Showing posts with label profil. Show all posts
Showing posts with label profil. Show all posts

Wednesday, February 23, 2011

[Feature Profil]
Arvan Pradiansyah: Belajar dari Nenek 
Yang Menangis Tiap Hari
---Wayan Diananto

Awal pekan Januari 2011 di Purwakarta, di sebuah kelas intensif dengan peserta dua puluh orang. Seorang pembicara mengetengahkan topik rasa syukur. Dalam sebuah jeda, seorang peserta kelas berbicara tentang pahitnya kehilangan.

“Selama ini saya bermasalah dengan ayah. Sudah bertahun-tahun tidak menemuinya. Hari itu saya ingin menemuinya. Saya merasa ada sesuatu yang keliru dan harus segera diperbaiki. Pada saat niat itu muncul, saya menuju ke kediamannya. Saya memang bertemu ayah, tapi matanya terpejam. Dan tidak pernah bisa terbuka lagi. Saya menyesal. Saya tidak tahu seberapa besar nilai seorang ayah dalam kehidupan sampai kehilangan selamanya. Nyatanya, saya tidak pernah mensyukuri keberadaan ayah,” ujar si peserta. Rasa sesal menggores begitu dalam.

Nenek Yang Menangis Tiap Hari
Begitulah hidup. Manusia bercengkerama dengan dua hal bertentangan. Sedih dan bahagia. Menurut sang pembicara kelas itu, bahagia sebenarnya soal bagaimana sudut pandang kita memandang hidup. Perkenalkan, nama pembicara ulung itu ialah Arvan Pradiansyah. “Bahagia berhubungan dengan cara kita melihat dunia,” ujar Arvan di Sarinah Jakarta, Rabu (26/1).

Selanjutnya, Arvan menyampaikan ilustrasi menyentuh. Kisah seorang nenek dan dua anaknya. Setiap hari nenek itu menangis. Tetangga yang melihat nenek itu menangis jadi bertanya-tanya, seberat apakah beban yang disandang wanita renta ini?

“Nek, kenapa sih tiap hari menangis?” tetangga bertanya.

“Saya punya dua anak. Yang lelaki pekerjaannya jualan es. Yang perempuan jualan payung. Kalau musim cerah begini, saya menangisi anak perempuan karena dagangannya enggak laku. Kalau musim hujan, saya menangis memikirkan anak saya laki-laki. Es buatannya sepi pembeli,” keluhnya.

“Nek, begini saja deh. Gimana kalau cara berpikirnya di balik. Siang nanti, kalau matahari terik, pikirkan anak Nenek yang jualan es. Pasti Nenek senang karena dagangannya laris manis. Kalau siang nanti ternyata hujan deras, pikirkan saja anak nenek yang jualan payung. Pasti hidup Nenek bahagia,” si tetangga sodorkan solusi.

Ya, sebetulnya kebahagiaan itu bisa didapat bukan dengan mengubah apa yang ada di sekitar kita. Semua dimulai dengan mengubah sudut pandang kita. Yang patut dipahami, masalah hidup tidak akan pernah habis. Satu masalah rampung, masalah lain menyongsong. Sejatinya, masalah adalah salah satu ciri kehidupan. Yang namanya hidup, suka atau tidak suka, pasti ada masalah. Pasti.
Arvan Pradiansyah.            Foto: Hono Mustanto

Growing Up dan Growing Old
“Kita patut bersyukur saat masalah melanda, berarti kita masih hidup. Hanya, pastikan masalah yang menimpa kita berbeda. Jangan sampai dari tahun ke tahun masalahnya sama. Itu-itu melulu,” Arvan menyambung obrolan. Jika menghadapi masalah yang sama terus, kita tidak akan bertumbuh. Misalnya begini, masalah Anda tahun lalu ialah putus cinta.

Merasakan putus cinta jauh lebih bagus ketimbang tak pernah putus cinta sama sekali. Artinya, pernah ada seseorang yang begitu mencintai Anda. Problemnya, tahun depan jangan sampai terjebak masalah yang sama, dengan orang yang sama. Tahun depan, bisa jadi masalah Anda bukan lagi putus cinta dengan si A. Melainkan deg-degan karena mempersiapkan pernikahan dengan si B. Atau, masih putus cinta sih tapi bukan lagi dengan si A, melainkan si C. Jangan terpaku dan terlarut dengan masalah yang sama, menahun.

“Ketika seseorang menghadapi masalah berbeda dari waktu ke waktu, itu disebut pengalaman. Itulah proses growing up, yang mendewasakan. Ketika Anda berlama-lama dengan satu masalah yang sama, itu disebut penglamaan. Itulah growing old, penuaan. Menjadi tua belum tentu menjadi dewasa,” ulas penulis buku Life Is Beautiful. Menyelesaikan satu masalah bukanlah perkara mudah. Diperlukan upaya keras, bahkan mungkin menahun. Saat tahun berganti, bisa jadi masalah yang belum selesai itu dijalin dengan problem berikutnya.

Menanti Delapan Tahun
Arvan membagikan sebuah pengalaman untuk kita. Semasa kecil, alumnus Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia ini gemar pelajaran mengarang. Dengan menuliskan isi otaknya yang penuh ide, bisa dituang, lalu dibagi ke calon pembaca. Beranjak dewasa, Arvan memberanikan diri menulis ke beberapa surat kabar dan majalah nasional.

“Tulisan saya dikembalikan. Alasannya, terlalu panjang. Lalu saya mencoba menulis efektif. Itu pun dikembalikan. Alasan redaksi, terlalu pendek. Seketika itu, semangat menulis anjlok. Beberapa tahun kemudian, saya mencoba lagi dan masih ditolak. Saya ngambek. Buat apa menulis lagi lha wong berkali-kali ditolak?” pikir Arvan kala itu. Ia mulai menulis pada 1990. Akhirnya, artikel Arvan terbit di sebuah majalah pada 1998. Bayangkan, delapan tahun ditolak.

“Saya berpikir, kalau berhenti mencoba, kita tidak pernah tahu apa yang terjadi selanjutnya. Akhirnya, saya coba lagi. Di situlah tunas harapan bertumbuh. Untuk kali pertama dalam hidup, tulisan saya dimuat di majalah ekonomi. Bangganya bukan main. Saya membawa majalah itu ke mana-mana. Sampai bertemu mertua pun, majalah itu saya bawa,” kenangnya.

Seandainya Arvan menyerah pada tahun kelima, keberhasilan tidak akan pernah dijemputnya. Keberhasilan datang kepada mereka yang terus dan terus berusaha. Kita tidak akan pernah mencapai apa yang kita inginkan, jika berhenti berusaha. Ketika kita berhenti berusaha, Tuhan juga akan berhenti bekerja bersama, menyokong kita. Itulah prinsip hidup Arvan.

Tulisan di kolom majalah di pengujung pemerintahan Presiden Soeharto itu membentangkan karpet merah. Dari tangan dan penanya, tergores puluhan ribu kata. Ribuan kalimat. Dan diabadikan dalam banyak artikel serta buku. Buku pertama yang dirilis ialah You Are A Leader. Menyusul kemudian Life Is Beautiful, Cherish Every Moment, The 7 Laws Of Happiness, dan You Are Not Alone.

Arvan juga dikenal sebagai kolumnis di dua media ternama, majalah SWA dan Bisnis Indonesia. Dia memberi pelatihan untuk puluhan bank, perusahaan minyak, asuransi, dan berbagai perusahaan lain. Suaranya menggema dalam talk show Smart Happiness, disiarkan sebuah jaringan radio ke dua puluh lima kota besar di penjuru Nusantara. Memasuki Februari 2011, Arvan akan mengisi rubrik konsultasi bertema “Life is Beautiful” di tabloid Bintang Indonesia.

Jika Anda memiliki masalah hidup, Anda bisa berbagi dengan Arvan. Layangkan surat maupun email Anda ke alamat pos redaksi atau email Bintang Indonesia. “Ketika Anda berbagi problem, dan saya berbagi alternatif pemecahan. Anda belajar dari saya, dan saya belajar dari masalah Anda. Saling belajar, itu salah satu hal termanis dalam hidup. Ibadah yang menyenangkan,” pungkas Arvan.[]

Profil ini awalnya dipublikasi tabloid Bintang Indonesia edisi 1028/tahun XX/minggu kelima Januari 2011.

Untuk konsultasi dengan dengan Arvan Pradiansyah, kontak email:
redaksi@bintang.co.id, tabloidbintangindonesia@gmail.com

Situs terkait:
http://www.bintang.co.id
http://www.ilm.co.id

Thursday, January 20, 2011

[PROFIL WIRAUSAHAWAN]

Hari Utomo: "Budaya Wirausaha Perlu Proses."
---Anwar Holid

Bertemu di selasar Masjid Salman ITB, Hari Utomo tampak sedikit terburu-buru. "Dari sini saya mau langsung ke Subang," katanya sambil mengajak jalan ke Taman Ganesha, tempat dia menceritakan Planet Sains. Perusahaan yang bergerak di bidang penyedia jasa pendidikan itu dia kelola bersama Dian R. Basuki (seorang jurnalis, mantan wartawan di grup Tempo), Erliana (menangani keuangan dan pengembangan usaha), dan Fitria Yulianti (manajer operasional).

Planet Sains ingin memberikan pengalaman menyenangkan terhadap sains, khususnya anak-anak sekolah dasar. Mereka menyediakan banyak program baik untuk sekolah, kumpul bareng keluarga, pelatihan guru, maupun produk yang dilempar ke pasar umum---semua dengan nilai tambah sains. Para instrukturnya menyelenggarakan acara secara sederhana, mengedepankan sisi yang menarik, menyenangkan, namun tetap hebat, representatif, sekaligus meningkatkan kemampuan di bidang sains. Salah satu jasa mereka yang sudah dikenal di sejumlah sekolah di beberapa kota ialah Wisata Sains. Di acara ini, mereka membawa anak-anak untuk mengunjungi objek wisata dengan aktivitas sains, termasuk melakukan percobaan di tempat.

"Misal ke Tangkuban Parahu. Selama ini kan rata-rata mereka datang ke sana hanya melihat pemandangan. Oh, pemandangannya bagus; udaranya dingin; melihat-lihat sesuatu yang indah. Itu saja. Padahal Tangkuban Parahu merupakan salah satu gunung api aktif di Indonesia, yang kawahnya berpindah dari barat ke timur. Kenapa kawah itu bisa pindah? Apa manfaat gunung berapi? Itu tidak pernah diceritakan, sementara anak-anak tidak tahu. Akhirnya mereka datang hanya mendapat aspek permukaan. Mereka tidak tahu kenapa Tuhan menciptakan gunung berapi, apa untungnya buat manusia, bahayanya apa saja. Itu semua seharusnya disampaikan kepada anak-anak kita," ujarnya bersemangat.

Semua pusat sains di Bandung boleh dibilang telah diajak kerja sama oleh Planet Sains, mulai dari Observatorium Bosscha, Museum Geologi, kebun binatang Bandung, instalasi pengolahan air, air panas alam Ciater, Puspa Iptek Sundial (jam matahari), juga wisata ke kampus ITB. Di kampus Ganesha ini peserta diajak bertemu dengan ilmuwan, pakar teknologi, melihat produk berteknologi, juga praktik di laboratorium dan mengadakan percobaan sains. Hari Utomo merasa perlu sejak dini memperkenalkan sains kepada anak-anak. Itu sebabnya Planet Sains punya slogan "Setiap anak bisa jadi Einstein."

Suami Erliana ini alumni Jurusan Geologi ITB angkatan 1981. Dulu dia aktif di Masjid Salman. Bersama kawan-kawan, dia termasuk salah seorang pendiri PAS (Pembinaan Anak-Anak Salman), sebuah unit organisasi yang aktivitasnya fokus menangani mentoring anak-anak. Di periode ke dua organisasi itu (tahun 1983), dia dipercaya menjadi ketuanya.

"Di sana saya dapat pelajaran banyak bagaimana mengelola organisasi dan lembaga seperti Planet Sains," akunya. Tampaknya Hari Utomo mendapat visi untuk menekuni bisnis pendidikan anak-anak berkat pengalaman di PAS. Jadi meski pernah berkarir di pengeboran minyak---bekerja di perusahaan vendor Caltex, Duri, Pekanbaru, juga mengelola perusahaan produsen chamois orisinal (kain lap dari kulit domba), setelah sekitar sepuluh tahun ikut orang lain, dia memutuskan jadi entrepreneur, salah satunya mendirikan Planet Sains pada Agustus 2005.

Perusahaan ini mendedikasikan diri untuk pengembangan sains buat anak-anak dan sekolah. Klien utamanya ialah sekolah swasta, masyarakat umum, dan sejumlah sekolah negeri. Perusahaan berbasis di Bandung ini juga telah memproduksi alat eksperimen sains yang banyak diminati, termasuk dijual via online. Sementara mereka telah diminta untuk melayani konsumen di luar Bandung, terutama Jabodetabek, Cikarang, Jogjakarta, dan Purwokerto. Mereka sekarang bahkan tengah menggodok prosedur standar operasi untuk permintaan membuka cabang di luar Bandung yang pasarnya potensial.

"Usaha ini tidak seratus persen profit, ada aspek layanan ke masyarakat untuk pendidikan sains, juga keinginan mencerdaskan bangsa. Kadang-kadang harganya bisa berubah," akunya. Planet Sains bersedia melayani klien sekolah kurang mampu dengan harga khusus, tanpa mengurangi standar layanan. Syaratnya: anak-anak bersemangat ikut. "Dari segi bisnis, secara finansial ini tidak besar-besar amat. Tapi alhamdulillah sampai hari ini kita bisa bertahan dan kinerjanya makin bagus," demikian paparnya. Omset Planet Sains berkisar antara 30 - 50 juta rupiah per bulan.

Mengandalkan lima orang pegawai, mengefektifkan organisasi yang ramping, ditambah banyak tenaga outsource yang kompeten terutama lulusan muda dari berbagai perguruan tinggi di Bandung (antara lain ITB, Unpad, UPI, dan Unisba), Planet Sains berusaha melakukan penetrasi pasar dan mengedukasi pelanggan. Hari Utomo bertindak sebagai direktur utama, tugasnya mengembangkan perusahaan agar bisa menjangkau kalangan lebih luas lagi. Dia menyatakan keberhasilan Planet Sains sejauh ini ialah berkat SDM berkualitas, visi perusahaan yang jelas, juga sistem usaha dan operasional yang bagus. Kondisi ini menghasilkan tim yang solid, apalagi didukung oleh dedikasi terhadap karir dan pekerjaan. Perusahaan membiasakan diri berbagi (sharing) ke karyawan, melakukan inovasi dan pembinaan internal, juga memiliki tim supervisi yang bertugas mendiskusikan materi baru, memperhatikan trend ke depan, termasuk memperbaiki kinerja. Tanpa sungkan dia memuji peran rekan kerjanya, Fitria Yulianti, seorang alumni UPI (Universitas Pendidikan Indonesia). "Dia sangat bagus dan punya dedikasi, baik pada anak-anak maupun masyarakat. Dia juga tahu persis metode dan materi pengajaran yang cocok,"

Hari mengaku banyak belajar sekaligus tertantang mengembangkan kemampuan wirausaha (entrepreneurship) demi mendirikan Planet Sains. Pada dua tahun pertama, sejumlah karyawan sempat ke luar-masuk, peminat masih sedikit, dan sekolah kerap terlalu mudah menyatakan tidak ada dana untuk tawaran dari Planet Sains. Padahal seluruh aktivitas itu tentu butuh biaya. "Sebagian sekolah enggan berpikir lebih untuk kemajuan anak-anak atau merasa tidak punya masalah dengan pendidikan sains yang mereka ajarkan," ucapnya. Berkat presentasi, pendekatan ke sekolah dan orangtua, termasuk mau bekerja sama dengan kompetitor, perlahan-lahan membuahkan hasil. Dia juga memetik pelajaran dari pengalaman kerja sebelumnya, praktik di lapangan, termasuk kelas formal dari lembaga manajemen dan marketing. Dia mengibaratkan entrepreneur sebagai lokomotif.

"Harusnya Indonesia memiliki jumlah entrepreneur yang cukup banyak. Ibarat kereta api, kalau lokomotifnya hanya sedikit, jalannya jadi lambat. Mungkin kita tidak selalu berhasil; itu tidak masalah. Yang penting generasi setelah kita jadi lebih baik. Kalau kita meminta anak kita jadi entrepreneur, kita harus beri contoh. Nah, saya ada dalam fase harus membangun perusahaan sendiri agar jadi entrepreneur," ucapnya dengan tatapan serius. Hari mengingatkan, bila sebentar lagi pasar bebas benar-benar dibuka dan perusahaan besar luar negeri boleh bersaing di Indonesia, entrepreneur Indonesia harus siap bersaing dan bisa berkembang jadi perusahaan besar. Kalau tidak, bangsa Indonesia hanya kembali akan jadi penonton. "Kalau jumlah entrepreneur banyak, pemerintah juga akan mudah mencari perusahaan dalam negeri yang bisa dikembangkan untuk kerja sama."

Menjelang melaju ke Subang, Hari sempat mengenalkan istri bersama seorang anaknya. "Ini Rifki Auliaarrahman. Dia baru jadi juara Lomba Roket Tingkat Nasional di Palembang, 4 Oktober 2010 lalu. Bulan depan dia mau ke Australia untuk lomba tingkat Asia," tuturnya antusias. Si anak tersenyum-senyum. Rifki duduk di kelas 1 SMP. Rupanya kecintaan pada sains telah menitis pada anak-anaknya. Anak sulung mereka kuliah di Fakultas Teknik Industri ITB tahun 2010. Keluarga ini dikaruniai empat anak.[]

KONTAK PLANET SAINS
Jalan Sadang Serang No. 11 B Bandung 40134
Telepon: (022) 70654998
Email: planet.sains@gmail.com

Link terkait:
http://planet-sains.info

Copyright © 2010 oleh Anwar Holid