Friday, October 30, 2009



Meluangkan Waktu dan Mencurahkan Energi untuk Menulis

--Anwar Holid


Some readers write. All writers read.


Dari interaksi dengan sejumlah orang yang tertarik dunia tulis-menulis, ada satu hal yang sungguh bisa membedakan apa seseorang itu benar-benar menulis atau baru sekadar membicarakannya. Ketika menjadi instruktur menulis di visikata.com, saya kenalan dengan peserta dari Banda Aceh. Dia bekerja di sebuah LSM. Setiap kali kami mengadakan pertemuan rutin (chatting di ruang virtual situs itu), dia selalu sulit hadir. Dia terlalu sibuk bekerja dan menyelesaikan tugas kantor---yang sebenarnya positif juga. Yang buruk buat kemampuan menulisnya ialah dia tetap kesulitan dan mengaku bahwa tugas menulis selalu membuatnya tertekan dan degdegan.

Kesimpulan saya: orang seperti dia kehabisan waktu buat menulis dan mencurahkan pikiran dan energi untuk benar-benar menyelesaikan tulisan.

Mengalokasikan waktu, mencurahkan pikiran dan energi akan benar-benar bisa membuat perbedaan dalam menulis. Setiap tulisan memang merupakan kerja (keras). Penulis harus duduk untuk menuangkan isi kepala pada kertas atau file di komputer. (Seperti saya sekarang saat menulis tentang topik ini. Saya duduk, meluangkan waktu, mengumpulkan energi, berkonsentrasi untuk menghasilkan tulisan yang berusaha fokus pada topik ini.)

Kondisi itu cukup mirip dengan pengakuan Bagus Takwin---dosen Jurusan Psikologi Universitas Indonesia yang telah menghasilkan sejumlah buku. Saya bertanya kepadanya: "Persiapan apa yang paling penting dalam menulis?"

Jawab dia, "Kalau dari pengalamanku secara umum banyak baca. Lalu, secara khusus penting untuk meningkatkan sensitivitas." Bagus Takwin memang sudah melampaui tahap "bingung mau menulis apa." Meski begitu dia tetap butuh persiapan khusus ketika akan menulis. "Dari segi teknis, sangat penting tersedia rokok dan kopi serta air putih supaya tetap bisa menulis sambil mendapat kenikmatan kopi dan rokok serta terus minum air agar ginjal tidak rusak," tambahnya mengenai kebiasaan bacanya.

Setiap orang punya kebiasaan tertentu ketika akan menulis. Semua penulis butuh waktu dan energi untuk betul-betul menghasilkan tulisan. Natalie Goldberg terus berseru: "Keep your hand moving!" (Terus gerakkan tanganmu!) untuk meyakinkan peserta workshop penulisannya benar-benar menulis, bukan berpikir mengenai isi tulisan atau khawatir soal bagus dan jelek tulisannya nanti.

Prinsip menulis Natalie Goldberg sangat sederhana:
(1) Keep your hand moving!
(2) Jangan mencoret, jangan mengedit waktu menulis.
(3) Jangan khawatir soal ejaan, tanda baca, tata bahasa.
(4) Lepaskan kontrol.
(5) Jangan berpikir, tidak mesti logis.
(6) Carilah urat nadinya.

Prinsip itu dia ulang-ulang secara konsisten. Soal baik dan buruk, itu soal nanti. Lagi pula ada proses editing (menyunting). Yang paling utama ialah menyempatkan diri untuk menulis dulu, sampai selesai.

Ada tulisan yang bisa cepat selesai baik karena pendek atau benar-benar sudah matang dalam isi kepala penulis, jadi tinggal menuangkan dalam tulisan. Bila begitu, penulis hanya butuh waktu sebentar untuk menulis. Tapi ada juga tulisan yang butuh waktu lama untuk menyelesaikannya, baik karena sulit maupun banyak bahan yang harus ditulis. (Bayangkan novel atau buku nonfiksi tebal yang butuh waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun untuk menyelesaikannya.)

Bagi Bagus Takwin, meski sekarang alokasi waktu untuk menulisnya berubah-ubah, minimal dalam sehari pasti ada yang dia baca dan tulis. Dia membutuhkan kira-kira 2 - 3 jam untuk membaca dan menulis. Dia juga membiasakan diri menulis hal-hal yang menurutnya menarik sehabis baca buku, termasuk membuat catatan atau ide-ide yang terlintas.

Kalau saya lihat pola menulis Fenfen, biasanya dia menulis topik yang menarik minatnya. Terus meluangkan waktu, pikiran, dan energi untuk menuntaskannya dalam sekali waktu. Sepertinya ide dan isi kepalanya sudah merupakan tempat yang bagus untuk merancang tulisan. Sampai tulisan itu benar-benar tuntas (terpoles), dan siap untuk dikirim ke media massa atau diposting di Internet.

Pola menulis saya agak lain. Biasanya saya mulai dengan pointer yang akan ditulis, terus menjelajahinya sesuai pointer itu. Meski begitu, saya suka menuliskan segala lintasan pikiran, meskipun bisa jadi hal itu tak tertulis dalam pointer. Bila sudah merasa tuntas atau materinya cukup, tulisan itu dibaca ulang, saya perhatikan kepaduannya, lantas diedit. Mungkin karena percaya pada fase editing, saya cukup yakin bahwa setiap tulisan pada dasarnya bisa diubah-ubah komposisinya, diperbaiki, dan dinegosiasikan kembali oleh penulis.

Bila kasusnya penulis butuh waktu lama (bisa berhari-hari, berbulan-bulan, atau bertahun-tahun) untuk menyelesaikan tulisan, kebiasaan dan rutinitas menulis jadi penting, atau dia harus menciptakan waktu khusus untuk menulis. Misal penulis paling punya waktu ideal sehabis subuh atau ketika anak-anaknya sudah ke sekolah semua. Manfaatkan waktu itu.

Untuk penulis pemula, menulis 10 - 25 menit setiap hari sudah sangat bagus untuk membangun kebiasaan menulis atau menyempurnakan tulisan yang tertunda hari kemarin. Untuk lebih memudahkan mulai menulis, Patricia L. Fry----yang telah menerbitkan 25 buku---memberi tips dari mana saja kita bisa memulai sebuah tulisan:

1/ Tulislah hal yang kamu tahu.
Ini nasihat paling prinsipil. Tulislah hal yang merupakan keahlian atau keunggulan kamu. Tulisan itu akan berisi dan penting. Perhatikan keterampilan yang kamu kuasai, apa ketertarikan dan hobi kamu, bakat kamu, termasuk pengalaman yang menurut kamu menarik untuk dibagikan kepada pembaca.

Hampir semua tulisan saya pasti mengenai hal yang saya tahu.

2/ Tulis tentang hal yang ingin kamu ketahui.
Menulis tentang hal ini biasanya akan membawa kita pada pengetahuan baru, menjelajahi topik serupa, bahkan melakukan riset kecil-kecilan. Misal tentang "home schooling"; apa benar ini bisa dilakukan, bagaimana melakukannya, bagaimana dengan sertifikasi (bila anak benar-benar tidak sekolah formal), dan seterusnya.

3/ Berbagi pengalaman.
Orang itu suka berbagi, suka cerita, suka hal-hal yang tidak mereka miliki. Tulisan mengenai pengalaman yang bisa jadi unik biasanya bisa memudahkan penulis, karena dia benar-benar mengalaminya, juga menarik buat orang lain karena pembaca bisa jadi penasaran.

4/ Ceritakan/tulis pengalaman orang lain.
Sebagian orang lain suka bila namanya masuk dalam tulisan, koran, jadi pembicaraan, termasuk diwawancarai untuk media massa. Saya juga menulis tentang penulis lain atau sastrawan, orang yang bergerak di industri buku, baik sebagai narasumber maupun profil dalam artikel.

5/ Diam, perhatikan, dan dengarkan.
Perhatikan dunia sekitar kita. Ada banyak yang bisa ditulis. Orang lain merupakan sumber menakjubkan buat ide tulisan kita. Misal ketika saya mengajak Ilalang ke museum Siliwangi, sepulang dari sana saya terdorong menulis tentang nasionalisme, perjuangan, pelajaran PSPB, perang kemerdekaan, dan sejenis itu.

6/ Akrab dengan berita.
Berita selalu bisa merangsang kita untuk berkomentar dan mengembangkan pikiran. Apalagi bila berita itu mengenaskan, sensasional, sulit dipercaya, atau dramatik. Berita seperti itu sering bisa mendorong orang menulis. Berita tentang Prita, Dede si 'Manusia Pohon,' orang yang kesulitan ekonomi sampai tak bisa menguburkan anaknya... semua bisa jadi rangsang menulis yang hebat.

7/ Gunakan Internet.
Internet merupakan sumber subur bagi penulisan. Saya biasanya browse dulu sebelum menulis, baik untuk memperkaya wawasan atau mencari rujukan. Media massa juga berlangganan berita dari kantor berita lain untuk diberitakan kembali kepada pembca mereka.

8/ Tulislah dengan jujur.
Menulislah seperti kita bicara kepada teman. Alamiah. Apa yang benar-benar membuat kamu semangat? Memasak? Tulislah sesuatu tentang memasak. Apa kamu benar-benar ingin membuat perubahan? Kamu benar-benar bertentangan ide dengan pendapat orang lain? Tulislah ide dan keyakinanmu. Utarakan pendapat kamu. Kuatkan argumen kamu. Biasanya keyakinan yang kuat bisa menghasilkan tulisan yang berbeda dan mengesankan.[]12/09/09

Anwar Holid, bekerja sebagai editor dan penulis. Blogger @ http://halamanganjil.blogspot.com.

KONTAK: wartax@yahoo.com Tel.: (022) 2037348 HP: 085721511193 Panorama II No. 26 B Bandung 40141

3 comments:

Tito Ambyo said...

Waktu masih mahasiswa, saya mengira setiap kalimat harus dibuat sesempurna mungkin. Setelah jadi jurnalis, dengan tekanan menulis setiap hari, jadi sadar salah satu kemampuan menulis paling susah adalah: kemauan menulis jelek. Alias menulis dengan gol jumlah kata tanpa takut bagus atau engga. Yang penting ada waktu untuk edit. Jadi saya setuju -keep your hands moving. Terimakasih tips-tipsnya!

Aunul Fauzi said...

Makasih Bang untuk tulisan-tulisannya. Janjiku dalam hati, bakal baca semua artikel yang di blog ini. :D Tentunya ide ini satu langkah di belakang ide keeping my hands moving. Saat ini masih moving buat nulis komen. He he.

Aku ingat Pak Harry Bhaskara, dari Kompas, dalam sebuah sesi 'ngobrol tentang tulis-menulis' buat kami yang latihan menulis, Beberapa bulan lalu di Bogor.

Beliau mengatakan, mereka-mereka yang sedang berlatih menulis harus bisa membedakan diri antara 3 peran berikut: as a writer, as an editor, and as a reader. Banyak dari kita, begitu Pak Harry, lupa hal ini dan mencampuradukkan ketiga peran tersebut. Akibatnya, tulisan gak maju-maju alias buntu mulu! Gimana mau maju, baru nulis 2 kalimat, sang editor udah bertindak!

Satu lagi, juga dari Pak Harry. Please consider whether you are writing to inform or to impress. Keduanya beda dan sangat berperan dalam menentukan arah tulisan, juga cepat lambatnya tangan bergerak.

Anwar Holid said...

makasih komentar-komentarnya. bikin tambah semangat. ada banyak aspek menulis sebenarnya. semoga ada salah satu yang benar-benar punya pengaruh ke kita, biar kita juga tambah bagus menulis.

KEEP YOUR HAND MOBING, ONCE MORE! :)