Tuesday, November 09, 2010


Tenang,Tuhan Selalu di Sekitar Kita
---Anif Punto Utomo

Buku ini bukan bercerita tentang pencarian Tuhan, namun mengingatkan keberadaan Tuhan. Suatu ketika, Stalin bersama seluruh anggota politbiro terbang menuju salah satu negara bagian Uni Soviet. Ketika pesawat melintasi daerah pegunungan yang terkenal dengan jurang-jurang menganganya, mendadak pesawat mengalami gangguan. Pilot segera mengumumkan kerusakan tersebut dan meminta penumpang memasang sabuk pengaman. Kemungkinan selamat fifty-fifty.

Pesawat terguncang dengan keras. Seluruh penumpang panik. Tiba-tiba, di antara kepanikan penumpang itu terdengar teriakan spontan, "Tuhan, tolonglah aku." Semua kaget dan menoleh ke suara itu. Ternyata, teriakan minta tolong kepada Tuhan itu ke luar dari mulut Stalin, sang ateis dedengkot komunis Uni Soviet. Peristiwa itu membuktikan kesadaran bahwa Tuhan itu ada---sekalipun pada diri orang ateis.

Lantas, di manakah Tuhan? Seperti ditulis Arvan Pradiansyah dalam buku terbarunya, Tuhan ada di mana-mana. Tuhan bukanlah sosok yang jauh. Tuhan sangat dekat dengan kita, bahkan selalu memperhatikan kita. Tuhan selalu berada di sekitar kita. Tuhan juga tak pernah sekali pun mengabaikan dan meninggalkan kita. Dalam khazanah mengingatkan akan adanya Tuhan, dari budaya Jawa muncul istilah Gusti Allah ora sare. Artinya, Tuhan tidak pernah tidur. Karena itu Tuhan memang selalu ada, bukan hanya mengawasi, tapi juga mencatat apa yang kita perbuat.
____________________________________
DETAIL BUKU

You Are Not Alone: 30 Renungan tentang Tuhan dan Kebahagiaan
Penulis: Arvan Pradiansyah
Penerbit: Elex Media, 2010
Halaman: 252 hal., soft cover
ISBN: 978-979-27-7918-9      
Kategori: Spiritualitas; Inspirasional; Pengembangan Diri
Harga: Rp.52.800,-
_____________________________________

Biasanya, manusia baru ingat Tuhan jika sedang terjadi musibah. Semakin besar musibah yang menimpa diri manusia, semakin kental ingatan akan Tuhan. Setiap saat nama Tuhan disebut. Sebaliknya, ketika sedang diuji dengan kegembiraan, nama Tuhan nyaris tidak pernah disebut. Ingatan akan Tuhan seolah masuk ke dalam laci dan terkunci rapat. Laci itu kelak akan dibuka ketika kegembiraan berganti dengan musibah.

Kehadiran Tuhan dirasakan Arvan ketika bersekolah di London, Inggris. Pada awal-awal kedatangannya, dia merasa kesepian. Sepi karena meninggalkan keluarga di tanah air, kawan dan sahabat, dan karena belum menemukan sahabat di kota itu. Di dalam suasana kesepian itulah kemudian dia merasakan lebih dekat dengan Tuhan. Baru tersadar bahwa di tengah kesepian di dunia ini Tuhan selalu hadir di dekat kita. Hati pun menjadi tenang. Pada dasarnya, menurut Arvan, kita tidak pernah sendirian. Karena itulah buku kelimanya ini diberi judul You Are Not Alone.

Dalam buku ini Arvan juga berani menyentuh masalah sensitif, yakni tentang orang beragama dan orang baik. Orang beragama belum tentu baik, begitu salah satu judul tulisannya. Bahasan ini sempat jadi perbincangan panas ketika dia mengangkatnya dalam siaran radio secara live. Topik ini memang sangat relevan, setidaknya kalau kita lihat fenomena yang terjadi di negeri kita sekarang ini. Ketika kehidupan beragama tampak begitu menonjol, perilaku melupakan Tuhan pun tak kalah meriah. Masjid dan gereja banyak didatangi umat, tetapi pub dan diskotek juga tak pernah sepi. Doa selalu dipanjatkan setelah shalat, tetapi korupsi jalan terus.

Situasi itu mencerminkan bahwa kesalehan spiritual tidak seiring dengan kesalehan sosial. Maksudnya, seseorang telah menjalankan ajaran agama sesuai perintah Tuhan, tetapi perilaku sosialnya bertentangan dengan perintah Tuhan.

Mengapa bisa terjadi kontradiktif semacam itu? Menurut Arvan, ada tiga kesalahan pokok dalam memaknai agama. Pertama, agama dimaknai hanya sebagai bentuk ritual, kita tidak diajarkan untuk memahami kenapa ibadah itu harus dilakukan. Kedua, agama sering diartikan sebagai kewajiban yang bila dilakukan akan memperoleh pahala dan masuk surga, sedangkan jika tidak, akan diganjar dosa dan masuk neraka. Ketiga, agama sering ditafsirkan sebagai urusan kita dengan Tuhan. Padahal, esensi beragama adalah kasih. Bukankah Tuhan itu Maha Pengasih lagi Maha Penyayang? Karena itu, orang beragama mestinya dikenal karena rasa cintanya terhadap sesama manusia.

Buku ini tetap menarik untuk menjadi bahan renungan---meski tidak sedalam buku-buku Arvan sebelumnya terutama The 7 Laws of Happiness. You Are Not Alone juga bisa menjadi bekal untuk mematangkan hubungan kita dengan Tuhan dan dengan sesama manusia. Ini juga bisa menjadi cermin apa selama ini kesalehan spiritual kita sudah sejalan dengan kesalehan sosial atau belum.[]

Resensi ini awalnya dimuat Republika, Minggu, 17 Oktober 2010.