Tuesday, June 09, 2009



Seeking Truth Finding Islam di Kamisan FLP Bandung

--Anwar Holid


Secara kebetulan, bertepatan saya menerima bukti dua kopi cetakan ke dua buku Seeking Truth Finding Islam (Mizania, 184 hal.), anggota FLP (Forum Lingkar Pena) Bandung membicarakan buku tersebut pada forum Kamisan, 4 Juni 2009 di teras Masjid Salman ITB, pukul 16.00-18.00 WIB.

"Yang biasa hadir memang tidak banyak. Tapi Kang, kalau luang, pasti akan menyenangkan kalau Akang bisa datang dan membagi pengalaman menulis buku itu," demikian email dari Wildan Nugraha, ketua FLP Bandung, pada akhir Mei lalu mengabarkan rencana acara tersebut.

Tertulis, yang akan membahas buku tipis tersebut ialah Jaka Arya Pradana, anggota FLP Bandung mahasiswa ITTelkom.

Saya datang ke masjid itu dengan antusias, namun sayang lupa bawa kamera untuk dokumentasi. Begitu sampai, saya berkeliling mencari-cari Wildan, karena dialah anggota FLP yang wajahnya benar-benar saya hafal. Sayang tidak ketemu. Dulu, kami berdua pernah sama-sama jadi juri lomba mengarang anak-anak yang diadakan masjid ini. Saya lihat sejumlah anak SMU duduk berkelompok membahas pelajaran sekolah didampingi seorang mentor. Mereka itu anak bimbingan belajar dari Karisma (Keluarga Remaja Islam Salman). Akhirnya, saya mampir dulu ke Aksara, sebuah unit bidang jurnalistik yang menggantikan SKAU (Salman Komunikasi Aspirasi Ummat), tempat saya dulu waktu mahasiswa bergabung cukup lama. Saya bertemu Salim, Okky, dan seorang temannya. Mereka sedang rapat.

"Ketemu Wildan enggak ya?" tanya saya sebentar membuyarkan konsentrasi mereka.
"Enggak, mau ke bedah buku ya?" tanya Salim.
"Iya. Biasanya mereka ngumpul di belah mana?" tanya saya.
"Tuh di sebelah kiri. Kelihatan kok dari sini. Belum pada datang kali," tambah Okky.

Untuk menghabiskan waktu, saya lihat Koran Tempo hari itu. Headlinenya tentang Prita, seorang ibu rumah tangga yang mendadak jadi pusat berita gara-gara ditangkap dan di penjara dengan tuduhan pencemaran nama baik terhadap RS Omni International, Tangerang. Waktu pertama kali dengar kasus itu dari Fenfen, saya bilang, "Keterlaluan." Saya justru barusan saja selesai menyunting memoar seorang istri dalam merawat suaminya yang terkena stroke lebih dari satu tahun dan berhubungan sangat baik dengan pihak dua rumah sakit.

Selesai browsing berita koran, saya mendapati teras kiri masjid sudah terisi sejumlah orang duduku melingkar. Mereka sudah mulai beberapa waktu. Wildan ada di sana. Seorang gadis berjilbab lamat-lamat terdengar mengomentari buku berisi profil panjang empat orang Barat yang masuk Islam (convert, atau mualaf dalam konsep Islam). Keempat orang itu ialah Yusuf Islam (Cat Stevens), Ingrid Mattson, Keith Ellison, dan Hamza Yusuf Hanson. Ternyata Jaka Arya Pradana urung datang, dia sakit. Kira-kira hadir dua puluh orang. Salah satu di antaranya ialah Hendra Veejay, seorang penulis yang masuk Islam sejak SMP.

Meskipun kerap merupakan pengalaman hidup yang emosional, dramatik, dan drastik, konversi pada dasarnya sesuatu yang biasa dalam ranah agama. Orang ke luar dan masuk agama tertentu, atau menyatakan antipati, bahkan ateis.

Menurut William James dalam Perjumpaan dengan Tuhan (terjemahan The Varieties of Religious Experience, Mizan, 2004), konversi tidak identik sebagai perpindahan formal seseorang dari agama lama ke agama baru disertai semangat menggebu-gebu. Menurut dia, pemeluk agama yang terpanggil lagi, merasakan kelahiran baru beragama, bersemangat lagi menjalani kehidupan beragama, orang tersebut mengalami konversi. Konversi serupa dengan perubahan seketika seseorang yang awalnya mungkin biasa saja bersikap terhadap agama menjadi lebih patuh maupun taat (devosi). Konversi merupakan salah satu ragam pengalaman agama yang sangat kental.

Dalam konteks Islam, menjadi mualaf betul-betul merupakan persoalah hidayah (petunjuk) Allah kepada seseorang, ditambah merupakan konsekuensi logis dari pencarian iman. Bukti sederhana dari ini ialah ada banyak sarjana Islam yang begitu dekat dengan Islam, mereka pun dihormati kalangan Muslim, namun toh tetap bukan seorang Muslim pada akhir hayatnya. Dia tidak pernah secara eksplisit terdengar menyatakan diri masuk Islam.

Dalam konteks hubungan antaragama, konversi justru sensitif. Cap "Kristenisasi" di kalangan Islam menurut saya merupakan istilah yang amat berbahaya dan mematikan bagi dialog keterbukaan. Persoalannya, terutama di zaman media dan komoditas sekarang, semua agama memiliki lembaga dakwah (syiar) yang tujuannya memperkenalkan diri mereka. Saya mendapati bahwa pengetahuan seseorang terhadap agama lain biasanya minim. Saya sendiri boleh dikatakan buta terhadap agama-agama Abrahamik (Abrahamic religions) yang sebenarnya satu muara dan punya banyak pertalian, misalnya dalam hal kitab suci.

Saya bersyukur dan senang teman-teman FLP Bandung membicarakan Seeking Truth Finding Islam. Dulu saya sempat mengusahakan agar isyu dalam buku itu dibahas di Masjid Laotze, Bandung. Mungkin menarik buat menguji dialog antaragama. Sayang respons Mizan negatif. Wildan menyatakan bahwa ruang di gedung Rabbani--toko baju dan asesoris Muslim--bisa digunakan untuk acara seperti bedah buku atau talkshow. Saya janji akan kembali mengontak orang Mizan, siapa tahu kesempatan itu bisa terbuka kembali.

Selesai acara, saya membicarakan lebih banyak hal lagi dengan Salim, Okky, dan Irvan di Aksara. Mungkin sampai pukul 21.00.[]

Copyright © 2008 BUKU INCARAN oleh Anwar Holid

ANWAR HOLID, eksponen TEXTOUR, Rumah Buku Bandung. Bekerja sebagai editor, penulis, dan publisis.

KONTAK: wartax@yahoo.com | Tel.: (022) 2037348 | HP: 085721511193 | Panorama II No. 26 B Bandung 40141

Situs terkait:
http://www.mizan.com

No comments: