Tuesday, April 10, 2007

ADAM DAN HAWA
-------------------------------
>> Wawan Eko Yulianto <green_stranger@yahoo.com>

(Mohon, dengarlah sebentar kisah yang tak pernah diceritakan kitab suci ini. Aku tiba-tiba mengetahui bahwa mukjizat Adam adalah bermimpi dan. . . .)

Kedua manusia itu hanya memakai cawat dan penutup dada, Adam dan Hawa. Mereka mendatangi tetangga mereka, menyiarkan agar mereka mulai menutup kemaluan mereka. Yang lelaki, Adam, mengingatkan para tetangga bahwa Gama mengawini Wana dengan paksa waktu Wana sedang berjalan-jalan mencari buah-buahan. Adam beberkan bahwa Gama tiba-tiba tidak tahan melihat payudara Wana. Padahal Wana saat itu sedang tidak mau kawin dan tidak suka Gama? Akhirnya, setelah dikawin paksa itu, Wana kesakitan tak karuan dan berdarah-darah.

Adam dan Hawa bertamu ke gua sebelah dan meminta waktu untuk berbicara dengan para penghuninya, beberapa laki-laki dan perempuan telanjang.

"Wahai kaum gua, apakah kamu tidak tahu bahwa berpakaian itu lebih baik?" tanya Adam dengan bijak di dalam keremangan gua yang disinari api unggun dari sebuah sudut.

"Apa itu ‘pakaian’?" tanya Sapa, berambut panjang dengan tubuh bagian dada penuh bulu.

"Apa saja yang bisa kamu pakai untuk menutup alat kencingmu," kata Adam. "Jika kau perempuan, kamu juga perlu menutup alat yang kau pakai menyusui. Itulah pakaian."

"Bukankah hanya membuat kita geli dan risih?" kata Bala, bermuka kusam dan berkuku hitam.

"Pada awalnya mungkin begitu, tapi sebentar saja pasti tidak," kata Adam dengan nada membujuk. Kemudian dia pertontonkan sebuah daun yang sangat lembut, dia sudah memanaskan daun itu. "Coba saja cari daun yang enak, terus hangatkan sebentar di atas bara, pasti akan lembut."

Kemudian Adam menjelaskan bahwa berpakaian akan membuat mereka aman. Para lelaki tak akan repot sembunyi dari para perempuan jika ukuran kelamin mereka kecil. Dan juga para perempuan tidak akan menjauh jika melihat para laki-laki terlihat ingin kawin. Biasanya para perempuan agak takut diajak kawin jika memang sedang tidak mau.

Sementara itu, Hawa sedang mojok bersama dengan para perempuan yang semuanya juga telanjang. Dia ceritakan tentang cara membuat penutup payudara dan kemaluan dari bahan daun dan kulit binatang. Dia tunjukkan bagaimana menyambung kulit tersebut dengan menggunakan "benang"-kata baru bagi para perempuan gua itu. Dia tunjukkan dan ceritakan juga tentang kawin hanya dengan satu laki-laki.

"Wahai perempuan di gua-gua," Hawa mengawali. "Niscaya akan lebih menyenangkan jika kau hidup hanya dengan satu laki-laki saja. Kalau kamu ingin kawin, kawin saja dengan dia. Kalau kamu punya anak, kamu minta dia menjaga anak itu bersamamu. Saat kamu masih lemas atau sakit setelah melahirkan, kamu minta dia saja yang berburu untukmu. Kamu boleh buka penutup payudara dan kemaluanmu hanya di hadapannya."

"Apakah memuaskan hidup begitu?" tanya Wara, perempuan muda berbadan besar yang duduk di atas batu pipih.

"Apakah cuma kepuasan seperti itu yang kamu cari? Kepuasan itu bisa kamu dapat. Kamu pun bisa menolak diajak kawin jika kamu memang tidak ingin. Apakah itu tidak lebih memuaskan?" Hawa bertanya balik dengan bijak. "Hidup tenang dengan seorang laki-laki saja dan kemudian menjaga dan membesarkan anak sampai dia pintar berburu pasti lebih enak. Dijamin, kamu akan lebih puas dengan seperti itu."

Kemudian pembicaraan serius pada kubu laki-laki terjadi, begitu juga dengan kubu perempuan. Beberapa laki-laki yang ingin berpakaian langsung mendapat penjelasan dari Adam tentang pakaian. Sementera itu, para perempuan yang ingin tahu cara-cara hidup bersama seorang laki-laki bertanya jawab dengan Hawa, wanita pertama yang hidup dengan satu laki-laki. Hawa menjelaskan bagaimana dia biasanya berbicara tak kenal waktu, berburu bersama dengan gembira, mandi di kali bersama-sama. Segalanya selalu dia lakukan bersama hanya seorang laki-laki, Adam. Saat ada laki-laki mengajak kawin, Adam selalu bisa melindunginya.

Setelah malam mulai turun di luar sana, saat angin dingin mulai masuk gua, saat nyala obor mulai bergoyang-goyang keras, Adam dan Hawa pamit pulang. Mereka sangat puas hari ini karena kian hari semakin banyak pula orang yang bersedia mengikuti gaya hidup mereka berdua. Dia sangat senang karena impian mereka akan semakin dekat dengan kenyataan.
Hampir setiap malam mereka berdua bermimpi ada sebuah tempat yang sangat padat dengan orang-orang bersliweran, kebanyakan laki-lakinya berambut pendek, keluar masuk bangunan-bangunan yang tinggi menjulang. Orang-orang itu memakai penutup tubuh secara penuh menyisakan hanya kepala dan tangan mereka mulai dari pergelangan. Ada juga laki-laki perempuan berjalan bersama sambil mendorong semacam alat kotak yang di dalamnya ada bayi, jelas-jelas bayi mereka. Dia juga takjub, di dalam mimpi mereka itu, tak sekalipun mereka lihat laki-laki dan perempuan kawin di depan umum, mengumbar nafsu dan saling memuaskan di hadapan teman-teman. Sungguh, mimpi yang datang tiap malam itu benar-benar lain dari apa yang mereka lihat sehari-hari: laki-perempuan kawin di depan teman-teman, di mulut-mulut gua, di tanah-tanah lapang, di pinggir-pinggir kali. . . .

Di dalam gua mereka, Adam dan Hawa sudah rebah di atas batu pipih. Angin mendesis, terkadang meraung, masuk melalui mulut gua yang menganga di depan sana.

"Adik," tiba-tiba Adam menyentuh pundak Hawa sambil miring bersandar pada sikunya. "Tadi malam, di dalam mimpi kita, waktu kamu jalan-jalan sendiri, aku mendengar orang-orang berpakaian itu berbicara. Mereka menyebut bahan untuk pakaian mereka itu "kain."

"Oh ya, Bang?" Hawa menanggapi.

"Kedengarannya asyik ya? Aku ingin anak kita nanti ada yang bernama Kain," kata Adam. Kemudian dia diam dan berpikir sejenak sebelum melanjutkan, "Tapi aku juga masih ragu, apakah kira-kira yang kita perjuangkan ini bisa membuahkan hasil, Dik?"

Adam mendesah panjang dan merebahkan tubuhnya. Sebelum tidur, Adam bertanya: "Apakah yang kita lakukan tadi sudah tepat jika kita ingin menjadikan mimpi kita itu nyata?" Hawa tak menjawab. Dia hanya menggeleng-geleng dan mengulangi pertanyaan itu buat dirinya sendiri.

"Bang, sudahlah," kata Hawa sambil memandang kegelapan. "Yang penting usaha." Dan kemudian, ini dia yang Hawa suka, tangan Adam mulai memeluknya dan berbisik: "Sampai ketemu di dalam mimpi kita ya, Dik. Abang nanti pakai atasan merah dan bawahan hijau. Daag."

Mereka pun bertemu kembali di dalam mimpi. Inilah mukjizat Adam yang baru aku ketahui. Oh ya, mereka menganggap mimpi kali ini lebih indah daripada mimpi berada di sorga bersama ular dan memakan buah apel. . . .[]

* Wawan Eko Yulianto telah menulis sejumlah cerita pendek, resensi, menerjemahkan tiga novel James Joyce, dan sejumlah novel lain. Awalnya 'ADAM DAN HAWA' hadir dalam ADAM sampai PAK PRAM (2006) dan diposting di milis Apresiasi-Sastra@yahoogroups.com pada 2 April 2007.

No comments: