Obat Demam “Obama Mania”
Barack Hussein Obama: Kandidat Presiden Amerika yang punya "Muslim Connection"
Penulis: Anwar Holid
Penerbit: Mizania, 2007
Tebal: 204 hal.
ISBN: 979-8394-84-4
BEGITU BARACK OBAMA terbukti sukses menjadi politisi yang bisa diandalkan warga negara Amerika Serikat (AS) untuk melakukan perubahan kebijakan politik dan sosial, dunia membutuhkan informasi tentang siapa dia sesungguhnya. Begitu juga pembaca Indonesia. Mereka penasaran, benarkah Barack Obama pernah tinggal di Indonesia, apa benar ayahnya orang Indonesia? Bagaimana perjalanan karir politiknya hingga dia bisa meroket seperti sekarang?
Ada banyak alasan kenapa orang Indonesia penasaran dengan Barack Obama. Namun boleh jadi ada dua alasan utama kenapa kita sangat ingin tahun tentang dia. Pertama, hubungan dia dengan Indonesia ternyata dekat sekali. Kedua, dia juga boleh dibilang akrab dengan Islam, agama mayoritas penduduk Indonesia. Kedua hal itu sudah cukup membuat orang Indonesia ikut terserang demam “Obama Mania” selama kampanye menentukan siapa kandidat calon presiden AS dari Partai Demokrat untuk pemilu November 2008 yang akan datang. Bisakah Obama memenangi perlombaan itu? Seberapa besar kansnya? Apa dia didukung sumberdaya yang kuat?
Barack Obama saat ini merupakan rising star politik AS. Popularitasnya mengukuhkan julukan “America’s Political Rock Star” (Rock Star Politik Amerika) yang disandang sejak dia jadi salah satu pembicara utama di Konvensi Partai Demokrat, pada 27 Juli 2004. Waktu itu dia membawakan pidato The Audacity of Hope (Keberanian Berharap) yang monumental, dan kemudian dia usung sebagai bahan buku memoar politik serta tema sentral isu pencalonan dirinya sebagai kandidat presiden. Dalam sejumlah polling yang diadakan berbagai pihak, Obama kerap menduduki peringkat satu sebagai tokoh yang paling diharapkan menjadi presiden para pemilu 2008. Boleh dibilang, di atas kertas, kans Obama menjadi presiden cukup besar.
UNTUK mengobati demam “Obama Mania”, terbitlah buku ini. Barack Hussein Obama: Kandidat Presiden Amerika yang punya "Muslim Connection" menyediakan informasi yang cukup utuh mengenai kehidupan sang Senator Amerika keturunan Afrika tersebut. Mula-mula buku ini membicarakan momentum politik yang tengah dia genggam, lantas kilas balik kehidupan dari kecil sampai menjadi politisi yang disegani, hubungannya dengan Indonesia dan Islam, dan terakhir membicarakan peluang dia memenangi pemilu.
Dikemas dalam bahasa jurnalistik yang mudah dipahami, buku ini merupakan biografi populer yang bisa dijadikan rujukan bagi pembaca yang ingin tahu siapa Barack Obama sebagaimana banyak diliput media massa dan menimbulkan reaksi banyak orang. Buku ini menyediakan cukup banyak foto sehingga visualisasi pembaca juga bakal termanjakan, antara lain foto yang agak sulit diketahui umum karena begitu cepatnya pergantian berita muncul di media massa. Misal, di sana ada foto ibu, bapak, ayah tirinya yang orang Indonesia, dan adik tirinya; foto keluarga besar dia dari pihak ayah di Kenya dan dari pihak ibu yang kulit putih asli Amerika, juga ketika masa remaja, mahasiswa, dan aktivitas lain.
Latar belakang yang kaya budaya membuat kehidupan Barack Obama menarik sekaligus mudah menimbulkan prasangka buruk yang bisa melahirkan vandalisme kalangan yang sinis dan berniat buruk terhadap dirinya. Dia lahir dari ibu asli Amerika dan ayah kandung yang datang dari keluarga Muslim Kenya. Setelah cerai, ibunya menikahi pria keturunan Jawa asal Jakarta, yang juga Muslim, dan mereka hidup kira-kira empat tahun tahun di Jakarta. Perkawinan tersebut memberi Obama adik tiri semata mayang. Masa-masa tinggal di Jakarta inilah salah satu bagian unik yang menarik dieksplorasi, karena dia berhubungan dengan orang Indonesia, budaya Islam, tetangga dan kawan sepermainan masa tahun 1970-an, juga masa kecil yang termasuk ramai oleh pengalaman. Kehidupan ibunya yang sederhana di Indonesia, ulet, sangat mementingkan pendidikan dan moral, juga diulas secara proporsional.
Buku ini disusun dari banyak informasi tentang Obama yang bertebaran di Internet, majalah yang meliputnya, juga buku lain, disertai klarifikasi atas berbagai simpang-siur yang sering membuat pembaca sulit menentukan kesahihannya. Misal soal agama. Banyak orang segera menyangka Barack Obama beragama Islam, padahal dia tegas menyatakan adalah jemaat di gereja United Church of Christ, sebuah persekutuan gereja Protestan. Soal kejujuran, Obama dinilai kurang terbuka seperti apa persis kehidupan masa remaja dan kuliahnya, yang seolah-olah sangat kritis dan membentuk dirinya seperti sekarang. Dreams from My Father, autobiografi Barack Obama, meski dipuji-puji banyak kalangan dinilai tetap punya sisi-sisi yang agak kurang transparan, bahkan ada pihak yang menilai dia ingin menonjolkan diri.
Penyajian informasi yang rapi dan penyusunan yang berimbang berhasil melahirkan buku tentang Obama yang secara keseluruhan bisa memuaskan rasa ingin tahu pembaca. Nuansa yang tampak menonjol dari buku ini ialah sikap optimisme dan tanpa pamrih yang lahir dari pribadi Obama. Betapa sejumlah kesulitan hidup, persoalan identitas diri, upaya memperbaiki diri, dan gairahnya besar untuk sama-sama terus berbuat baik. Semangat itulah yang dia pancarkan dalam pendidikan, meniti karir politik, dan melayani masyarakat. Terhadap politik saja, Obama dari dulu bersikap santai. Kekuasaan, jabatan, juga pengaruh bukan segala-galanya bagi dia. Dia juga pernah mengalami kegagalan politik di tingkat awal, termasuk bahwa usulan programnya di Senat ada saja yang dianggap sepi oleh sesama kolega.
“BARACK OBAMA adalah seorang pemimpin yang karismatik, sungguh-sungguh, kredibel, menawan, dan membangkitkan simpati dan harapan,” demikian ungkap Rizal Mallarangeng, Direktur Eksekutif Freedom Institut. Kira-kira seperti itu yang hendak ditampilkan buku ini. Ia menampilkan cara Obama belajar dari kehidupan, meneladani tokoh besar, bekerja keras dan semangat, makin efektif melayani kepentingan warga yang diwakilinya, terus berusaha mewujudkan harapan. Sebagai kandidat presiden, hal itu akan dibuktikan bila dia pasti memenangi kursi. Sebagai pribadi, itu dia buktikan di sepanjang rentang kehidupan. Baru-baru ini sejumlah media mengakui kecakapannya menangkis serangan soal isu rasialisme selama kampanye memenangi kandidat calon presiden AS.
Sejauh ini Obama sudah membuktikan sejumlah ucapan dan janji untuk mengubah haluan AS agar lebih manusiawi, inklusif, dan toleran. Warga AS dan sebagian orang di belahan lain dunia juga tengah bersemangat terhadap dia. Bagi sebuah perjalanan panjang dan berat menuju Gedung Putih, itu sudah merupakan wujud dari keberanian berharap.[]
Barack Hussein Obama: Kandidat Presiden Amerika yang punya "Muslim Connection"
Penulis: Anwar Holid
Penerbit: Mizania, 2007
Tebal: 204 hal.
ISBN: 979-8394-84-4
BEGITU BARACK OBAMA terbukti sukses menjadi politisi yang bisa diandalkan warga negara Amerika Serikat (AS) untuk melakukan perubahan kebijakan politik dan sosial, dunia membutuhkan informasi tentang siapa dia sesungguhnya. Begitu juga pembaca Indonesia. Mereka penasaran, benarkah Barack Obama pernah tinggal di Indonesia, apa benar ayahnya orang Indonesia? Bagaimana perjalanan karir politiknya hingga dia bisa meroket seperti sekarang?
Ada banyak alasan kenapa orang Indonesia penasaran dengan Barack Obama. Namun boleh jadi ada dua alasan utama kenapa kita sangat ingin tahun tentang dia. Pertama, hubungan dia dengan Indonesia ternyata dekat sekali. Kedua, dia juga boleh dibilang akrab dengan Islam, agama mayoritas penduduk Indonesia. Kedua hal itu sudah cukup membuat orang Indonesia ikut terserang demam “Obama Mania” selama kampanye menentukan siapa kandidat calon presiden AS dari Partai Demokrat untuk pemilu November 2008 yang akan datang. Bisakah Obama memenangi perlombaan itu? Seberapa besar kansnya? Apa dia didukung sumberdaya yang kuat?
Barack Obama saat ini merupakan rising star politik AS. Popularitasnya mengukuhkan julukan “America’s Political Rock Star” (Rock Star Politik Amerika) yang disandang sejak dia jadi salah satu pembicara utama di Konvensi Partai Demokrat, pada 27 Juli 2004. Waktu itu dia membawakan pidato The Audacity of Hope (Keberanian Berharap) yang monumental, dan kemudian dia usung sebagai bahan buku memoar politik serta tema sentral isu pencalonan dirinya sebagai kandidat presiden. Dalam sejumlah polling yang diadakan berbagai pihak, Obama kerap menduduki peringkat satu sebagai tokoh yang paling diharapkan menjadi presiden para pemilu 2008. Boleh dibilang, di atas kertas, kans Obama menjadi presiden cukup besar.
UNTUK mengobati demam “Obama Mania”, terbitlah buku ini. Barack Hussein Obama: Kandidat Presiden Amerika yang punya "Muslim Connection" menyediakan informasi yang cukup utuh mengenai kehidupan sang Senator Amerika keturunan Afrika tersebut. Mula-mula buku ini membicarakan momentum politik yang tengah dia genggam, lantas kilas balik kehidupan dari kecil sampai menjadi politisi yang disegani, hubungannya dengan Indonesia dan Islam, dan terakhir membicarakan peluang dia memenangi pemilu.
Dikemas dalam bahasa jurnalistik yang mudah dipahami, buku ini merupakan biografi populer yang bisa dijadikan rujukan bagi pembaca yang ingin tahu siapa Barack Obama sebagaimana banyak diliput media massa dan menimbulkan reaksi banyak orang. Buku ini menyediakan cukup banyak foto sehingga visualisasi pembaca juga bakal termanjakan, antara lain foto yang agak sulit diketahui umum karena begitu cepatnya pergantian berita muncul di media massa. Misal, di sana ada foto ibu, bapak, ayah tirinya yang orang Indonesia, dan adik tirinya; foto keluarga besar dia dari pihak ayah di Kenya dan dari pihak ibu yang kulit putih asli Amerika, juga ketika masa remaja, mahasiswa, dan aktivitas lain.
Latar belakang yang kaya budaya membuat kehidupan Barack Obama menarik sekaligus mudah menimbulkan prasangka buruk yang bisa melahirkan vandalisme kalangan yang sinis dan berniat buruk terhadap dirinya. Dia lahir dari ibu asli Amerika dan ayah kandung yang datang dari keluarga Muslim Kenya. Setelah cerai, ibunya menikahi pria keturunan Jawa asal Jakarta, yang juga Muslim, dan mereka hidup kira-kira empat tahun tahun di Jakarta. Perkawinan tersebut memberi Obama adik tiri semata mayang. Masa-masa tinggal di Jakarta inilah salah satu bagian unik yang menarik dieksplorasi, karena dia berhubungan dengan orang Indonesia, budaya Islam, tetangga dan kawan sepermainan masa tahun 1970-an, juga masa kecil yang termasuk ramai oleh pengalaman. Kehidupan ibunya yang sederhana di Indonesia, ulet, sangat mementingkan pendidikan dan moral, juga diulas secara proporsional.
Buku ini disusun dari banyak informasi tentang Obama yang bertebaran di Internet, majalah yang meliputnya, juga buku lain, disertai klarifikasi atas berbagai simpang-siur yang sering membuat pembaca sulit menentukan kesahihannya. Misal soal agama. Banyak orang segera menyangka Barack Obama beragama Islam, padahal dia tegas menyatakan adalah jemaat di gereja United Church of Christ, sebuah persekutuan gereja Protestan. Soal kejujuran, Obama dinilai kurang terbuka seperti apa persis kehidupan masa remaja dan kuliahnya, yang seolah-olah sangat kritis dan membentuk dirinya seperti sekarang. Dreams from My Father, autobiografi Barack Obama, meski dipuji-puji banyak kalangan dinilai tetap punya sisi-sisi yang agak kurang transparan, bahkan ada pihak yang menilai dia ingin menonjolkan diri.
Penyajian informasi yang rapi dan penyusunan yang berimbang berhasil melahirkan buku tentang Obama yang secara keseluruhan bisa memuaskan rasa ingin tahu pembaca. Nuansa yang tampak menonjol dari buku ini ialah sikap optimisme dan tanpa pamrih yang lahir dari pribadi Obama. Betapa sejumlah kesulitan hidup, persoalan identitas diri, upaya memperbaiki diri, dan gairahnya besar untuk sama-sama terus berbuat baik. Semangat itulah yang dia pancarkan dalam pendidikan, meniti karir politik, dan melayani masyarakat. Terhadap politik saja, Obama dari dulu bersikap santai. Kekuasaan, jabatan, juga pengaruh bukan segala-galanya bagi dia. Dia juga pernah mengalami kegagalan politik di tingkat awal, termasuk bahwa usulan programnya di Senat ada saja yang dianggap sepi oleh sesama kolega.
“BARACK OBAMA adalah seorang pemimpin yang karismatik, sungguh-sungguh, kredibel, menawan, dan membangkitkan simpati dan harapan,” demikian ungkap Rizal Mallarangeng, Direktur Eksekutif Freedom Institut. Kira-kira seperti itu yang hendak ditampilkan buku ini. Ia menampilkan cara Obama belajar dari kehidupan, meneladani tokoh besar, bekerja keras dan semangat, makin efektif melayani kepentingan warga yang diwakilinya, terus berusaha mewujudkan harapan. Sebagai kandidat presiden, hal itu akan dibuktikan bila dia pasti memenangi kursi. Sebagai pribadi, itu dia buktikan di sepanjang rentang kehidupan. Baru-baru ini sejumlah media mengakui kecakapannya menangkis serangan soal isu rasialisme selama kampanye memenangi kandidat calon presiden AS.
Sejauh ini Obama sudah membuktikan sejumlah ucapan dan janji untuk mengubah haluan AS agar lebih manusiawi, inklusif, dan toleran. Warga AS dan sebagian orang di belahan lain dunia juga tengah bersemangat terhadap dia. Bagi sebuah perjalanan panjang dan berat menuju Gedung Putih, itu sudah merupakan wujud dari keberanian berharap.[]
Diambil dari http://www.digibookgallery.com
2 comments:
Oom, Wartax
Selamat ya,
Barak Obama menang konvensi, jadi mestinya berimbas dengan bukunya tambah laris dan tambah cepet cetak ulang [sudah cetak yang ke berapa nih?]
Senang sekali saya, kalau ada buku teman yang laris manis, yang artinya bisa menjawab betapa jadi penulis juga bisa menghidupi keluarga [hahaha, ini aku--dalam proses--mengalami situasi yang demikian je: punya keluarga yang bener (karena sebentar lagi mau jadi ayah hehehe...)
Omong-omong keluarga,
kemarin juga sempat terharu membaca tulisannya mbak Fenfen, jadi saya kopi dan masukkan ke blog pinjambuku juga [tidak apa-apa toh?bukan termasuk menjiplak seperti yang kemarin sempat dibahas di kompas itu, kan?)
Apapun,
Semoga lantjar djaja nulisnya
dan bahagia beserta keluarga...
Salam,
gbs
Sama-sama Om Gun! FYI, Alina (dari ST dulu) sekarang ada di Jogja; lagi magang di LSM perempuan. COba cari kontaknya, nanti aku kalau sempat aku cariin HP dia kalau om Gun nggak punya.
Post a Comment