Tuesday, August 09, 2011

Lima Biji Kurma, Segelas Teh Panas, 
dan Sebungkus Nasi Padang
---Anwar Holid

Tadinya aku sangka akan rada-rada sedih karena harus buka sendirian, tidak bareng keluarga batihku. Tapi ternyata di hari pertama puasa Ramadhan 2011 ini aku mengalami kejadian menyenangkan bersama orang-orang tak kukenal yang buka bersama.

Karena pekerjaan, puasa tahun 2011 ini praktis akan banyak aku lalui jauh dari keluarga. Terpisah dari istri dan kedua anakku. Di sahur pertama saja aku harus pergi pada jam 03.00 dan meninggalkan mereka masih dalam keadaan terlelap. Apalagi anak bungsuku lagi sakit---gejalanya diare. Keadaan itu membuat aku tambah berat melangkah meninggalkan rumah. Sebenarnya waktu diperiksa dokter, dia tampak makin baikan, bahkan dokter kesulitan mendiagnosis dia sebenarnya sakit apa. Awalnya dokter yakin bahwa dia sakit tiphus; tapi setelah memeriksa darahnya, dokter sendiri kebingungan. "Enggak jelas nih dia sakit apa. Semoga baik-baik saja. Teruskan saja perawatannya," kata dia kepada kami sambil menyerahkan resep.

Hari pertama puasa pun berlangsung kurang nyaman. Aku ngantuk habis pada jam-jam pertama kerja. Di kantor bosku bertanya, "Apa kabar?" Aku jawab jujur saja, "Ngantuk berat mas!" Dia tertawa, "Kurang tidur ya?" Dia paham bahwa aku menempuh perjalanan yang lama untuk sampai ke tempat kerja. Sorenya aku harus datang ke pool sebuah travel agar dapat nomor antrean awal, karena mereka tidak membolehkan orang pesan nomor antrean via telepon.

Setelah melewati jalan yang dipenuhi penjual menu buka puasa, aku sampai ke tempat travel beberapa puluh menit menjelang buka. Karena merasa istimewa dengan hari pertama puasa dan sekali-kali ingin makan lebih mewah dari biasa, tadinya aku sudah niat mau buka di sebuah restoran mi terkenal yang ada di dekat situ, tapi begitu ada di dekatnya aku langsung membatin. "Perlu gitu aku buka di tempat itu? Mungkin lebih baik kalo aku berhemat." Tapi membayangkan alternatif makan sendirian di restoran fast food yang ada di depan situ rasanya juga hanya akan menambah kesepianku. Aku memutuskan cari pusat jajanan pekerja di dekat-dekat sana. Semoga di sana banyak pilihan. Lingkungan penduduk di sekitar pusat perkantoran selalu membentuk pusat kuliner bagi kebutuhan banyak pekerja.


Akhirnya aku ikuti rombongan karyawan yang bertolak ke belakang gedung Teater Jakarta XXI. Benar, di situ banyak warung makan. Mulai dari mi hingga warung nasi padang. Tapi yang membuatku lebih mengejutkan ialah ternyata di situ pun ada masjid. "Santai aja deh kalo gitu. Aku makan sehabis magrib aja."

Begitu melangkah ke tempat wudhu di bagian sayap kanan masjid itu, aku melihat petugas masjid lagi menyiapkan makanan untuk buka di dua lajur karpet panjang. Orang-orang sudah berjajar bersila di depan karpet itu. Kebanyakan para pekerja yang mengenakan seragam t-shirt hitam dengan tulisan SALE mencolok. "Ah kebetulan," aku pikir. "Aku mau minta izin buka di sini aja," kataku sebelum wudhu. Begitu selesai wudhu, aku hampiri seorang petugas. "Pak, ikut buka di sini ya?" "Ayo, silakan! Ini memang untuk jamaah kok," jawab dia antusias. Ya sudah, akhirnya aku duduk di salah satu paket makanan. Ada lima biji kurma, segelas teh panas, dan sebungkus nasi. Ini sudah lebih dari cukup untuk buka puasa.

Begitu terdengar azan dari dalam masjid, kami buka bareng. Aku pikir orang-orang akan seragam hanya minum dan makan kurma, lantas segera masuk ke dalam masjid untuk shalat berjamaah. Ternyata tidak. Ternyata banyak sekali yang begitu buka langsung menarik karet pengikat nasi bungkus dan segera menyantap isinya. Aku pikir mereka mungkin sudah sangat kelaparan. Karena enggak kelaparan, aku ikut shalat magrib dulu. Setelah itu baru makan dengan santai.

Aku makan di tempat tadi berbuka. Tinggal satu-dua orang yang makan di situ. Begitu membuka bungkusan... surprise! Isinya nasi padang dengan semur daging, sayur nangka, dan sambel. Ini sudah melebihi harapanku. Petugas tadi menghampiriku. Kini dia beres-beres bekas makan orang. "Mau tambah mas, atau mau dibawa pulang aja?" tawar dia. Aku tertawa. "Makasih pak, ini sudah cukup kok." Rupanya masih ada beberapa bungkus yang tersisa. Dia menawarkan pada orang-orang yang baru datang mau shalat.

Masjid apa nih? batinku setelah mau pulang. Minimal aku ingin memastikan ingat namanya karena membuat hari pertama puasaku jadi mengesankan dan gembira, bebas dari kesepian dan jauh dari nelangsa. Aku lihat-lihat sebentar papan pengumuman. Masjid Al-Hikmah Sarinah Thamrin. Di plang besar jalan masuknya ada info bahwa masjid ini didirikan pada 1968 oleh para pekerja di gedung Sarinah. Sebelum benar-benar meninggalkan masjid ini, aku memandangi bangunan, halaman, juga menaranya. Aku bersyukur sempat memasuki masjid ini, shalat di dalamnya, bahkan mendapat rezeki dari sana.[] 8/9/11

* Gambar dapat dari Internet

Anwar Holid, a natural born muslim. Blogger @ http://halamanganjil..blogspot.com. Kontak:
wartax@yahoo.com

Link terkait:
http://alhikmahthamrin.blogspot.com - sejarah dan pengurus masjid Al-Hikmah Sarinah Thamrin.

No comments: