Sunday, July 02, 2006

Matabaca, Vol. 4/no.10/Juni 2006

Kenapa Jadi Bestseller?
-----------------------
>> Anwar Holid

DI NEGARA dengan industri penerbitan sudah mapan, buku dicetak dalam alternatif tiga format edisi cetak, yaitu hardcover, softcover, dan mass market paperback; istilah yang biasa muncul ialah hardcover, trade paperback, dan mass market paperback. Mass market paperback merupakan edisi paling murah, dicetak sebanyak mungkin dengan biaya semurah-murahnya, format lebih kecil daripada trade paperback, poin font lebih kecil dan tingkat kerapatan barisnya besar, dicetak dengan kertas kualitas rendah yang cukup mudah rusak (menguning) oleh waktu dan cuaca.

Ketersediaan format ini dipengaruhi oleh praktik bisnis yang berlaku pada masing-masing jenis. Buku penulis baru rata-rata awalnya diterbitkan dalam softcover, tapi bila beruntung atau diperkirakan mampu menarik minat banyak calon pembeli, debut tersebut bisa diterbitkan dalam hardcover. Hardcover umum diberlakukan pada penulis bestseller untuk judul baru mereka, sampai edisi tersebut habis atau tidak dicetak ulang, dan kemudian diganti dengan edisi softcover. Edisi hardcover biasanya dimaksimalkan karena dari sana penerbit bisa mendapat margin keuntungan lebih besar dibandingkan penerbitan edisi softcover. Untuk menambah nilai, hardcover kerap diberi jaket dan didesain lebih indah dan eksklusif. Karena berbagai faktor dan pola praktik bisnis, buku pertama edisi softcover yang sukses juga biasa diterbitkan lagi dalam edisi hardcover. Mass market paperback biasa dijual di berbagai kios koran, stasiun, dan pasar swalayan. Meski hardcover merupakan impian bagi banyak penulis dan penerbit, softcover dan mass market paperback memiliki kelebihan, antara lain karena harga lebih terjangkau dan jangkauan distribusinya lebih luas. Maka wajar bila kategori bestseller minimal dibagi dalam tiga kategori tersebut. Kadang-kadang terjadi sebuah judul masuk daftar bestseller dalam dua kategori berbeda.

DAFTAR BESTSELLER merupakan sesuatu yang 'panas', mudah sekali berubah-ubah, dan judul bisa masuk dan terpelanting dengan mudah, baik dipengaruhi oleh faktor yang bisa dipahami maupun tanpa sebab tertentu yang sangat jelas. Di beberapa daftar bestseller Amerika Serikat pada akhir April dan awal Mei 2006 ini muncul dua buku lama, yaitu In Cold Blood (Truman Capote) dan Night (Elie Wiesel); In Cold Blood terbit pada 1966, sementara Night pada 1958.

Ternyata ada faktor tertentu yang membuat kondisi tersebut muncul. Capote (str. Bennett Miller), biopic tentang dirinya yang dirilis pada September 2005, menjadi box office di Amerika Serikat, dan pemeran utamanya, Philip Seymour Hoffman, memenangi Golden Globe, Satellite Award, Screen Actors Guild Awards, dan Academy Awards sebagai Truman Capote. Pada saat bersamaan In Cold Blood---buku dia yang paling legendaris selain Breakfast at Tiffany's---diterbitkan ulang, dan langsung mampu menarik minat para pembaca. Sementara Night merupakan buku Elie Wiesel yang paling legendaris. Kenapa buku ini bisa jadi bestseller? Ternyata karena buku ini terpilih dalam Oprah's Book Club pada 16 Januari 2006.

Klub buku itu dimulai pada September 1996, memilih sebuah judul per bulan, membicarakannya, sekaligus menghadirkan penulisnya bila memungkinkan---meski sekali waktu terhenti. Kalangan penerbitan sudah mengakui keampuhan segmen Oprah's Book Club terhadap penjualan buku, sampai muncul istilah fenomena Oprah's Effect. Buku yang terpilih dalam acara ini senantiasa jadi bestseller, bahkan bisa mencapai jutaan kopi, selain seleksinya dianggap bagus, meski buku tersebut asing. Kritik bahkan menyebut dia mampu memutuskan judul apa yang mampu masuk daftar New York Times bestseller; dan itu terbukti terakhir kali terhadap pilihan Night karya Elie Wiesel. Efek Oprah memang dahsyat: edisi hardcover Night kini dicetak 150.000 kopi, sedangkan softcover dicetak satu juta kopi. Night pertama kali diterbitkan di Amerika Serikat pada 1960; kini buku tersebut sudah diterjemahkan dalam 30 bahasa, termasuk edisi Indonesia (Malam) terbitan YOI.

Karya Truman Capote hingga kini belum menarik minat penerbit Indonesia manapun untuk menerbitkan salah satu bukunya, meski ketenarannya muncul kembali setelah pemutaran biopic tersebut. Untuk kasus Indonesia, hal itu barangkali wajar, apalagi film tersebut tidak diimpor.

Memutuskan menerbitkan terjemahan memang butuh banyak pertimbangan matang. Faktornya bukan saja biaya, melainkan apakah buku tersebut bisa diserap dengan baik oleh pembaca sasaran atau konteks sosialnya cocok untuk publik Indonesia. Kita bisa melihat kasus penerbitan Brokeback Mountain (Annie Proulx) oleh GPU. Brokeback Mountain adalah cerita pendek panjang yang awalnya terbit di The New Yorker pada Oktober 1997, kemudian muncul dalam Close Range: Wyoming Stories (1999). GPU hanya memilih cerpen itu, besar kemungkinan karena memanfaatkan momen keterkenalan versi filmnya---karya sutradara Ang Lee---yang mencetak box office di mana-mana, khususnya Amerika Serikat, mendapat berbagai penghargaan prestisius, apalagi isu homoseksualitas dalam fiksi tengah jadi perdebatan panjang.[]

Kontak: Jalan Kapten Abdul Hamid, Panorama II No. 26 B Bandung 40141 Telepon: (022) 2037348 HP: 08156-140621 Email: wartax@yahoo.com

No comments: