Wednesday, March 06, 2013

 
[halaman ganjil]
dapat hadiah ujian pahit dari tuhan

kemarin aku dengar cerita dari seorang kawan, ada suami yang "membiarkan" istrinya tetap perawan meski perkawinan mereka sudah 14 tahun, karena ternyata dia seorang homoseksual. lebih kurang ajar lagi dia suka jelalatan kalo lihat pria, meski sedang jalan-jalan sama istrinya, sampai membuat sang istri antara bingung marah dan malu. "kamu ini lagi jalan sama istrimu lho!" dengusnya.

tentu aku bingung dan kehilangan kata mendengar cerita seperti itu. soal kenapa mereka bisa sampai menikah, itu saja sudah bikin pertanyaan besar yang menggemaskan. mereka menikah karena dijodohkan, karena keluarga si istri merasa berutang budi pada keluarga suami, karena si suami dan keluarganya baik, dan karena-karena lain sampai pernikahan absurd itu terjadi.

dari cerita lain, aku dengar ada perkawinan lain yang agak mirip, tapi mungkin sedikit lebih baik. ada seorang suami homoseksual yang menikahi perempuan untuk menutupi orientasi seksualnya, tapi malangnya si suami ini cuma mau berhubungan seksual sekali setahun! aku langsung teriak waktu dengar cerita ini, "setahun sekali? MANA TAHAAANNN!!!" tapi mungkin perkawinan itu masih beruntung, si suami masih memperlakukan istrinya dengan cukup baik dan sopan. kehidupan sehari-harinya terpenuhi, kebutuhan duniawinya tidak kekurangan, dan dia tidak disiksa secara fisik. (tapi menurutku wanita ini disiksa oleh deraan hasrat seksual.) karena suami-istri ini cuma berhubungan seks setahun sekali, mungkin wajar mereka tidak punya anak, dan itu melahirkan badai pertanyaan bagi banyak orang dan kerabatnya. cerita ini membuat aku inget, martin amis pernah menulis "let me count the times", sebuah cerpen tentang seorang suami yang melakukan anal seks setahun sekali dengan istrinya sebagai hadiah dirinya ulang tahun.

lain kasus dan cerita lagi, ada seorang wanita yang sejak kecil bingung oleh orientasi seksualnya, karena dia hanya tertarik pada sesama jenis. dia merasa abnormal, berusaha menghilangkan kecenderungan itu, sampai ketika waktunya, dia menikah dengan seorang pria tentu saja, yang dinilai cocok untuk dirinya, salah satunya sebagai usaha agar kecenderungan seksualnya normal dan sembuh. tapi perkawinan itu mungkin tidak menolong, karena dia tetap tersiksa dan sulit menikmati setiap kali berhubungan seksual dengan suaminya. perkawinan semacam itu sebaiknya diapakan?

dari masa lebih lama lagi, aku pernah dengan tercekat mendengar cerita ada suami-istri yang belum bisa berhubungan seks meski mereka sama-sama normal, sehat, karena sang istri punya kelainan dengan badannya atau trauma yang belum sembuh. tapi meski disikat oleh persoalan mendasar itu, mereka tetap berusaha baik-baik menjadi suami-istri, minimal itulah yang terlihat di antara kawannya. di ujung cerita lain, ada juga tipikal pria yang suka mencecerkan sperma ke mana saja, entah kepada sembarang wanita, suka kawin-cerai, bertualang dengan banyak wanita, atau poligami dengan dua, tiga, empat, bahkan belasan wanita. di tingkat ekstrem, misalnya di dunia islam, ada seorang muslim yang berani dan terbuka mengaku dirinya gay/lesbian, bangga atas identitas itu, dan berkampanye agar mayoritas umat Islam toleran terhadap pilihan atau identitas itu. sebagian perempuan tampak ada yang memilih hidup sendiri tanpa pernah dibelai laki-laki, sementara lainnya memilih punya anak tanpa perlu menikah, jadi single parent sekalian hinggap ke sana-kemari sesukanya pada laki-laki yang satu ke yang lainnya, dan ada pasangan homoseksual mengadopsi anak entah bagaimana caranya dan dapat dari mana. persoalan seperti itu bikin aku mumet kalo memikirkannya, persis karena aku bodoh, buta, dan gagal menjawab.

aku lemas mendengar cerita-cerita seperti itu, terutama tentang upaya orang yang kepayahan bergelut dengan problem seksualnya masing-masing, entah karena menyimpang, tertekan, atau malah terlalu membludak dan luber ke mana-mana.

kata temanku, problem seks kerap merupakan ujian tingkat lanjut yang berat dari tuhan kepada seseorang. mungkin orang itu tidak menerima ujian dalam hal sandang-pangan-papan (kebutuhan primernya sudah terpenuhi), tapi dia menerima ujian yang lebih tinggi dan rumit, entah lewat persoalan seks, sakit jiwa, kepribadian terbelah, dan lain-lain. baru-baru ini kardinal keith o'brien di inggris mengundurkan diri dari jabatannya karena kasus "perilaku seksual tidak senonoh" dengan sesama jenis, dan dalam wawancara beberapa waktu sebelum dirinya turun dia percaya bahwa pastor mestinya boleh menikah dan punya anak kalo mereka mau.

"susah loh kalo kamu mendapat hadiah ujian yang pahit dari tuhan," kata temanku. "gimana coba kamu menghadapinya?" benar. aku masih kacrut jadi manusia. masih kurang segitunya baik pada istri dan anak-anak dan masih kepayahan berdamai dengan kehidupan.[]Tuesday, 05 March, 2013

2 comments:

Ken Andari said...

aku juga bingung kenapa bisa ada yang kayak gitu. Nggak selalu percaya juga dengan yang bilang, "Itu sudah bawaan dari sononya," karena Tuhan kan tidak pernah salah. Ia hanya memberikan ujian.

bersyukur saja lah, hehe... kalau kita tidak diberi ujian itu dan bisa menikmati kehidupan yang normal bersama pasangan :)

Anwar Holid said...

benar mbak ken, bersyukur dan menjadi lebih baik itu yang susah dan berat. tapi ya semoga kita tetap rendah hati mengaku segala kelemahan sebagai manusia, sementara di sisi lain tetap ngotot berusaha menjadi makhluk yang lebih baik. ha ha... moralis euy balasannya. thx sudah baca dan komentar.