Wednesday, May 22, 2013

[Halaman Ganjil]

Moyes, Ferguson, Guardiola, dan Mourinho
--Anwar Holid

Ketika pada 2008 Josep Guardiola dipilih menggantikan Frank Rijkaard sebagai manajer Barcelona, semua analis sepakbola menyangsikan kemampuannya. Umur Pep masih muda, nol pengalaman melatih klub senior, dan minim bekal kompetisi sebagai manajer. Bekal utama beliau hanya dianggap pemain legendaris di klub dan loyalitas penuh pada Barca. Hasilnya, dia membungkam semua kritik dengan prestasi mencengangkan. Di tahun pertama kepemimpinannya ia meraih treble: juara La Liga, meraih Copa del Rey, dan memenangi Champions League. Sebuah prestasi yang belum pernah diraih klub sepakbola Spanyol manapun dan cuma disamai oleh Manchester United di Premier League tahun 1999.

Tahun 2013 David Moyes dipilih menggantikan Alex Ferguson menjadi manajer Manchester United. Nyaris semua analis sepakbola pun menyangsikan Moyes, bahkan membuat saham klub tersebut langsung merosot. Hampir semua orang berharap Manchester United ditangani oleh manajer high-profile seperti Jose Mourinho. Hanya 1-2 opini yang menyemangati Moyes, terutama karena karakter dia mirip Ferguson. Mereka sama-sama menggugah, keras, loyal, dengan integritas terjaga. Kualitas itu tampak tipikal. Semua orang bisa seperti itu. Tapi bedanya juga jelas: Ferguson telah bergelimang piala, sementara Moyes belum punya apa-apa.

Sebagai penikmat siaran langsung pertandingan sepakbola, aku berharap-harap cemas pada Moyes. Salah satu pujian utama pada Moyes ialah karena beliau mampu menemukan dan memberi kepercayaan pada talenta muda, seperti pada Wayne Rooney dan Marouane Fellaini. Ini persis dilakukan Ferguson seperti pada Ryan Giggs dan Phil Jones.

Sebelas tahun bersama Everton jelas bukti loyalitas Moyes pada sebuah institusi. Meski tidak fenomenal, loyalitas ternyata sudah merupakan sebuah prestasi sendiri---apa lagi bagi klub "sekelas" Everton. Orang selalu respek pada seseorang yang loyal dan institusi yang solid. Kesetiaan, meskipun bukan segala-galanya, merupakan ikatan yang sangat berharga dalam lembaga apa pun. Belajarlah dari pernikahan dan kitab suci tentang hal itu. Karakter ini sangat kontras pada Jose Mourinho. Dia hanya loyal pada dua hal, yaitu menang dan juara. Kalau enggak, lebih baik kabooor!

Dengan segala dukungan dan fasilitas, barangkali Moyes bisa menjadi manajer high-profile, mencapai puncak nan gemilang, melanggengkan prestasi dan bisnis Manchester United. Tapi mampukah ia bersaing dengan Guardiola yang tahun ini menangani Bayern Munich? Guardiola dua kali menaklukkan strategi Ferguson di final Champions League dan Manchester United selalu kalah oleh manajer berkarakter seperti Mourinho.

Jelas tugas Moyes berat. Apa karakter dan kemampuannya mampu makin menguatkan karir, loyalitas, dan prestasinya? Apa pemain, ofisial, dan fans mau "mengerti dan sabar" (aih, Islami banget istilahnya!) bila di tahun pertama dia gagal meraih piala satu pun? Mari kita saksikan di awal dan akhir musim, kalau mau dari pertandingan ke pertandingan lain.

Tapi seperti pada politik, analisis sepakbola juga kerap prematur. Orang terlalu lihai lebih dulu berubah sebelum gejala mereka terbaca dan jadi kenyataan. Aku mau di depan kaca saja memperhatikan para manajer berteriak, merengut, memerintah, atau marah-marah di pinggir lapangan, seolah-olah menggenapi pemain jadi dua belas orang.[]

Anwar Holid hanya berpengalaman di Championship Manager dan Winning Eleven.

No comments: