Showing posts with label Rumah Buku. Show all posts
Showing posts with label Rumah Buku. Show all posts

Tuesday, June 09, 2009




Konser Diam-diam Efek Rumah Kaca

---Anwar Holid


Band Efek Rumah Kaca (ERK) manggung tanpa disertai publisitas di Rumah Buku, Bandung. Main secara akustik, membawakan lagu-lagu dari dua album mereka, diselingi kejutan menyanyikan beberapa cover version, dalam konser yang berlangsung intim dan dirancang bagus.

BANDUNG - Masih dalam suasana agak murung karena kemarin Shanti panas demam dan kondisi finansial masih melarat, aku sekeluarga datang ke Rumah Buku untuk nonton band Efek Rumah Kaca pada Sabtu, 6 Juni 2009. Seminggu lalu tersiar kabar dari mulut ke mulut bahwa band indie yang lagi hip ini akan manggung di tempat yang asri ini. "Tapi jangan bilang-bilang orang lain ya, soalnya mereka ingin bikin kejutan kayak konser rahasia, gitu," kata orang waktu aku terakhir ke sana untuk pinjam buku The Book of Disquiet (Fernando Pessoa).

Tubuh Shanti sudah normal sejak pagi tadi, dan keceriaannya juga pulih. Itu membuat kami berani membawanya. Rumah Buku sudah lebih ramai dari biasanya waktu kami datang. Teras belakang mereka sedang disetting menjadi "ruang keluarga" untuk persiapan main Efek Rumah Kaca. Fenfen dan Ilalang kangen-kangenan dengan menyapa orang-orang yang mereka kenal. Rani dan Budi dari Rumah Buku menyambut dengan ramah dan lucu-lucuan. Dalam suasana seperti itu, kesenangan menghampiri dan aku merasa mudah penuh terisi oleh kelegaan.

"Maaf ya, mulai mainnya jadi jam setengah lima. Soalnya kita ingin dapat suasana sore yang bagus," entah kata Rani atau Budi yang bilang waktu jam sudah menunjukkan pukul 15.30, jadwal mereka manggung. Wah, makin malam kami pulang, makin kuatir kami pada kondisi Shanti. Orang demam bisa balik panas lagi kalau belum-belum pulih. Bandung hari itu panas, meski sempat turun gerimis sebentar. Menjelang konser cuaca cerah sekali.

"Yang datang ternyata cukup banyak juga ya. Tadinya kami khawatir nggak akan ada yang datang karena sok-sok bikin konser diam-diam, gitu," kata Cholil menyapa penonton yang pada duduk memenuhi taman beralaskan koran dan berbekal losion antinyamuk. Konser tanpa pemberitahuan ini mengingatkan aku pada Heima, film karya grup Sigur Ros tentang mudik mereka di Islandia setelah sekitar setahunan tur keliling dunia. Film kebanyakan berisi scene alam terbuka dan suasana lingkungan yang dramatik.

Aku baru pertama kali ini lihat Efek Rumah Kaca. Sound gaya unplugged mereka menurutku keren. Cholil memainkan gitar akustik yang setting suaranya mengeluarkan bunyi begitu kuat dan penuh, hingga melodi-melodi yang tinggi dan nyaring dari album mereka tersalin dengan sempurna. Adrian main bass dengan kalem, mengiringi sebagai backing vokal. Akbar menurutku tampak sangat santai dan paling enak dilihat. Gerakan tubuhnya di tengah set drum terlihat ritmik, sambil tangan dan kakinya bekerja. Hentakan drumnya asyik; tidak terdengar sebagai pukulan drum nada pop, tetapi malah seperti dalam band jazz atau progresif rock.

Pilihan nada mereka mengingatkan aku pada grup seperti Pink Floyd dan Coldplay. Secara musikalitas, gaya akustik ini terdengar mirip dengan pilihan Damien Rice. Gitar dan bass dibuat seakan-akan bergema, iringan pukulan drum atraktik, jadi meskipun mereka trio, musiknya penuh. Tak ada ruang kosong yang terdengar karena mereka sedikitan. Lagu-lagu mereka yang kurang akrab bagi telinga yang tiap hari mendengar nada pop juga menguatkan mitos pada grup ini.

Efek Rumah Kaca bilang bahwa mereka grup pop, tapi pilihan nada, aksi, juga pernyataan mereka justru bertentangan sebagai band pop yang haus publisitas atau menciptakan lagu yang mudah didengar. Mungkin mereka mau memudahkan. Mereka tidak menyiratkan sebagai band pop. Langkah mereka tidak populer; aku pernah lihat foto mereka bertiga mengenakan t-shirt bertuliskan: Pasar Bisa Diciptakan. Menurutku mereka grup alternatif atau postrock. Banyak orang bilang grup ini politis, seperti terbukti dari beberapa lagunya. Mereka juga justru mengkritik budaya pop dan konsumerisme. Mau mengubah dari dalam?

Adrian menyanyikan "Laki-laki Pemalu."

Mungkin itu yang membuat lagu-lagu mereka agak susah dihafal. Aku beberapa bulan ini dengar album ke dua mereka, Kamar Gelap, dengan hanya mudah ingat Mosi Tidak Percaya (lagu yang sangat politis), Kenakalan Remaja di Era Informatika (singel dari album ini), dan Laki-laki Pemalu. Dari album pertama, yang teringat mudah ialah Cinta Melulu, Terus Belanja Sampai Mati, dan tentu saja lagu yang membuat mereka bisa memikat banyak orang: Di Udara---sebuah lagu yang konon tentang Munir, karena memang didedikasikan buat dia.

Sore itu Efek Rumah Kaca main dua sesi. Sesi pertama berlangsung sampai menjelang magrib. Aku ikut berdendang tapi terkadang lupa judulnya. Sesi kedua Cholil main dengan mengenakan sweater, mungkin kedinginan oleh hawa yang mulai dingin. Dia mula-mula menyanyikan dua cover sendirian, lantas memanggil Adrian dan Akbar untuk memainkan Hallelujah dari versi Jeff Buckley. Ini mungkin kejutan buat para pengunjung. Adrian juga nyanyi Laki-laki Pemalu. Selama konser berlangsung, Rani terus melakukan shooting. Budi bilang pada penonton bahwa konser ini direkam. Aku berharap agar acara bernama "Rukustik" rekaman ini nanti dirilis sebagai live album.

Budi Warsito ngajak ERK ngobrol seputar dunia band.

Kami terpaksa pulang lebih awal, setelah Budi mengajak trio ini ngobrol dengan lucu. Tubuh Shanti kembali lebih hangat, jadi Fenfen dan aku khawatir. Gerimis juga sudah turun agak sering. Entah bagaimana konser itu berakhir, apa mereka jalan terus meski gerimis, atau harus berhenti karena penonton tentu mulai basah. Aku senang bisa nonton acara musik yang bagus dan beli pin ERK gambar pohon meranggas. Ilalang dan Shanti juga gembira. Fenfen banyak ngobrol dengan teman-temannya. Sabtu sore yang memuaskan, sebelum aku harus antusias untuk kembali berhadap-hadapan dengan wajah kehidupan yang menyeringai mengancam.[]

Copyright © 2008 oleh Anwar Holid

KONTAK: wartax@yahoo.com | Tel.: (022) 2037348 | HP: 085721511193 | Panorama II No. 26 B Bandung 40141

Situs terkait:
http://www.rukukineruku.com
http://halamanganjil.blogspot.com (foto-foto konser)
http://efekrumahkaca.multiply.com
http://www.myspace.com/efekrumahkaca

Tuesday, April 14, 2009



Rumah Buku, The Coolest Library in Town
--Anwar Holid

Pada Jumat, 3 April 2009 Ariani Darmawan (Rani) mengirim pesan lewat Facebook, yang langsung dihantarkan oleh kantor pos Yahoo! Mail:

Subject: Merayakan 6 tahun Rumah Buku / Kineruku: Teman-teman Menghias Rumah Buku
Sekali lagi, teman-teman terdekat Rumah Buku,

Kami mengundang kamyu2 untuk datang ke perayaan ultah kami ke-6, Sabtu jam 3 sore. Ditunggu.. tiada kesan tanpa kehadiran kalian semua...

Rabu sebelumnya, 1 April, aku mampir ke Rumah Buku karena ada perlu dengan Budi Warsito, seorang script writer yang kerja juga di Kineruku, lini produk Rumah Buku yang fokus mengerjakan perfilman. Sayang dia nggak datang-datang. Beruntung aku ketemu Rani, yang pagi-pagi itu sudah sibuk di sana, dan menyapaku, "Eh, Sabtu ini Ruku ulang tahun loh. Dateng ya nanti bareng Fenfen dan anak-anak..." Setelah itu aku dia kasih seporsi mi ayam. Lantas aku lihat-lihat cd baru di sana, yang entah kenapa banyak berupa album Cocteau Twins.

Selalu ada yang menarik di Rumah Buku. Baik itu cd, film, aktivitas, kopi, dan tentu saja buku-bukunya. Enam tahun lalu aku datang ke sini beberapa bulan setelah mereka buka, betul-betul terobsesi ingin melihat Ulysses dan Finnegan's Wake (James Joyce)--dua novel yang sampai hari ini hanya berani aku lihat-lihat dan pegang-pegang, atau coba baca halaman pertamanya, kemudian aku taruh lagi. Setelah itu, aku rasanya selalu tertarik untuk ke sana lagi, setiap ada kesempatan, sesering mungkin. Bahkan pernah dalam satu kesempatan, waktu mengerjakan profil Shirin Ebadi untuk buku tipis terbitan Mizan, aku begadang dan tidur di Rumah Buku. Bersama teman-teman, kami juga bikin Textour, yang namanya dilontarkan oleh Rani juga, meski kini inaktif.

Setelah enam tahun, Rumah Buku paling banyak diisi oleh aktivitas Kineruku. Wajar, karena Rani seorang sutradara dan dosen film. Di antara filmnya yang menurutku sangat menarik ialah Anak Naga Beranak Naga dan Sugiharti Halim, dua buah film pendek tentang identitas etnis Cina Indonesia yang disampaikan dengan kuat sekali. Film pertama bersubjek musik gambang kromong, kedua lebih ke hubungan personal. Menurutku, pada dasarnya yang aktif di Kineruku bertipe seniman, dengan rentang di ranah seni lukis, fotografi, desain, dan penulisan. Rani, misalnya, dia juga seorang editor. Dia mengedit terjemahan Marguerite Duras dan Italo Calvino, dua dari sekian banyak penulis favoritnya, yang koleksi karyanya boleh dibilang lengkap tersedia di Rumah Buku.




Koleksi Rumah Buku memang luar biasa dan terpilih, dan itu jadi magnet luar biasa bagi pangsa di dunia sastra, kritik, film, desain, seni, arsitektur, komunikasi, media, sejarah dan pemikiran. Buku unik, baik yang didesain menakjubkan dengan teknologi tertentu, sangat langka, klasik dan legendaris, dinilai sangat berpengaruh, ada di sini. Begitu juga koleksi film dan musiknya. Miles Davis, Pat Metheny, Keith Jarrett, Youssou N'Dour, SimakDialog, King Crimson, Feist, Arcade Fire, Jack Johnson, Tibor Szemzo, Ravi Shankar, bertaburan. Pantas karena itu beberapa bulan lalu Rolling Stone Indonesia menyebut Rumah Buku sebagai "the coolest library in town."



Di acara Teman-teman Menghias Rumah Buku ini ada found object personal-bersejarah bagi Rani dan Rumah Buku, lukisan yang dikerjakan amat halus karya Judith, fotografi oleh Meicy, woodcut, juga desain arsitektural atas seekor babi.


Rumah Buku merupakan salah satu tempat terbaik di Bandung. Aku selalu ingin lama-lama di sini, untuk menulis, mengedit, menyelesaikan proyek, bertemu dengan kawan. Mungkin karena ia cukup dekat dengan rumahku. Aku juga kerap mendapat kebaikan dari Rani bersama para pegiat lainnya. Bahkan voucher pinjaman hadiah Rani belum aku habiskan jatahnya.

"Dulu, rasanya kita sering banget ke sini ya," kata Fenfen waktu kami jalan ke sana. Memang. Di ulang tahun ke enam itu kami bertemu teman-teman yang merasa terikat dengan tempat ini--para pembaca, penulis, sutradara, peneliti, kurator, kritikus, dosen, seniman, pedagang, penyanyi, arsitek. Merekalah yang menghiasi dan meramaikan Rumah Buku, meminjam koleksinya, mengambil manfaat. Meskipun ada juga pengunjung jahat, karena mereka mencuri fasilitas atau koleksi Rumah Buku, termasuk mencuri milik pengunjung lain.



Selamat ulang tahun Rumah Buku, semoga terus jaya. Keep up the good work![]

Copyright © 2008 oleh Anwar Holid

ANWAR HOLID, anggota Rumah Buku no. A030. Bekerja sebagai editor, penulis, dan publisis.
KONTAK: wartax@yahoo.com Tel.: (022) 2037348 HP: 085721511193 Panorama II No. 26 B Bandung 40141

Situs terkait:
RUMAH BUKU & KINERUKU
Jl. Hegarmanah 52 Bandung 40141
Ph/F: 022.2039615

Tuesday, October 28, 2008



Jelas yang dikasih bukan edisi ini, soalnya aku cari-cari cover edisi yang aku maksud nggak nemu. Bahkan di situs RSI pun belum ada. Hanya, covernya setipe ini. Gambar dari Internet.


Hadiah Rolling Stone The Immortals Budi Warsito
-----------------------------------------------


Aku dapat hadiah Rolling Stone A Special Issue The Immortals, 25 Artis Indonesia Terbesar Sepanjang Masa (Edisi 43, November 08) dari Budi Warsito.

Setengah hari kerja di Rumah Buku, berbekal remah-remah roti kering dari Holland Bakery. Sampai akhirnya Rani datang sore-sore, kemudian disusul Budi agak lama setelah itu.

"Mas ini saya kasih RSI seperti janji saya waktu itu," kata Budi. "Tapi maaf notesnya ketinggalan."

Waaah! Seneng banget dapat hadiah menarik seperti itu. Teknik cover RSI ini sama waktu mereka mengeluarkan edisi khusus album Indonesia terbaik sepanjang zaman: menggunakan plastik hologram. Yah, jadi RSI secara resmi menganggap abadi orang-orang fana ini (sebagian sudah meninggal). Menjadikan mereka sebagai ikon yang pantas dikenang, persis karena pertimbangan karya, pengaruh, dan reputasinya. Tentu saja kita boleh membuat sendiri the immortals sesuai selera, dan memberikan alasannya---dan nggak perlu disiarkan di RSI; cukup di blog atau notes sendiri.

Pas dibuka-buka, pilihan RSI juga ada yang terkesan dobel-dobel, misalnya ada God Bless, tapi juga ada Ahmad Albar; ada Dewa19 juga ada Ahmad Dhani (dan lebih menjengkelkan lagi, dipasang berurutan!) Wah, menurutku mending cari figur lain. Pilihan RSI jelas musisi pop; jadi sulit kalau aku berharap misalnya Slamet Abdul Sjukur, Tony Prabowo, atau yang lebih populer: Emha Ainun Nadjib terpilih sebagai The Immortals. Pilihan paling asing sudah diwakili oleh Harry Roesli.

Yang paling heboh mungkin Ahmad Dhani. Sementara seorang immortal ditulis orang lain, dia menulis tentang dirinya sendiri. Ini membuat aku teringat lagi ungkapan Ignatius Haryanto: "Mungkinkah meneliti tentang diri sendiri?" Menurutku, mungkin akan lebih menarik bila yang menulis tentang Ahmad Dhani adalah Maia Estanty.

Terus di RS Style ada Dewi Lestari yang baru-baru ini menerbitkan dan merilis bersamaan buku & album, Rectoverso (artinya: bolak-balik.) Aku sudah lihat-lihat buku itu di Reading Lights. Hm... mewah banget, hardcover, artpaper, fotografi, desain grafis... membuat harganya jadi mahal (Rp.77.000,00.) Aku sudah usul ke Budi agar Rumah Buku beli biar aku bisa pinjam; tapi keinginan itu secara nyata sulit tercapai.

Tapi apa pun, RSI itu hadiah yang menyenangkan. Makasih banget!

3:03 28/10/08