Monday, April 23, 2012

Keroncong Lama, Baru Dengar Sekarang

Songs From Old Djakarta In Krontjong Beat 
Various artists
Produser: Jajasan Seni Tetap Segar, Djakarta
Label: Evergreen
Format: Vinyl
Genre: Kroncong, folk
Tahun rilis: -
Durasi: 28 menit (12 tracks)


Mendengar keroncong selalu mengingatkan aku pada seorang uwakku yang tinggal di Tasikmalaya dan Kuningan. Dia punya cukup banyak kaset keroncong, bahkan ketika VCD sudah umum, setahuku dia juga tampak suka beli.

Meski kami beda selera, toh dulu setiap kali berlibur ke rumahnya aku tetap suka buka-buka sleeve kaset atau vcd keroncong. Apa menariknya keroncong? Penyanyi perempuannya pakai kebaya, musisinya sering kelihatan sudah paro baya, terkesan tidak dinamis. Yang juga suka membuatku kurang terkesan ialah karena barangkali di zamanku lagu-lagu "asli" keroncong sudah cenderung stagnan. Pasarnya hanyalah ceruk kecil dalam industri musik Indonesia. Sebagian keroncong yang aku dengar adalah cover version dari lagu-lagu pop cengeng tahun 1980-an. Kebayang kan, sudah liriknya bikin enggak tahan, iramanya keroncong lagi! Tapi sisi baiknya minimal aku dengar seperti apa Gesang, Sundari Sukotjo, Waldjinah, Toto Salmon, termasuk virtuositas Idris Sardi.

Seiring meluasnya selera musikku, termasuk pada musik daerah dan tradisional, rasanya aku makin bisa menghargai genre musik Indonesia yang sejarahnya sudah amat lama. Karena itu aku senang dulu sesekali mendengar keroncong dari koleksi uwakku. Kita harus bangga dan sadar, keroncong adalah salah satu kekayaan bangsa Indonesia yang sangat berharga---sebelum terlambat nanti bisa-bisa diklaim oleh Malaysia. :D

Songs From Old Djakarta In Krontjong Beat aku dengar dari koleksi vinyl Budi Warsito, seorang audiophile di Kineruku, Bandung. Ini album kompilasi, artinya musisinya beragam, diiringi sebuah orkes keroncong di bawah pimpinan Brigadir Jenderal R. Pirngadie. Beliau pula yang mengaransemen musik sekalian jadi dirigen. Dalam prosesnya, rekaman ini mendapat bantuan teknis dari Tan Eng Liem.


Musik keroncong yang awalnya konon dimainkan para musisi tidak terlatih (amatir), di tangan Brigadir Jenderal R. Pirngadie dan dimainkan para musisi terlatih menjadi sangat asyik, melodinya menonjol, sementara ritemnya mengiringi dan mengisi ruang nada menjadi penuh. Seksi string dan brass, terutama biola dan flute, memainkan peran amat menonjol di setiap lagu. Permainannya sangat dinamik dan meliuk-liuk seiring dendang para vokalis yang kerap terdengar manja, main-main, sampai terkesan effortless. Backing vokal dan koornya memberi kesan kuat dan sangat padu, contoh terbaiknya barangkali ada di "Djali-Djali" (track 3) dan "Gambang Semarang" (track 7). Mereka menimpali lead vokal dengan amat merdu dan bersahut-sahutan.

Jelas mengejutkan sekaligus menyenangkan mendapati bahwa di tangan seorang tentara kita bisa mendengar keroncong yang bisa dibilang terbaik. Dari judul, kita tahu album ini merupakan cover version dari lagu-lagu rakyat Jakarta yang penciptanya anonim, namun sebenarnya menunjukkan lagu-lagu tersebut sudah begitu populer dan mengakar, contoh "Djali-Djali" dan “Surilang”. Bahkan “Dajung Sampan” (track 1), menurut Ariani Darmawan---sutradara Anak Naga Beranak Naga---saking populernya dulu pernah diadaptasi jadi sebuah lagu pop di Cina. Lirik-lirik lagunya pun terasa sungguh familiar, mudah diikuti untuk sing along, dan kerap bikin senyum berkat isinya jenaka, sebagian tentang hal sehari-hari (onde-onde, kopi susu, serabi, juga menahan rindu), disampaikan secara berpantun dan berima. Di lagu "Lain Dulu Lain Sekarang" ada lirik begini: yang lucu yang lebih gemukan, kalau dansa kayak gajah piaraan, sementara di "Kopi Susu" terdengar nyanyian:

kopi susu, kopi susu gulanya pasir 
badan lesu terlalu banyak pelesir
kopi susu, kopi susu gulanya batu
hati rindu sudah lama tidak bertemu

Lagu rakyat Jakarta lama memperlihatkan adanya pengaruh kuat dari musik Arab dan Cina. Pilihan nada-nada tinggi para vokalis dan biola yang meliuk-liuk di album ini sangat terasa berasal dari gaya gambang kromong.

Dengan total durasi hanya 28 menit (hampir setiap lagu berdurasi di bawah 3 menit), rasanya terlalu singkat dan cepat habis bila kita hanya mendengar tiga kali. Kita mau mendengar lagi dan lagi. Namun karena ini vinyl lama, suara gemeseknya ikut terdengar cukup kentara, hingga bagi orang yang belum terbiasa, barangkali sedikit mengganggu. Namun kata Budi, "Gemeresek itu bukan gangguan, tapi karakter."[]

Anwar Holid, kontributor Kineruku.com dan jakartabeat.net.

Link terkait:
http://garasiopa.wordpress.com
http://www.jakartabeat.net/musik/kanal-musik/ulasan/item/696-bahkan-keroncong-pun-pernah-muda-dan-romantis.html

Monday, April 16, 2012

Terjun ke Jantung Budaya Bangsa Sendiri

Hiburan Masa Lalu dan Tradisi Lokal: Kumpulan Esai Seni, Budaya, dan Sejarah Indonesia
Penulis: Fandy Hutari
Penerbit: INSIST Press, 2011
Tebal: xiv + 164 hal.
ISBN: 602-8384-44-5
Harga: Rp.40.000,-


BAGAIMANA cara leluhur bangsa kita mencari hiburan? Seperti apa bentuknya? Di zaman feodal dan penjajahan, masih adakah peluang untuk mengisi waktu senggang dan keinginan bersenang-senang? Apa kelakuan mereka pun ada yang sudah sama-sama dekaden dibandingkan para hedonis zaman sekarang? Apa mereka suka nongkrong di pasar sambil minum tuak atau beras kencur, berduyun-duyun ke festival kuda lumping, pamer keris dan konde, ke bioskop berbekal sirop dan pecel, barangkali?

Begitulah kepenasaran yang muncul saat membuka buku ini.

Ensiklopedis, Kaya Sejarah
Fandy Hutari memanfaatkan kumpulan esai sehingga menjadi buku yang ensiklopedis dan kaya isi. Buku ini mayoritas mengungkap berbagai topik budaya dan seni. Dia penuh telisik, bersikeras mengentaskan dan memaparkan berbagai subjek langka---bahkan nyaris terlupakan---dengan rasa kepenasaran sebagai anak muda yang cinta dan bangga terhadap kekayaan maupun keagungan budaya nenek moyang kita.

Sikap dan upaya Fandy patut dihargai. Kita akan salut dan terharu atas upaya dia menyadarkan profil bangsa Indonesia lewat sejarah dan khazanah budaya. Inilah sesungguhnya diri kita. Sayang kita kerap buta akan hal itu.

Di zaman ketika banyak sekali anak muda kita begitu berhasrat mengetahui dunia luar, melakukan avonturisme dan travelling ke tempat-tempat jauh, terkesan snob dengan berbagai hal berbau luar negeri, takjub dan ternganga akan peradaban asing, bahkan sampai mengakibatkan rasa inferioritas, Fandy justru menempuh perjalanan ke dalam diri sendiri, terjun ke jantungnya, menelusup ke berbagai unsur interiornya, dan menemukan banyak hal dari sana. Di buku ini kita akan merasakan betapa perjalanan yang paling sulit justru masuk ke dalam diri sendiri.

Coba siapa yang mau lebih peduli terhadap khazanah budaya seperti rengkong, sintren, obrog, kuda renggong, sadran, dan reog, kecuali kita sendiri? Apalagi terhadap kesenian maupun hiburan rakyat yang kerap dianggap norak, rendahan, dan terabaikan seperti tari yang sangat lokal, permainan gasing, panjat pinang, juga gotong domba dan topeng monyet? Dari mana semua itu berasal, apa yang dikerjakan para pelakunya, bagaimana ia perlahan-lahan berkembang menjadi identitas suatu daerah?

Fandy menganalisis apa fungsi hiburan-hiburan itu bagi masyarakat secara keseluruhan. Dia berusaha menyampaikan secara personal, kalau perlu langsung mengunjungi tempat dan mengenal pelakunya, menegaskan bahwa budaya itu masih hidup dan terus dipraktikkan. Di tempat seperti itu hiburan kerap merupakan adonan antara estetika, religiositas, mistisisme, dan spiritualitas. Namun ada saatnya seniman dan intelektual dahulu juga memanfaatkan hiburan sebagai muslihat untuk menyampaikan ide mengenai kemerdekaan dan nilai universalisme.

Paspor untuk Membuat Karya Lebih Besar
Menimbang antusiasme dan kemampuan penulis dalam menerangkan berbagai entri di buku ini, terbayang alangkah hebat bila Fandy mendapat kesempatan atau komisi untuk menulis ensiklopedia maupun buku referensial tentang kekayaan seni dan budaya Indonesia, terutama terkait suatu daerah tertentu. Buku ini merupakan paspor dia untuk membuat karya yang lebih besar.

Sifat ensiklopedis memang membuat buku ini seperti tanpa benang merah. Ibarat rumah, ia memuat banyak hal, namun kepaduannya agak rendah. Di bagian awal buku ini kita bisa mendapat wawasan dan opini mulai dari soal dinamika kelompok sandiwara (baik berbasis tradisional maupun teater modern) dan awal tumbuhnya industri film Indonesia di zaman pra-kemerdekaan, khazanah budaya, kesenian, sekaligus hiburan lokal; sementara di beberapa bab bagian akhir dia menyajikan sejumlah profil seniman, komikus, penulis, maupun pejuang sosial. Untuk memaksimalkan kualitas, Fandy membuat bukunya kaya sejarah dan temuan. Contoh, ternyata budaya Sunda pun punya reog, meski bentuknya sangat berbeda dengan yang ada di Jawa Timur.

Satu-satunya yang patut disayangkan dari buku ini ialah kualitas cetak ilustrasi yang menyedihkan. Ilustrasi yang bertebaran nyaris di setiap halaman, bahkan sebagian di antaranya mungkin sangat langka karena saking tua, banyak yang tampak buram, pecah-pecah, bahkan cuma terlihat seperti goresan arang. Untuk detil kebaya dan batik yang butuh bantuan visual tajam, kekurangan itu jadi sangat memprihatinkan. Rupanya kualitas cetakan penerbit Jogja tidak membaik dari satu dekade lalu!

Jangankan peminat sejarah, budaya, dan sosial secara umum, semua yang mengaku sebagai orang Indonesia sepantasnya tahu dan mendalami jati diri kita dari buku ini.[]

Anwar Holid, penulis buku Keep Your Hand Moving (GPU, 2010), blogger @ http://halamanganjil.blogspot.com.

Thursday, April 12, 2012


Jika Kawan Dekat Menganggap Kamu Hantu

GHOST WORLD
Sutradara: Terry Zwigoff | Penulis: Terry Zwigoff dan Daniel Clowes, berdasar pada serial komik karya Clowes | Produser: Lianne Halfon, John Malkovich, dan Russell Smith | Distribusi: United Artists | Durasi: 111 menit | DVD dengan English subtitle.

Pemain: Thora Birch (Enid), Scarlett Johannson (Rebecca), Steve Buscemi (Seymour)


Berbeda dengan kebanyakan teman-temannya, Enid dan Rebecca memutuskan untuk tidak kuliah setelah lulus SMU. Mereka ingin pisah dari orang tua, tinggal bareng di apartemen, kerja, hidup mandiri. Tapi tanpa pekerjaan dan dukungan finansial, rencana itu sulit terwujud. Apalagi Enid harus menempuh kursus kelas seni terlebih dahulu.

Meski tipe "best friend forever", suka berbagi banyak hal, sering iseng bareng, dan sama-sama tidak populer di kalangan temannya, Enid dan Rebecca berbeda cukup mencolok. Enid eksentrik, suka seni dan musik, dan susah basa-basi. Rebecca cenderung bisa "normal", dan itu membuat Rebecca lebih cepat dapat kerja dan mudah "terarah."

Suatu hari Enid dan Rebecca bermaksud mempermainkan Seymour, seorang pria yang memasang iklan personal mencari kenalan perempuannya. Pria ini ternyata sudah berumur, canggung, jomblo. Setelah diselidiki, dia seorang penjual sekaligus kolektor rekaman (vinyl) dan benda-benda seni. Pengetahuannya di dunia musik luar biasa dan langka, tahu nyaris sedetil-setilnya. Enid segera tertarik pada Seymour dan masuk ke dalam kehidupan pribadinya, sementara Rebecca mulai bisa menikmati hari-hari kerjanya.

Berkat keeksentrikannya, Enid mendorong Seymour agar meraih hidup normal, terutama dalam berhubungan dengan wanita. Tapi usaha itu sering gagal karena Seymour jauh lebih tertarik pada rekaman beserta segala aspeknya, sesuatu yang cukup sulit dibagi apalagi pada perempuan dengan selera kebanyakan. Koleksi seni Seymour yang langka menolong Enid mewujudkan niatnya membuat karya yang berpengaruh, meski ujung-ujungnya proyek seni itu membuatnya kecewa karena terlalu kontroversial dan malah menyebabkannya gagal mendapat beasiswa kuliah. Hubungan dengan Rebecca lama-lama juga mulai retak, apalagi Enid sulit bekerja sehingga mereka berdua gagal menyewa apartemen bareng---kenyataan yang membuat Enid benar-benar marah dan merasa nelangsa.

Kekecewaan, sering disalahpahami membuat Enid putus asa dan ingin kabur dari kondisi itu. Di ujung kecewa, pada suatu sore dia menyaksikan bahwa bus yang setahu dia trayeknya sudah ditutup, ternyata akhirnya mengangkut seorang kakek yang setiap hari menunggu-nunggu kedatangan bus itu. Terdorong oleh ilusi itu, akhirnya secara absurd Enid pun menanti bus itu dan siap-siap pindah.

Meski bergenre drama komedi, Ghost World bukanlah tipe komedi haha, melainkan bisa membuat kita tertegun. Film seperti ini ujung-ujungnya malah mengharukan bukan karena koflik besar dan harus diselesaikan dengan heroik, melainkan karena terbayang kita pun bisa mengalami hal-hal seperti itu. Ia memikat karena berhasil menyajikan situasi misfit (salah sangka/tempat) yang tetap harus dihadapi dalam berhubungan dengan orang-orang dekat. Apalagi di situ ada kesenjangan generasi, baik dengan orang dewasa, orangtua, juga norma masyarakat. Ghost World menghadirkan masalah secara subtil dan kecil-kecil. Orang salah paham terhadap orang lain, dan itu membuat mereka kecewa, padahal dia hanya terlambat sedikit lagi untuk memaklumi yang sebenarnya. Pernah Seymour di satu fase sakit hati karena sadar awalnya dia adalah bahan olok-olok Enid dan Rebecca, dan baru terhenyak ketika melihat di diari Enid bahwa seiring waktu kenyataannya gadis ini justru sayang dan menjadikan dirinya sebagai pahlawan.

Ghost World seperti menguatkan bahwa orang pada akhirnya akan terserap ke dunia masing-masing, menyiratkan betapa masuk ke dalam hati seseorang secara menyeluruh, apa adanya butuh kelapangan hati dan pengorbanan besar, bahkan sangat mungkin harus diuji dengan makan hati lebih dulu.[]

Anwar Holid, blogger @ http://halamanganjil.blogspot.com

DVD dan komik Ghost World tersedia di Kineruku.

Monday, April 09, 2012

Dari Blog Jadi Buku Best-Seller
Acara: Gathering Blogger Mizan 2012
Bandung, Sabtu, 7 April 2012
Tempat: The Amaroossa Hotel, Bandung

Penerbit Mizan mengadakan Gathering Blogger Mizan 2012 diikuti lima puluhan blogger dari berbagai kota di Indonesia. Gathering itu bertema From Blog to Best-Seller Book, tujuannya berusaha mendekatkan penerbit Mizan dengan bakat-bakat baru di dunia penulisan untuk diterbitkan dan meramaikan industri buku.

"Blog mereka punya potensi menjadi buku," demikian kata Yuliani Liputo, ketua panitia acara. Mizan menyeleksi para blogger terutama berdasarkan frekuensi update, jumlah pengunjung, dan komentar atas tulisan mereka. Tema blog beragam, mulai dari kuliner, pelesir dan perjalanan (travelling), mode, pendidikan, humor, fiksi, termasuk diari. Penerbit Mizan percaya, dengan kerja sama dan sedikit sentuhan editorial, isi blog mereka bisa menjadi buku yang menarik dan bisa meraih pembaca lebih luas. Dari sana, jalan menjadi penulis yang sukses pun menjadi terbuka.

Sebagian blogger memang belum terbiasa berhubungan dengan penerbit, bahkan ada yang mengaku tidak tahu persis apa daya tarik utama blog mereka bagi pembaca. Yang mereka tahu ialah mereka rata-rata menulis karena suka (hobi) dan mencintai subjek yang sering mereka tulis. Dari situ tulisan mereka kerap dibaca orang, baik oleh kawan dekat maupun pengunjung yang lama-lama akhirnya berteman juga.

Pengalaman Muhammad Assad, blogger yang jadi narasumber acara itu, tampaknya tipikal di dunia blog. Dia baru berani memutuskan menawarkan isi blognya ke penerbit setelah didorong oleh kawan-kawan yang suka membaca dan mengomentari tulisannya. Dari sana terbit buku Notes From Qatar yang jadi best-seller. Dengan penerbit Mizan dia berencana menerbitkan buku Good Morning Qatar.

Narasumber lain di gathering itu ialah Pidi Baiq, penulis Drunken Monster dan Drunken Mama. Dia menyatakan hal terpenting dalam kreativitasnya ialah nyali. Itu sebabnya dia menulis saja tanpa teori. "Seandainya semua orang mengabaikan teori, maka semua orang bisa berkarya," kata dia penuh semangat.

Sosial media telah terbukti menarik banyak penerbit sebagai sumber naskah buku. Sudah banyak buku best-seller dari berbagai genre yang awalnya muncul di blog. Blogger maupun penulis pemula yang cerdik memanfaatkan semua kelebihan jejaring sosial media untuk berinteraksi, mempublikasi tulisan, menyebar info, juga memperbanyak teman dan pengaruh. Media sosial juga semakin mengerucut dan terhubung, mudah digunakan. Para blogger merasa bahwa blog merupakan media menulis yang paling simpel dan jujur.

Memang kebanyakan tulisan yang diterbitkan dari blog bertema kesenangan (leisure), populer, dan keseharian, tapi potensi dari sana mampu mengguncang industri buku dan mempengaruhi banyak pembaca. Penerbit Mizan berharap kegiatan seperti ini mampu menghubungkan blogger lebih akrab dengan penerbit, baik dari segi keredaksian maupun promosi.[]

Anwar Holid, blogger @ http://halamanganjil.blogspot.com.

Situs terkait:
www.mizan.com
FB: Penerbit Mizan
t: @penerbitmizan

Wednesday, April 04, 2012

mimpi awan

dalam beberapa bulan terakhir ini aku sudah beberapa kali mimpi soal langit dan awan. entah aku melihat gumpalan awan atau memandang ke arah langit. di mimpi itu aku sedang berbaring atau bangun. awan atau langitnya bergerak-gerak atau berpusar, sementara aku diam saja di bawah. kadang-kadang, aku bersama satu-dua orang yang aku kenal di mimpi itu.

aku malas mengartikan mimpi seperti itu, tapi entah ada hubungannya atau tidak, dalam beberapa bulan terakhir aku juga sering sekali bawa kamera saku digital. mungkin awalnya aku ingin bisa memotret dengan baik dan "punya arti." dari dulu aku merasa hanya bisa menghasilkan foto datar dan tanpa pesan, dan terkagum-kagum pada orang yang bisa menghasilkan foto mengesankan---lepas alatnya cuma kamera saku atau kamera canggih.

kemudian kepikiran untuk latihan memotret. hasilnya seperti di bawah ini. yah, amatir sekali. latihan ini aku lakukan terhadap sebuah rumah paling tinggi yang ada di depan rumahku. kebanyakan mengandalkan limpahan awan dan tergantung pada cahaya.

kamera: olympus, tipe stylus 400 digital.








Tuesday, April 03, 2012

[Review Album]
Mendengar Lagi Kabar Sang Ratu

News of the World
Musisi: Queen 
Jenis: album studio
Rilis: 28 Oktober 1977
Rekaman: July – September 1977 di Basing Street Studios dan Wessex Studios, London
Genre: Rock 
Durasi: 39:30
Label: EMI Records, Parlophone (Inggris)
Produser: Queen, dibantu Mike Stone

News of the World adalah album keenam Queen, dirilis tahun 1977 ketika genre punk mencapai puncak pengaruh sosialnya. Hampir semua album seminal punk terbaik lahir di masa ini. Roger Taylor---drummer Queen---pernah menyatakan di sebuah wawancara bahwa kebanyakan band punk awal dia pikir hanya sedikit sekali punya bakat main musik.

Ketika itu Queen mulai menjadi salah satu magnet utama musik rock, setelah mereka sukses gila-gilaan berkat masterpiece berjudul A Night at the Opera. News of the World adalah rilisan kedua pasca A Night at the Opera, yaitu setelah A Day at the Races. Queen mulai menjadi headliner konser, menggelar tur dunia, dan mampu menyedot penonton secara massif. Mereka bereksperimen dengan konser-konser skala stadion yang melibatkan puluhan bahkan ratusan ribu orang. Dari situasi semacam itulah istilah 'arena/stadium rock' muncul. Dalam konser rock seperti itu keempat anggota Queen mulai menganggap bahwa penonton jadi lebih penting daripada band, dan memikirkan bagaimana cara melibatkan fans agar bisa benar-benar terserap ke dalam konser. Queen berhasil melibatkan semua penonton ke dalam pertunjukan terutama lewat karisma Freddie Mercury yang secara komunikatif mampu mengomandoi semua orang untuk koor atau memprovokasi mereka bergerak seirama.

Album ini menghadirkan singles yang menjadi major hits, yaitu We Are The Champions dan We Will Rock. Lagu pertama hingga kini senantiasa diputar dibanyak final kejuaraan olahraga, terutama sepakbola. Lagu seperti We Are The Champions bukan saja mampu menggerakkan penonton untuk terlibat bersama, melainkan juga menyentuh sisi emosional karena seolah-olah merekalah yang menjadi bintang pertunjukan. Sementara pola irama lagu We Will Rock You simpel dan bersemangat memang sangat kena untuk diteriakkan bersama-sama di dalam stadion. Di awal, lagu ini hanya mengandalkan irama gebrakan drum dan tepuk tangan yang bisa diikuti penonton dengan gampang sekali, baru diakhiri oleh kocokan gitar Brian May yang cepat dan rumit. Dua lagu ini merupakan tipikal lagu arena rock yang sempurna.

News of the World juga menandai Queen lebih berorientasi pada mainstream hard rock, sedikit meninggalkan kesan mengeksplorasi nada progresif di lima album sebelumnya. Mereka perlahan-lahan mengurangi aransemen kompleks maupun mengolah multi track berlapis-lapis a la Bohemian Rhapsody, malah memilih lebih memunculkan nada-nada keras. Hasilnya, banyak orang menyebut ini adalah album Queen paling keras. Contoh ekstremnya ialah Sheer Heart Attack yang sangat cepat dan rusuh, cenderung mirip speed metal.

Sisanya cuma ada dua balada, pertama sebuah lagu bernuansa Latin/Hawaiian yang santai dan terkesan main-main berjudul Who Needs You; kedua lagu jazzy sedih berpijak pada permainan piano Freddie Mercury, My Melancholy Blues.

Waktu pertama kali kelar, Wikipedia menyatakan bahwa album ini mendapat tanggapan beragam, namun berkat We Are The Champions dan We Will Rock yang abadi perlahan-lahan memantapkan posisi album ini menjadi jauh lebih positif dan penting, terutama untuk genre classic rock. Di sisi lain, kemampuan John Deacon dan Roger Taylor dalam menciptakan lagu mulai menonjol di album ini, mengimbangi dominasi Freddie Mercury dan Brian May dengan masing-masing menyumbang dua lagu. John Deacon menciptakan Spread Your Wings, sebuah power ballad tentang harapan yang optimistik.

Meski jauh kalah catchy bila dibandingkan dengan cover Nevermind the Bollocks, Here's the Sex Pistols yang sama-sama dirilis tahun itu, bahkan tampaknya tidak dianggap cukup iconik, cover dan packaging News of the World menarik juga disinggung karena menampilkan situasi futuristik dan memperlihatkan ketertarikan Queen pada sains fiksi. Satu robot raksasa meneror penduduk bumi yang kocar-kacir berusaha menyelamatkan diri namun sudah berhasil merampas dan mencederai keempat anggota Queen. Kelak tema-tema sejenis ini muncul lagi di album Flash Gordon dan The Works.

Sekarang, album ini barangkali menjadi lebih mengesankan lagi karena judulnya jelas mengingatkan orang pada sebuah koran legendaris Inggris yang di era Internet akhirnya mati tragis dan dipenuhi skandal jurnalisme, yaitu News of the World.[]

Tertarik pada musik hebat lain? Klik http://garasiopa.wordpress.com dan http://jakartabeat.net.

Anwar Holid, kontributor Kineruku.com dan jakartabeat.net.