Tuesday, June 04, 2013

Mencari Ide Segar tentang Menulis

Sharing menulis dengan Pengajar Muda
--Anwar Holid

Indonesia Mengajar sangat pandai menemukan siapa yang tergila di antara pemuda gila di Indonesia untuk dipilih sebagai Pengajar Muda.  
--Siti Nurul Adhimiyati, calon Pengajar Muda angkatan VI


Atas undangan Awe dan Shally aku melakukan sharing kepenulisan bareng calon Pengajar Muda Indonesia Mengajar angkatan VI. Sharing ini sebenarnya ironik karena persis saat itu aku belum bisa menyelesaikan order menulis sebagian sejarah Masjid Salman ITB. Tapi rasa penasaran pada gerakan Indonesia Mengajar membuatku lebih semangat dan mengalahkan rasa malu.

Aku menilai Indonesia Mengajar membuat profesi guru jadi hip. Kawanku cerita ada seorang temannya yang terpilih ikut program tersebut dan pengalaman setahun mengajar di sebuah SD terpencil di berbagai belahan bumi Indonesia itu "sangat sulit diceritakan dan dilupakan." Nah, mungkin soal "sulit diceritakan dan dilupakan" inilah sharing menulis jadi diperlukan sebagai salah satu pembekalan peserta. Biar pengalaman mengajar yang seru itu bisa kembali menggugah anak muda semakin banyak dan ujungnya membuat pendidikan di Indonesia merata, membuat cerah para generasi penerus. Menulis dan menceritakan bisa jadi rada pelik karena yang sepatutnya diceritakan adalah berproses dan berinteraksi dengan orang dan lingkungan setempat, tentang murid, sekolah, sistem pengajaran, bukan soal pengajar yang kesulitan atau terkesan ini-itu atau bahkan tebersit rasa sombong seolah-olah telah melakukan hal heroik. "It's not about me, it's about them," demikian slogan Indonesia Mengajar.

Publisitas Indonesia Mengajar juga sangat baik. Mereka berhasil menerbitkan empat buku dan pembaca antusias menyambut buku mereka. Terbaru, Bayu Adi Persada menulis Anak-Anak Angin dari pengalamannya mengajar di desa Bibinoi, Halmahera Selatan. Indonesia Mengajar juga melahirkan inisiatif "Kelas Inspirasi" yang kini muncul di berbagai kota.

Berkat seleksi ketat, sejak awal aku yakin kemampuan menulis para peserta pasti sudah baik. Benar saja. Waktu lihat corat-coret kerjaan mereka di ruang pelatihan, aku menemukan tulisan To Kill a Mocking Bird, The Name of The Rose, The Kite Runner, tanda mereka akrab dengan bacaan. Lebih kentara lagi ketika sharing. Ada peserta terbiasa melahap baik karya George Orwell, Roland Barthes, J. M. Coetzee, Robert T. Kiyosaki, dan tentu saja penulis Indonesia seperti Pramoedya Ananta Toer dan Goenawan Mohamad. Ada yang sudah mempublikasikan tulisan di media massa terbitan Jakarta maupun lokal, juga pernah bersentuhan dengan ilmu kepenulisan. Ini bukti dari keyakinanku betapa di workshop menulis biasanya ada orang yang sudah terbiasa menulis, bahkan jago, cuma enggan menunjukkan diri.

Alih-alih merasa jadi instruktur, aku lebih suka menyemangati mereka agar lebih mau membagi dan belajar ilmu kepenulisan antarpeserta dan memberi berbagai detil aspek penulisan, misalnya soal koherensi, konteks, apa yang menarik ditulis, ciri tulisan bagus dan jelek, ejaan dan tanda baca---yang biasa dialami penulis muda.

Latihan dan praktik menulis sebenarnya sama saja dari dulu. Belajar baik dari tulisan yang sudah ada dan dari para senior berpengalaman, kita akan tahu pada dasarnya menulis ialah upaya tiada henti memperbaiki kualitas tulisan sendiri. Tantangan kita ialah berusaha terus mencari dan menemukan ide-ide segar tentang menulis. Di luar sana ada banyak orang punya pengalaman menarik untuk ditulis, bahkan kadang-kadang mereka punya pendekatan lain dan khas soal menulis. Itu sebabnya penulis baru terus muncul tak peduli berapa umurnya dan mereka punya cerita sendiri bagaimana sampai bisa melahirkan tulisan.

Soal motivasi menulis misalnya. Penulis pasti mau dan berusaha bisa menyelesaikan tulisan bila menganggap bahwa menulis sangat penting, mendesak, ada maksud yang ingin diungkapkan atau dilampiaskan. Kenapa harus menulis? Agar maksud pikiran tersampaikan secara jernih, informasi terdokumentasi, pengalaman tergali, dan kita bisa belajar serta memperbaiki. Ada semacam knowledge management dari sesuatu yang kita tulis. Kita juga perlu bisa menulis dengan baik karena orang suka berbagi pengalaman dan cerita, apa lagi yang seru.




Manusia juga menulis karena kegiatan ini membedakannya dari binatang. Banyak bangsa melahirkan tulisan yang belum terpecahkan hingga sekarang, sementara tidak ada peninggalan risalah berupa tulisan dari binatang.
Apa yang sebaiknya ditulis? Semua hal yang dianggap penting oleh penulis berharga ditulis, meski bisa jadi buat orang lain terasa remeh. Hal paling dekat, menyentuh, dramatik, dan paling dikuasai penulis jelas patut ditulis, termasuk mimpi (visi), idealisme, juga tawaran pemikiran yang lain/beda. Banyak penulis semangat menuliskan pengalaman, pengamatan, dan pendalaman (refleksi) atas kehidupannya sendiri sampai membuatnya terkemuka. Dalam hal ini hasil kerja dan perjalanan sebagai Pengajar Muda jelas merupakan bekal berharga yang bisa dibagi bila mampu mengungkapkannya dengan baik.

Bagaimana biar menulis jadi kebutuhan? Penulis harus punya alasan kuat (motif) untuk menulis dan jujur dengan motif itu. Kalau ia ingin ingin dapat uang dari tulisannya, akui saja. Kalau ia mau mengungkapkan atau melampiaskan sesuatu, teguhlah pada pendirian itu. Sebagian orang ingin punya karir di dunia kepenulisan dan cuma ingin dikenal, meski menulis tidak membuatnya jadi hartawan.

Jika sudah kebelet, tidak ada cara lain: KEEP YOUR HAND MOVING! Langsung tulis. Terus biasakan menulis. Jangan kuatir soal aturan menulis! “Jika tidak cepat ditulis, rasa malas akan menyerang, dan kesan dari sebuah tempat akan cepat menguap,” begitu kata Yudasmoro, seorang travel writer. Biasakan menulis dan buat notes, baik sebagai jurnal pribadi atau memasangnya di blog dan sosial media. Sekarang ada banyak sekali media menulis. Yang perlu kita jaga adalah konsistensi, gairah (passion), dan kedalaman terhadap dunia menulis.


Inti tulisan ialah ada hal (subjek) yang disampaikan. Yang terpenting dalam tulisan adalah isi. Mau apa penulis dengan pesan yang mau disampaikannya? Pesan harus jelas, ungkapkan dengan jernih, biar sampai ke pembaca dengan terang. Sesimpel itu. Sisanya, baik soal teknik penulisan, cara bertutur, sudut pandang, kepaduan antar kalimat dan paragraf, ejaan, bisa dipelajari lebih lanjut dan disempurnakan lewat latihan dan disiplin. Penulis yang mau belajar akan tahu di mana letak kesalahannya dan pada gilirannya lama-lama ia bahkan punya idealisme (keyakinan) sendiri soal menulis.

Nanti waktu bingung mau meningkatkan mutu, orang akan berpikir: apa yang mau ditulis? Saat itulah ia harus rakus bacaan. “Menulis itu 95 % membaca dan 5 % skill,” demikian tegas Taufiq Rahman, jurnalis The Jakarta Post  dan co-founder jakartabeat.net. Penulis mesti banyak membaca agar ada input, dapat informasi lain, baru, beda, atau menjelajah pemikiran dan berbagai hal biar ada interaksi dengan pemikiran sendiri, bisa melahirkan ide baru. Alfathri Adlin, seorang editor, melontarkan adagium KEEP YOUR MIND THINKING untuk menekankan betapa isi kepala memang  sangat penting.

Penulis harus berani mengungkapkan pendapat yang menurut pemikirannya benar dan berlatih menyampaikan pendapat itu dengan baik. Bahkan ada kasus penulis harus berani mati dan mengorbankan segala-galanya demi mempertahankan karya. Jika menulis benar-benar penting buatmu, tentu cukup pantas kamu rela mengorbankan diri agar bisa maju terus bersamanya, begitu kata Jurgen Wolff.

Setiap penulis hebat punya disiplin. Dalam proses, penulis pasti menghadapi banyak kendala. Hanya penulis sendiri yang mampu mengatasinya, orang lain dan faktor luar hanya membantu menyelesaikan. Mike Price yakin: “Lebih banyak orang punya bakat daripada disiplin. Itu sebabnya disiplin dibayar lebih tinggi.”[]

Anwar Holid, kadang-kadang didaulat jadi guru penulisan.

Link terkait:
http://indonesiamengajar.org

1 comment: