Tuesday, January 03, 2017

jangan takut mencari bahagia dengan cara tak biasa
oleh anwar holid

'tau gak, hidup dia sekarang bahagia setelah nikah sama suami keduanya,' kata kawanku tentang seorang kawan perempuan kami.
'bahagia gimana?' tanyaku rada datar.
'yah pokoknya dia kelihatan senang. hidup makmur. rumah besar mentereng. sering liburan ke tempat-tempat impian, indah, dan terkenal. mobil ada. anaknya cantik-cantik. kayaknya gak ada kurangnya...' kawanku berusaha meyakinkan aku.
'emang suaminya kerja di mana sampai mereka bisa kaya begitu?'
'di perusahaan tambang minyak, di laut china selatan.'
'oh... mereka hidup pisah ya?' giliranku menebak.
'iya... ketemuan tiga bulan atau enam bulan sekali.'
'yaaaah... kasihan dong, gak tiap hari dapat pelukan dan ciuman suaminya, gak tiap hari tidur bareng atau minimal dapat senyuman kekasihnya,' aku mencoba meremehkan nasib kawan kami.
'halah... kamu! itu harga yang mereka bayar untuk mendapatkan kebahagiaan, tau!'
'oh, jadi kebahagiaan itu harus dibayar segitunya ya? aku pikir kebahagiaan itu tanpa syarat.'
'ya enggak lah. kamu aja sering bilang there’s no such thing as a free lunch.'
'terus gimana kamu bisa menjamin mereka bahagia? suami-istri hidup terpisah itu berat tau. bahkan bisa jadi menyengsarakan. bikin batin tertekan, interaksi susah, pas lagi dibutuhin gak ada, hubungan emosi dan seks juga lebih jarang. jadinya lebih terhadang. dan itu semua sangat mendasar dalam membangun kebahagiaan!'
'hahaha... barusan kamu bilang kebahagiaan itu tanpa syarat. sekarang kenapa kamu bilang itu semua penting sebagai pembentuk kebahagiaan?'
'loh... itu menurut orang. menurut studi. ada temuannya. aku mah yakin, kebahagiaan seorang presiden dan buruh itu kualitasnya sama, walaupun status sosial dan harta bendanya beda.'
'halah... teori! kebahagiaan seorang presiden pasti lebih tinggi kualitasnya dibanding kebahagiaan seorang buruh!'
'dari mana kamu yakin?'
'dari statusnyalah. keduanya jelas beda. raja mikirin bangsa dan negara, skalanya jauh lebih luas dan rumit; buruh memikirkan diri sendiri, skalanya kecil, mungkin lebih gampang terpenuhi. ada yang bilang... orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu itu beda. jadi aku yakin bahagia seorang presiden pasti beda dari pemulung.'
'apa kamu yakin presiden memikirkan bangsa dan negaranya? bukan kekuasaan, hawa nafsu, syahwat, atau kemasyhuran dan kepentingannya sendiri? kita aja sering kok segitunya mikirin kondisi dan nasib bangsa dan negeri ini, seolah-olah paling tahu cara menyelesaikan masalah bangsa dan masyarakat---padahal itu semua ada di luar kuasa kita.'
'udah, udah... kamu tambah ngelantur. lantas kenapa kamu sangsi bahwa hidup seseorang itu bahagia?'
'yah... karena kamu mengaitkan kebahagiaan dengan kepemilikan materi. padahal bisa jadi kedua hal itu gak nyambung.'
'kamu yakin ngomong gitu? buktinya kita kan sering menyangka bahwa orang berlimpah materi itu gampang kelihatan lebih senang? kebutuhan hidup lebih terpenuhi. lebih makmur. banyak orang bilang kebahagiaan membawa orang pada kemakmutan. kekuatirannya berkurang, gak gampang cemas, dibanding orang yang serba kekurangan. bahkan mungkin saja dia gampang berbagi dengan hartanya, menjadikan sebagian hartanya untuk menyenangkan orang lain. contohnya ya kawan kita itu....'
'yah... tapi kita juga kan gak tau kalo dia mungkin cemas soal utang-utangnya. mungkin dia mikir kenapa hartanya gampang sekali berkurang, padahal susah-payah didapatkan? aku sering lihat ada orang kaya yang dikit-dikit panik bila kekayaannya berkurang, usahanya merugi sedikit saja. jelas mereka gak rela kalo neracanya negatif. apa seperti itu orang bahagia?
sementara orang yang hartanya memang sedikit sudah gak cemas sama sekali soal itu semua, karena dia tak memikirkan yang tak dimilikinya. kebutuhan hidup orang kan lain-lain. sebagian orang mungkin lebih butuh harta; sementara yang lain mungkin saja lebih butuh hal-hal nonmateri, mungkin emosi, perhatian, kasih sayang.'
'itu namanya kamu membanding-bandingkan kebahagiaan seseorang dengan orang lain. padahal untuk bahagia orang harus menerima kondisinya tanpa pamrih. jangan membanding-bandingkan dirimu dengan orang lain.'
'ya memang... kebahagiaan itu soal mindset. cuma aku penasaran. kalo orang sering bilang bahwa kepemilikan materi tidak menjamin kebahagiaan nurani, tapi kenapa yang sering digembar-gemborkan dan duluan dikejar malah selalu kepemilikan materi? padahal kepemilikan materi tak bisa langsung diubah jadi kebahagiaan... apalagi kalo dibandingkan dengan kerja keras cara mendapatkannya. mungkin itu cuma bayaran setimpal. sementara aku rada yakin bahwa kebahagiaan itu sejenis dengan kepuasan batin. kepemilikan itu menurutku gak cenderung seiring dengan kebahagiaan kok... kita sudah sering lihat buktinya.'
'hehehe... mungkin itulah manusia. sering gak konsisten. bilangnya begini padahal maksudnya begitu. apa yang dicari beda dengan yang ditemukan. menyangka dengan punya kekayaan berarti menemukan kebahagiaan.'
'nahhh... itulah yang sering bikin aku sangsi sama orang yang dibilang bahagia. karena kita cuma bisa lihat luarnya. sementara dalam hati orang siapa tahu?'
'tapi gampang sinis atau terus-terusan sangsi sama kebahagiaan orang lain bikin kamu kayak sakit jiwa. kan pasti ada orang yang benar-benar bahagia di dunia ini. gak perlu restu kamu bahwa seseorang bisa bahagia!'
'hahahaha.... segitunya. tega kamu!'
'iyalah... kalo kamu gak bahagia bukan berarti gak ada orang lain yang bener-bener bisa merasakan kebahagiaan.'
'baiklah. aku cuma ingin bilang jangan menyeragamkan kebahagiaan seseorang satu sama lain. seolah-olah dalam kondisi yang sama otomatis melahirkan kebahagiaan yang sama. aku gak yakin kayak begitu.'
'ah dasar kamu ngeyel... pantes kamu kelihatan susah bahagia.'
'wkwkwkwk... bukannya sesuatu yang sulit diperoleh maka kadar bahagianya pun makin besar?'
'jadi kamu mau melecehkan bahwa kebahagiaan karena harta itu kadarnya rendah?'
'ya itu tergantung gimana seseorang menilai harta dan meletakkan kebahagiaan. kalo bagi dia kebahagiaan itu ada dalam setumpukan harta, dia pasti menghargai harta lebih dari segala-galanya... tapi kalau kekayaannya berkurang pasti langsung berkurang pula kebahagiannya. padahal menurutku kebahagiaan juga bisa didapat dari hal-hal kecil yang tak kalah esensial.'
'apa contohnya?'
'banyak. keramahan dengan teman kerja, bebas bilang apa saja ke bos atau klien, gak perlu kuatir mau bikin status apa pun di media sosial, toleran sama perbedaan... itu semua simpel kan? kalo kita cuma menganggap kebahagiaan itu ada dalam hal-hal besar, kasihan sekali aku yang cuma punya hal-hal sepele. '
'hahaha.... sekarang buktiin aja deh bahwa kamu bener-bener bisa bahagia dengan keyakinan itu, bukan sedikit-sedikit nyinyir atau sangsi bahwa kebahagiaan versi orang lain itu palsu atau malah gak ada.'
'yah... itu yang dari dulu ingin aku sampaikan. cuma aku gak bisa dengan gampang meyakinkan orang lain... jatuhnya malah jadi skeptis, atau lebih parah jadi debat dan sangsi. seolah-olah kebahagiaan itu susah dicari. padahal menurutku orang bisa bahagia dengan cara berbeda-beda, tertentu, atau malah gak biasa.'
'nahhh... kalo gitu akuilah bahwa orang memang bisa bahagia meski enggak sesuai dengan standarmu.'
'ah... orang gampang silau dengan nasib orang lain dan menyangka di situlah letak kebahagiaannya. padahal belum tentu. jangan menutup kemungkinan bahwa kebahagiaan bisa muncul dalam situasi yang gak terduga.'
'kalo gitu sering-seringlah bikin surprise sama orang lain biar bisa bahagia!'
'ah...... kalo itu sih namanya kamu ngarep!'

Foto: Wartax
pelan-pelan percakapan merendah. entah apa yang ada dalam pikiran kami masing-masing setelah jeda yang lengang itu. apa bersikukuh dengan kebahagiaan versi masing-masing atau membuka diri dengan kemungkinan baru bahwa bahagia bisa jadi menelusup ke lubang paling sempit di dalam hati seorang insan.[] 3/1/17

No comments: