardinal keith o'brien di inggris mengundurkan diri dari jabatannya karena kasus "perilaku seksual tidak senonoh" dengan sesama jenis, dan dalam wawancara beberapa waktu sebelum dirinya turun dia percaya bahwa pastor mestinya boleh menikah dan punya anak kalo mereka mau.

"susah loh kalo kamu mendapat hadiah ujian yang pahit dari tuhan," kata temanku. "gimana coba kamu menghadapinya?" benar. aku masih kacrut jadi manusia. masih kurang segitunya baik pada istri dan anak-anak dan masih kepayahan berdamai dengan kehidupan.[]Tuesday, 05 March, 2013

Friday, March 01, 2013




Sastra dan Propaganda Agama (Islam)
---Anwar Holid

Islam kerap dicap sebagai agama yang ekspansif. Anggapan ini bisa jadi muncul mulai dari aktivitas dakwah yang memang terlihat ekstensif, beragam lembaga dakwah, banyaknya khatib (pengkhotbah, penceramah, ustad), sampai penilaian sumir terkait konspirasi terorisme dan kekerasan agama. Di Indonesia, ada banyak penerbit maupun perusahaan media massa yang mengkhususkan diri bergelut di pasar umat Islam, hingga muncul istilah "penerbit Islam." Istilah ini sebenarnya berlebihan, mengingat mereka pun suka menerbitkan buku non-Islam, bahkan tak segan menyerobot ceruk pasar "penerbit umum." Kasarnya, demi profit hajar saja.

Di sisi lain sayangnya buku-buku Islam juga kerap dianggap sebelah mata, kurang memberi sumbangan berarti bagi kemajuan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Anggapan ini makin terASA di ranah fiksi atau sastra umum. Karya yang berafiliasi dengan "sastra Islam" dianggap minor dibandingkan sastra umum, entah itu karya penulis Muslim maupun bukan. Adakah buku "sastra Islam" karya penulis Indonesia yang berusaha diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris atau Arab, misalnya? Itu merupakan tanda yang cukup jelas bahwa karya tersebut dianggap sepele.

Setelah pada dekade 2000-2010 dianggap mencapai puncak karena secara massif menelurkan beragam jenis karya dan mencetak bestseller, pasar sastra Islam mengalami masa surut. Ini tampak dari banyaknya penulis yang mengalami penolakan penerbit akibat stagnannya pasar sastra Islam, sementara penerbit seperti As-Syaamil dan Lingkar Pena Publishing House tutup buku, beralih rupa sebagai penerbit baru dengan pencitraan dan strategi baru pula.

Beruntung, dekade berikutnya memperlihatkan tanda kebangkitan . Pasar tampak bergairah kembali, terutama berkat karya yang bersumber dari kisah nyata atau berupa novelisasi dari kehidupan tokoh Islam. Pengikat Surga (Hisani Bent Soe) dan Sang Pencerah (Akmal Nasery Basral) membuktikan gejala itu. Salamadani, sebuah penerbit berbasis di Bandung, tampak aktif mengisi peluang ini dengan menerbitkan Sang Pemusar Gelombang (M. Irfan Hidayatullah) dan dikabarkan sebentar lagi menerbitkan novel berdasarkan kisah kehidupan Buya Hamka karya Akmal Nasery Basral.

Tanda-tanda tersebut seperti teramini ketika ada seorang editor memberi kabar bahwa penerbit Islam sekarang sudah tidak terlalu berharap agar buku fiksi terbitannya bisa mengungguli kesuksesan Ayat-Ayat Cinta (Habiburrahman El-Shirazy, 2003). Pernyataan ini tampaknya menjadi isyarat (harus) ada sesuatu yang baru dan berubah dalam pasar buku bertema keislaman. Karena itu mungkin wajar bila dalam dua tahun terakhir (2010-12) bisa kita lihat sekilas buku best seller bertema Islam antara lain berjudul Terapi Berpikir Positif dan Tuhan Tolong Aku. Yang pertama buku motivasional a la Islam, kedua buku memoar seorang anonim.

Membaca kecenderungan itu barangkali kita bisa menilik tiga hal:

1/ Barangkali ini tanda bahwa pembaca (pangsa pasar) membutuhkan karya yang lebih segar selain fiksi melodramatik setipe Ayat-Ayat Cinta. Saya mendapati penulis yang mampu menelusupkan nilai Islam secara halus dan implisit (nonverbal) ke dalam karyanya berpeluang memberi angin segar, bahkan bisa diterima khalayak yang lebih luas. Di sinilah massa seakan-akan butuh dan terus menanti penulis yang lebih luwes dan pandai menyihir cerita agar isinya tetap bisa membawa spirit dan nilai Islam, dibarengi cara bertutur atau pengolahan gaya baru yang memikat. Ini jelas formula abstrak yang hanya bisa dirasakan atau dikonfirmasikan kepada pembaca, tapi biasanya penerbit atau penulis bisa memberi kisi-kisi seperti apa gejala atau ciri cerita yang tengah disukai pembaca. Topik Mulyana berusaha melakukan hal itu dalam Melepas Dahaga dengan Cawan Tua. Buku tipis ini merupakan upaya revitalisasi kisah klasik Islam agar cocok menjadi urban legend (cerita yang beredar luas di masyarakat dan dianggap sebagai kenyataan) bagi masyarakat kota yang kosmopolit dan terbuka.

Menariknya, M. Irfan Hidayatullah---sebagai pelaku sastra dakwah dan orang dalam Forum Lingkar Pena---menyatakan bahwa banyak penulis fiksi Islam karena dipengaruhi latar belakang pendidikan maupun lingkungan, justru sengaja membuat karya yang eksplisit mensyiarkan Islam, menjadikannya sebagai media public relation agama. Ini terjadi bukan tanpa alasan. Situasi sosial-politik pun sudah berubah. Ini pula yang membuat istilah sastra dakwah muncul menggantikan berbagai istilah terkesan eufemistik mulai dari sastra profetik, sastra religius, dan sastra sufistik dari penulis Islam zaman Orde Baru. Irfan tampaknya bahkan bisa menerima bila sastra dakwah disebut juga sebagai sastra propaganda Islam. Memang ada ceruk pasar di situ, misalnya kalangan aktivis Islam dan golongan keluarga mampu yang memiliki gaya hidup Islami.

Umat Islam pasca-Reformasi berani dan bebas secara terang-terangan (jujur) bisa mengungkapkan seluruh identitasnya tanpa perlu kuatir diancam oleh otoritas negara. Mereka juga membutuhkan bacaaan Islami yang eksplisit.

Maka, sebagai eksponen pionir sastra dakwah yang awalnya "menghaluskan" pesan Islam lewat metafora dan bahasa bersayap yang bahkan kadang-kadang sulit dimengerti pembaca, kini Irfan justru bereksperimen menyampaikan pesan Islam lewat gelombang aktivitas gerakan Islam secara jelas dan tegas. Dia ingin merasakan seperti apa rasanya gemuruh dan dinamika aktivis Islam yang bersinggungan dengan tekanan politik, pertarungan ideologi, gerakan dakwah bawah tanah, dan kegelisahan spiritual masyarakat urban mencari jalan terang.

Dari pemikiran dan kerja keras itulah lahir novel Sang Pemusar Gelombang. Novel ini secara murni masih memperlihatkan kekhasan fiksi Islam dalam arti tradisional, misalnya penggunaan kosakata beserta adopsi gaya hidup dari Arab, dan mempertentangkannya dengan hedonisme maupun praktik yang dilarang agama. Namun yang paling menarik ialah upayanya memadukan dinamika sejarah Islam dengan realitas kehidupan masa kini para tokohnya. Pola ini patut mendapat sorotan pembaca, apakah upaya penulis telah berhasil mulus atau masih seperti tempelan yang terkesan dipaksakan?

2/ Saya mendapati dalam dua tahun terakhir terbit banyak buku motivasional sederhana yang sumber naskahnya dari tweets, blog, atau notes Facebook. Subjeknya maca-macam, mulai dari self-help/pengembangan diri, entrepreneurship, fiksi, sampai humor. Lepas dari kritik atas kualitas maupun kedalaman dari naskah seperti itu, penerbit bisa memanfaatkan penulis baru yang mengasah kemampuan menulisnya di Internet. Mungkin penerbit Islam bisa mengolah sumber-sumber literatur dunia Islam yang sangat kaya dengan cara segar, sesuai bahasa dan kebutuhan masyarakat kini. Penerbit bisa mengincar penulis yang memiliki banyak fans, baik itu di Twitter, Facebook, blog, ataupun forum komunitas online. Minimal dari sana penerbit bisa mengukur kira-kira seberapa besar nilai jualnya. Sejumlah penerbit besar malah sudah mengambil langkah tersebut.

3/ Mencari tema-tema baru yang barangkali belum tereksplor atau menjajal genre yang mulai mendapat tempat di hati pembaca, seperti memoar yang lebih sensitif, berani, bahkan bisa jadi memicu kontroversi. Dari sini kita akan bisa melihat seperti apa usaha atau tindakan umat Muslim dalam mencari solusi atas isu-isu ekstrem kontemporer, bangkit dari keterpurukan, mencari jalan terang ketika galau dihajar badai kehidupan, atau bingung oleh arus kehidupan. Contoh isu ekstrem kontemporer dalam dunia Islam misalnya seorang Muslim berani mengaku gay/lesbian, tetap bangga atas identitas itu, dan mengampanyekan agar mayoritas umat Islam toleran terhadap pilihan itu.

Tema-tema tradisional Islam sejauh ini terbukti tetap laku, apa lagi bila secara mengesankan diramu dengan kisah cinta, pendidikan, maupun perjuangan dari zero to hero. Sangkala Lima (Langlang Randhawa) di satu sisi secara jelas memperlihatkan gabungan teknik bercerita a la Laskar Pelangi dengan spirit Negeri 5 Menara, tapi di sisi lain berani mengangkat isu sensitif, mulai dari pacaran, konversi non-Muslim masuk Islam, aliran Ahmadiyah, termasuk sedikit menyerempet LGBT (Lesbian Gay Bisexual Transgender). Bisa jadi ini tanda "kemajuan" terhadap berbagai fenomena yang muncul dalam Islam, meski nanti di karya ke depan harus dibarengi dengan kematangan dan kekhasan menemukan cara bertutur yang lebih menarik.

Akhirul kalam, terutama sebagai pembaca dan orang yang hidup dalam industri buku, saya sendiri terus berharap penulis yang berkomitmen atau berafiliasi dengan Islam terus melatih untuk mematangkan kemampuan menulisnya. Seperti dalam khotbah, nasihat ini pertama-tama ditujukan untuk diri saya sendiri agar lebih baik menulis; baru setelah itu saya berharap mendapat permata dan manfaat setiap kali bersinggungan dengan buku bertema Islam, apa pun jenisnya.[]

Anwar Holid
Editor, penulis, publisis
Blog: http://halamanganjil.blogspot.com
Twitter: @anwarholid