Thursday, June 05, 2008

Bertanya dan Berusaha Menjawab
---Anwar Holid


Om Wartax, kok, unsubscribe dari milis?
Just curious...

Zeb tanya seperti itu waktu aku pagi barusan memutuskan unsubscribed dari milis pei.

Rasanya Januari lalu WEY juga persis tanya hal serupa waktu aku keluar dari Je.:

Terus terang saya masih bertanya-tanya apa yang membuat Mas Wartax keluar.

:)

Aku sudah lama mikir ingin keluar dari milis pei. tapi baru pagi itu akhirnya mengklik leave this group. Aku pikir tak bakal ada orang peduli, termasuk moderator sekalipun. Ternyata aku salah.

Sejujurnya aku bosan. Awalnya aku merasa sayang karena pada dasarnya aku masih mendapat manfaat dari milis itu berkenaan dengan subjek keislaman, tapi lama-lama aku merasa mungkin bukan hal seperti itu yang aku inginkan. Lagi pula aku masih bisa mengikuti milis itu dari email u., meski jelas salah kalau aku menggunakan email itu atas namaku, misal untuk tanya atau menanggapi. Nanti kalau merasa perlu, aku akan lihat. Jadi apa yang sebenarnya aku inginkan? Aku merasa masih bisa mendapat subjek keislaman baik dari milis daaruttauhid, google, atau wikipedia. Memang boleh jadi membingungkan dan butuh keberanian untuk mengambil serakan file di Net, atau menelisik lagi arsip yang aku kumpulkan. Semoga aku bisa waras melakukannya.
Beberapa hari lalu aku tanya ke alamat konsultasi Islam yang dijawab ulama besar Jawa Barat, tapi hingga minggu ini aku belum dapat jawaban. Pertanyaanku:
-----------------
Sebagian orang berpendapat bahwa tasawuf merupakan bagian integral Islam. Kalau memang begitu, kenapa tasawuf tak pernah diperkenalkan sejak dini, misalnya oleh Departemen Agama dan orang tua dalam pendidikan agama di TPA atau SD, bahkan waktu kuliah (perguruan tinggi)? Kenapa saya selalu mendapati kesan bahwa tasawuf itu merupakan ilmu/pengetahuan tingkat lanjut dalam Islam, dan selalu ada orang Muslim sendiri yang menilai dan membuktikan bahwa tasawuf itu bidah dan menyesatkan?
-------------------

Mungkin aku lagi bingung-bingungnya dengan berbagai pertanyaan yang bakal keluar dari kepalaku, entah karena bodoh maupun penasaran. Aku sekitar sebulan lalu merencanakan bakal terus-menerus memposting seratus pertanyaan sehubungan dengan Islam, tapi hari ini aku merasa itu pikiran yang konyol dan memalukan. Aku bisa mencari dan terus menelusuri tanpa perlu bersikap kolokan seperti itu.

Di rumah aku sebentar-sebentar menggumuli beberapa buku keislaman, tapi kala mendadak aku ingat, mungkin lebih baik aku menyelesaikan tugas-tugasku yang belum kelar. Jelas karena Muslim, aku punya sejumlah buku keislaman. Sejak mahasiswa aku beli buku-buku bersubjek itu; kini banyak di antaranya merupakan hadiah penerbit. Yang paling menggangguku hari-hari ini salah satunya ialah soal Irshad Manji, penulis BERIMAN TANPA TAKUT. Dia seorang Muslim lesbian. Secara berani dia mengaku sebagai 'Muslim refusenik.' Muslim seperti apa itu? Aku malas jawab. Lebih baik orang baca langsung tulisannya, yang mudah didapat di Net. (Aku sendiri dapat terjemahan buku itu dari Erick.) Soal homoseksual ini segera dibahas media Islam, antara lain Madina dan Sabili. Fakta tentang Manji membuat aku shock. Bagaimana bila nanti ada seorang pornstar yang dengan bangga mengaku dirinya Muslim? Mungkin dia bakal segera jadi favoritku. :( Aku sudah lemas dengan berita banyaknya teroris atau penjahat Muslim. Tapi apa bedanya semua itu dengan aku, misalnya? Aku Muslim, aku kerap sinis sama agama, apatis pada sejumlah hal (nasionalisme, misalnya), dan masih saja bermasalah dengan diri sendiri, dosa, termasuk kedisiplinan. Aku bahkan belum bisa seperti Fahri bin Abdullah Shiddiq!

Kebingungan itu menggiringku untuk bersikap. Langkah pertama, yang paling sederhana ialah harus memutuskan mana yang akan aku percayai dan mana yang harus aku buang. Mana yang aku pilih dan tidak. Dari dulu aku beranggapan agama adalah debat kusir, dan hanya bisa berhenti oleh keimanan. Tahu banyak soal agama belum menjamin kamu beriman. Aku ikut milis religion-spirituality yang diisi orang penuh dengan pengetahuan soal agama, tapi mereka bisa dengan sangat berani dan kejam menggunakannya untuk menghina-hina agama lain. Aku hanya merasakan ketakutan dan kebencian di milis itu. Aku baca buku André Comte-Sponville, The Little Book of Philosophy, bab 'God' dan 'Atheism'---dan aku langsung keder menghadapi argumentasi dia yang amat canggih soal agama maupun Tuhan itu ada atau tidak. Keyakinanku pada Tuhan barangkali begitu terpencil, sendirian, amat jauh, namun sulit dengan jelas menerangkan seperti apa hakikatnya. Keyakinanku pada Tuhan masih gagal membuat aku jadi lebih heroik memandang banyak peristiwa. Keyakinanku pada Islam tak mengurangi kebingungan bagaimana sebuah kelompok Islam bisa dicap sesat atau kapan sebuah kelompok Islam bisa disebut sekte. Kemarin waktu pulang dari Bale Pustaka aku mikir-mikir, mungkin menarik kalau aku bikin rancangan buku tentang memilih Islam sebagai persoalan personal, lepas dari fakta bahwa seorang diri pasti hidup secara komunal. (Tapi mungkin lebih manfaat aku kembali menyelesaikan proyek penulisan Sulaiman-Bilqis.)

Akibatnya aku baca lagi Islam for Beginners (Ziauddin Sardar, et al), sebuah pengantar Islam buat orang Barat yang dulu banget sudah pernah aku baca. Rasanya sekarang bernuansa lain ketika aku sedang gelisah dan tengah cari-cari sesuatu. Dulu aku merasa buku itu cerita tentang Islam yang sudah aku tahu; tapi sekarang aku menganggap itu buku pengantar Islam yang bagus, pantas dijadikan model seperti apa mendekati Islam dengan cara berasahaja. Tema Pokok Al-Qur'an (Fazlur Rahman) aku comot lagi dari rak. Aku juga membongkar lagi Islam, an Introduction (Annemarie Schimmel), dan baca beberapa bab. Juga berguna memberi wawasan tentang ijtihad, bidah, perpecahan, perbedaan, dan sebagainya. Semoga berguna buat mengisi otakku yang masih kosong. Lepas aku masih dosa, sering mengotori pikiran, berimajinasi yang bukan-bukan... aku ingin menjelajahi sebenarnya seperti apa aku menjadi seorang Muslim. Mendadak aku memikirkan dosa. Kalau lihat dari kasus diriku saja, mungkin Muslim itu golongan manusia yang paling banyak dosa. Meninggalkan shalat dosa, marah dikit amalnya berkurang, tak berbuat baik... salah. Melawan perintah agama atau Tuhan apa lagi... dosa besar.

Aku juga berusaha baca lebih baik bab-bab tentang agama di buku The Road Less Travelled (M. Scott Peck.) Sangat menarik dan berani. Kata dia: Karena setiap orang punya pemahaman, setiap orang punya agama. Ini menguatkan aku. Ini seberani Robert Pirsig, penulis Zen and the Art of Motorcycle Maintenance (1974), yang bilang begini terhadap agama: When one person suffers from a delusion it is called insanity. When many people suffer from a delusion it is called religion.

Kalau aku punya waktu dan energi bikin buku Islam, fokusnya ialah 'mengislamkan diri sendiri.' Terlalu bombastik. Tentu itu upaya menaklukkan diri sendiri atau mencari ketenangan dan kepastian atas pertanyaan yang belum dapat jawaban. Selama hidup aku sudah Muslim, lahir dari keluarga Muslim, terlibat di pusat keislaman, melahirkan anak yang akan aku didik sebagai Muslim... tapi aku sendiri merasa kemuslimanku masih begitu ringkih. Apa arti keislamanku di tengah lautan informasi, zaman yang bergerak, atau lingkungan yang ada di sekitarku? Apa memasang bohlam butuh agama? (Jawabannya: Butuh. Karena pas mau pasang bohlam, orang Islam diajari untuk bilang: Bismillahi rohman nir rohim---Dengan nama Allah yang maha pengasih dan penyayang.) Apa pengaruh keislamanku terhadap kesabaran atau keramahanku pada orang? Untuk menghargai orang lain? Ada apa Fazlur Rahman menganggap bunga bank bukan riba; sementara aku baca banyak pendapat sebaliknya?

Aku merasa ada yang tengah terjadi dalam diriku, dan berharap bisa menenangkan atau menjelajahi banyak kemungkinan yang tersedia. Itu aku lakukan. Aku pinjam The Heart of Islam (Seyyed Hossein Nasr.) Aku mau baca Islam (Fazlur Rahman) dengan niat lebih baik. Mungkin idealnya menyepi atau menekuri khazanah yang belum aku jelajahi. Tapi di sisi lain aku masih khawatir harus gembira dan bersyukur memenuhi standar nafkah dan mata pencaharian. Aku bersyukur untuk semua peristiwa---lepas bahwa aku terus didera kekurangan, yang entah bagaimana idealnya harus aku sikapi.

Aku berharap sedang melangkah dan mencari, kalau bukan diseret dan dituakan waktu.[]20:34 19/05/08

Anwar Holid, penyebar [halaman ganjil]. Bukunya ialah Barack Hussein Obama (Mizania, 2007)

2 comments:

Diskusi Buku said...

Seseorang sedang memperhatikan Michael Angelo memahat sebongkah marmer. Beberapa waktu kemudian jadilah sebuah patung kuda yang sangat indah.

"Wuah, anda benar-benar hebat sehingga bisa membuat patung kuda dari sebongkah marmar," kata orang itu terkagum-kagum.

"Oh, saya tidak membuat patung kuda," kata Michael Angelo dengan
merendah. "Kuda itu sudah ada di dalam bongkahan marmer ini. Saya hanya mencongkel marmer sedikit demi sedikit, dan dengan berhati-hati, agar kuda itu terkuak...."

Saya suka membayangkan orang yang membaca Kitab Suci (dan buku-buku keagamaan lainnya) seperti seseorang yang membongkar marmer.

Kalau dia Michael Angelo maka terkuaklah patung kuda. Tapi kalau dia orang sembarangan maka terkuaklah bongkahan marmer lain yang lebih tak karu-karuan bentuknya.

(Anwar, sampaikan salam saya untuk isteri dan anakmu).

http://mulaharahap.wordpress.com

Anwar Holid said...

Wah, makasih banget komennya bang Mula! Apa kabar sekarang? Nanti saya kunjungi blog abang! Salam akan saya sampaikan.

Wartax